Dari Makkah ke Sulsel: Perjalanan Sejarah Alqur’an Tertua di Kerajaan Gowa
HARIAN.NEWS, GOWA – Di jantung Kota Gowa, tepatnya di Kecamatan Somba Opu berdiri sebuah museum yang berisi jejak sejarah Islam di Sulawesi Selatan. Namanya Museum Balla Lompoa, musemum ini menyimpan sebuah artefak berharga yang menjadi saksi bisu perjalanan Islam di Sulawesi Selatan.
Di dalamnya terdapat sebuah mushaf Alqur’an yang berusia lebih dari 400 tahun, yang berukuran 35 x 49 cm. Telah melampaui masa ratusan tahun, tak membuat mushaf ini hancur. Kitab suci umat Islam itu tetap kokoh meskipun kertasnya menguning dimakan usia. Goresan tinta tangan ulama besar Syekh Haji Akhmad Umar bin Haji Abdul Hayyi, yang dipelopori oleh Syekh Abdullah Asufi pada tahun 1625 di masa Raja Gowa XIV, Sultan Alauddin, masih terlihat indah meski mulai memudar.
Alqur’an ini bukan sekadar kitab suci, melainkan simbol kejayaan Islam di Kerajaan Gowa. Mushaf ini berdasarkan sejarah, konon, ditulis di Kota Makkah sebelum dibawa pulang ke Nusantara. Sehingga menjadikan Alqur’an ini bagian tak terpisahkan dari identitas kerajaan yang pernah berjaya.
Islam dan Mushaf di Kerajaan Gowa

Kurator Museum Balla Lompoa, Andi Jufri Tenribali. Foto: HN/Sinta
Kurator Museum Balla Lompoa, Andi Jufri Tenribali, menjelaskan bahwa Islam resmi dianut oleh Kerajaan Gowa pada tahun 1605. Penyebarannya erat kaitannya dengan kedatangan tiga ulama besar dari Sumatera Barat, yakni Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Tiro, dan Datuk Patimang.
“Setiap kerajaan Islam harus memiliki mushaf Alqur’an. Meski kita belum tahu pasti kapan mushaf ini tiba di Gowa, Islam mulai berkembang pesat sejak Raja Tallo ke-6, Karaeng Loe ri Sero, memeluk Islam. Ia kemudian mengajak keponakannya, Sultan Alauddin I, Raja Gowa ke-14, untuk masuk Islam,” ujar Andi Jufri sambil merapikan lengan bajunya, Sabtu (8/3/2025).
Sejak itu, Islam semakin berakar di Kerajaan Gowa. Mushaf-mushaf Alqur’an digunakan dalam dakwah dan penyebaran ilmu agama. Hingga kini, banyak Alqur’an kuno yang masih tersimpan di wilayah bekas kekuasaan Gowa, meskipun keberadaannya belum sepenuhnya terdokumentasikan.
Misteri Tinta dan Kertas Mushaf Kuno
Salah satu misteri yang masih diteliti adalah bahan tinta dan kertas yang digunakan dalam mushaf ini.
Andi Jufri menyebutkan, ada dugaan bahwa tinta dibuat dari biji mangga yang dihaluskan, lalu dicampur dengan tanah liat dan air agar lebih menyerap ke dalam kertas.
“Ini masih menjadi bahan penelitian. Kami bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Perpustakaan Nasional untuk mengungkap lebih jauh tentang komposisi bahan yang digunakan,” ungkapnya penuh semangat.
Ditulis Manual
Penulisan mushaf ini dilakukan dengan kalam—alat tulis tradisional berbahan tulang daun lontar. Prosesnya sangat teliti. Jika ada satu kesalahan, seluruh lembaran harus diulang dari awal, sehingga pembuatan 30 juz memakan waktu yang sangat lama.
“Bayangkan, semuanya ditulis manual. Kalau ada kesalahan, harus diulang dari awal. Ini yang membuat pengerjaannya bisa bertahun-tahun,” tambahnya.
Alqur’an Kuno yang Masih Bertahan
Menurut catatan sejarah, mushaf ini diwariskan turun-temurun oleh para Raja Gowa. Salah satu yang turut menjaga keberadaannya adalah Raja Gowa ke-32, Kumala Barani Karaeng Maparang Sultan Muhammad Abdul Kadir. Mushaf ini diyakini berasal dari Syekh Ahmad Umar, seorang ulama yang lama tinggal di Makkah sebelum menyebarkan Islam di Sulawesi Selatan sekitar tahun 1850.
Selain mushaf utama di Museum Balla Lompoa, terdapat pula mushaf lain yang lebih kecil, yang diperkirakan ditulis oleh Syekh Zainal Abidin, seorang ulama keturunan Bugis. Saat ini, mushaf tersebut tengah dikonservasi di pusat kepustakaan di Jakarta.
“Ada satu juga yang kecil, saat ini berada di perpustakaan pusat Jakarta untuk dikonservasi dan dirawat,” tuturnya.
Tantangan Pelestarian dan Konservasi
Menjaga Alaur’an berusia ratusan tahun bukan perkara mudah. Faktor usia dan kelembapan udara dapat mempercepat kerusakan kertas. Oleh karena itu, museum rutin membuka lemari penyimpanan agar sirkulasi udara tetap terjaga.
“Kondisinya memang harus dirawat dengan baik. Kami mendapat panduan dari para ahli, karena benda pusaka ini tidak bisa sembarangan disentuh atau dipindahkan,” jelas Andi Jufri.
Selain aspek fisik, tantangan lain dalam pelestarian adalah menjaga nilai sakral mushaf ini.
Harapan untuk Masa Depan
Di tengah modernisasi, upaya pelestarian mushaf ini terus dilakukan. Andi Jufri berharap bisa melakukan survei ke wilayah-wilayah bekas kekuasaan Kerajaan Gowa untuk menemukan mushaf-mushaf lain yang mungkin masih tersimpan di tangan masyarakat.
“Dulu, kitab suci tidak boleh dipindahkan sembarangan karena sangat dihormati. Kami ingin memastikan mushaf-mushaf ini terselamatkan dan dapat dirawat dengan baik,” tutupnya.
Keberadaan Alqur’an tua di Gowa bukan sekadar peninggalan sejarah, tetapi juga bukti kejayaan Islam yang pernah mengakar kuat di Sulawesi Selatan. Sebuah warisan peradaban yang harus terus dijaga agar nilai-nilai sejarah dan spiritualnya tetap hidup bagi generasi mendatang.
PENULIS: NURSINTA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News