15 Tahun Tanpa Solusi, DPRD Sulsel Sebut Maros Butuh Solusi, Bukan Mie Instan!
HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Persoalan banjir di Kabupaten Maros masih menjadi problem klasik yang tak kunjung terselesaikan. Selama hampir 15 tahun, masyarakat terus menghadapi dampak banjir tanpa adanya solusi konkret dari pemerintah daerah, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan-Jeneberang, maupun pemerintah pusat.
Hal ini disoroti oleh anggota DPRD Provinsi Sulsel dari Dapil IV Maros, Andi Patarai Amir, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi D DPRD Sulsel, Senin (17/2/2025).
Rapat ini menghadirkan perwakilan dari BBWS Pompengan-Jeneberang, Pemerintah Kabupaten Maros, dan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Andi Patarai Amir secara tegas menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak terkait yang dinilai lamban dalam menangani persoalan banjir. Eks Ketua DPRD Kabupaten Maros ini mengungkapkan bahwa selama 15 tahun dirinya terus menyuarakan masalah ini, namun tidak ada langkah konkret yang diambil.
“Ini sebenarnya persoalan klasik. Saya sudah 15 tahun menyuarakan ini sejak di DPRD Maros, tapi solusi tidak pernah ada. Setiap tahun masyarakat harus menghadapi banjir tanpa kepastian penanganan,” tegasnya.
Menurutnya, semua aspirasi yang pernah ia sampaikan saat masih di DPRD Maros seolah hanya dianggap angin lalu oleh para pemangku kebijakan. Akibatnya, banjir kembali terjadi awal tahun ini, bahkan dengan dampak yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Banjir Terparah dalam Siklus Tahunan
Andi Patarai Amir menilai, banjir yang terjadi awal 2025 merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Tak hanya merendam rumah warga, banjir juga menyerang kantor pemerintahan, rumah ibadah, dan menyebabkan korban jiwa.
“Banjir ini bukan kejadian baru. Pernah terjadi pada 2013, kemudian 2019, dan kini 2025. Tapi yang terjadi tahun ini adalah yang terparah. Kami sudah lelah, masyarakat butuh solusi nyata, bukan sekadar janji,” ujarnya.

Kondisi banjir di depan kantor Bupati Maros. Foto: dok HN
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa masyarakat Maros tidak membutuhkan janji anggaran besar tanpa kejelasan solusi. Ia juga menyoroti ketidakhadiran Kepala BBWS Pompengan-Jeneberang dalam rapat, yang dinilai sebagai bentuk ketidakseriusan dalam menangani masalah banjir.
“Masyarakat kami tidak butuh janji miliaran rupiah tanpa solusi. Kami juga tidak butuh bantuan mie instan saat banjir, kami butuh solusi jangka panjang!” tegasnya.
Menurutnya, banjir di Maros bukan hanya berdampak pada masyarakat setempat, tetapi juga mengganggu jalur penghubung ke Kota Makassar, Bone, dan Pangkep.
BBWS: Banjir Disebabkan Curah Hujan Ekstrem
Sementara itu, perwakilan BBWS Pompengan-Jeneberang, Rahayu yang hadir dalam RDP, mengakui bahwa banjir yang terjadi di Maros pekan lalu disebabkan oleh curah hujan ekstrem. Menurutnya, data BMKG menunjukkan curah hujan mencapai 243 mm, yang dikategorikan sebagai kondisi kritis 100 tahunan.
Ia juga menyebutkan bahwa BBWS telah menyusun rencana penanggulangan dengan membangun bendungan di Bontu Sunggu sebagai solusi jangka panjang.
“Kami sudah melakukan studi terkait solusi penanggulangan, termasuk rencana pembangunan bendungan di Bontu Sunggu,” ungkapnya singkat.
Namun, jawaban ini tampaknya belum cukup memuaskan pihak DPRD dan masyarakat Maros yang sudah terlalu lama menunggu solusi nyata.
Hingga kini, penanganan banjir di Maros masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah, BBWS Pompengan-Jeneberang, dan pemerintah pusat. Warga berharap ada langkah konkret dan cepat agar bencana ini tidak terus berulang setiap tahun.
Penulis: Nursinta
Baca berita lainnya Harian.news di Google News