BMKG Serukan Kesiapsiagaan Bencana Sebagai Budaya Hidup Masyarakat Indonesia

BMKG Serukan Kesiapsiagaan Bencana Sebagai Budaya Hidup Masyarakat Indonesia

HARIAN.NEWS, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengingatkan pentingnya budaya kesiapsiagaan bencana bagi masyarakat Indonesia, mengingat tingginya potensi ancaman bencana alam di Tanah Air.

Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menegaskan bahwa kesiapsiagaan bukan hanya sekedar tindakan, tetapi harus menjadi pola pikir yang melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Faisal dalam acara peringatan 10 Tahun Sekolah Lapangan Gempa (SLG) yang digelar di Auditorium Kantor Pusat BMKG, Jakarta, pada Selasa (18/11/2025).

Faisal menjelaskan bahwa Indonesia terletak di persimpangan empat lempeng tektonik dunia—Indo-Australia, Eurasia, Filipina, dan Pasifik—yang menyebabkan wilayah ini memiliki lebih dari 295 sesar aktif dan 13 segmen subduksi. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi salah satu kawasan seismik paling aktif di dunia.

“Setiap tahunnya, BMKG mencatat rata-rata sekitar 30 ribu kali gempabumi terjadi di Indonesia. Ini bukan angka yang bisa dianggap sepele. Ini adalah peringatan nyata bahwa kesiapsiagaan terhadap bencana harus menjadi budaya yang harus diterapkan dalam kehidupan kita,” ujar Faisal.

BMKG terus berkomitmen dalam mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang mitigasi bencana melalui berbagai kegiatan SLG. Dalam satu dekade terakhir, BMKG telah menjalankan program edukasi dan literasi untuk mengajarkan masyarakat cara menghadapi potensi bencana dengan kesiapan yang matang.

Program ini juga bertujuan untuk menumbuhkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana, serta memastikan bahwa setiap individu memiliki peran dalam menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain.

Faisal juga menyoroti bahwa meskipun Jakarta dikenal sebagai kota metropolitan yang relatif aman, sejarah mencatat bahwa ibu kota Indonesia ini pernah mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi, seperti yang terjadi pada tahun 1699, 1780, 1834, dan 1903.

Menurut Faisal, peristiwa tersebut menunjukkan bahwa Jakarta juga memiliki potensi bahaya gempa yang signifikan, yang harus diwaspadai oleh semua pihak.

“Jakarta tidak kebal terhadap gempa. Sejarah menunjukkan bahwa Jakarta pernah mengalami dampak besar dari aktivitas gempa bumi. Oleh karena itu, kita semua harus menyiapkan diri untuk menghadapinya dengan serius,” tegas Faisal.

BMKG, lanjut Faisal, memiliki tugas utama untuk menyebarkan informasi yang cepat dan akurat mengenai gempa bumi serta peringatan dini tsunami kepada seluruh pihak terkait. Informasi ini sangat penting agar pengambilan keputusan dalam menghadapi potensi bencana dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.

“Dengan adanya kesiapsiagaan yang terstruktur dan informasi yang tepat waktu, kita dapat meminimalisir kerugian dan dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam,” ujar Faisal, seraya menambahkan bahwa kolaborasi antara BMKG, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan keberlangsungan program-program mitigasi bencana, seperti SLG.

Faisal berharap, program SLG yang telah berjalan selama sepuluh tahun ini dapat terus berkembang, memberikan manfaat lebih luas, serta memperkuat sistem peringatan dini yang terpadu dan efektif, sehingga setiap langkah mitigasi dapat dilakukan lebih cepat dan terkoordinasi. ***

Baca berita lainnya Harian.news di Google News