Fenomena Sosial Politik Meresahkan, Akankah Berakhir?

HARIAN.NEWS – Fenomena sosial politik akhir-akhir ini sangat meresahkan dari hulu hingga hilir. Polisi tembak polisi, polisi menembak mati warga sipil, warga sipil yang tidak bersalah ditersangkakan dan dipenjarakan tanpa bukti hukum yang kuat dan obyektif.
Hakim membebaskan pembunuh pacarnya. Manusia telah menjadi serigala bagi manusia lain.
Pemilu yang seharusnya menjadi agenda demokrasi memberi ruang politik agar secara bebas rakyat menentukan nasib dan masa depan yang sehat dan beradab telah menjadi politik transaksional. Akankah fenomena ini berakhir?
Atas dasar kegelisahan yang terjadi, negara wajib hadir untuk memberi rasa nyaman dan aman bagi warga negara. Menjamin tertib sosial berjalan, perlindungan terhadap hak-hak warga secara adil sehingga dapat menjalankan kehidupan pribadi secara aman dan tenteram.
Wujud kehadiran negara ada dua agenda strategis, yang pertama adalah jangka pendek mendesak yang harus ditempuh. Presiden Prabowo baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan mendorong semua lembaga negara kembali ke cita-cita awal berdirinya Negara Republik Indonesia sesuai UUD 45 dengan tujuan sangat jelas.
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Presiden dengan seluruh kewenangan menjamin tertib sosial, hak-hak seluruh rakyat yang sama dan sesuai di hadapan hukum. Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dan menyelamatkan demokrasi yang sedang tergerus oleh kepentingan kelompoknya.
Memposisikan diri sebagai kepala keluarga. Dimana kelangsungan dalam rumah tergantung manajemen. Kalau ketertiban, keamanan dan ketenangan tidak terjamin maka kemewahan di dalam rumah tak banyak guna.
Agenda kedua meliputi pembuatan Undang Undang Lembaga Kepresidenan untuk menjabarkan kewenangan presiden sekaligus memberikan rambu-rambu agar presiden tidak menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan demi diri sendiri, keluarga dan kelompoknya.
Menurut segelintir orang mengatakan, hal ini tepat karena Prabowo Subianto dianggap anggota cosmopolitan superculture yaitu segelintir kalangan sangat terpelajar, mempunyai daya serap terhadap gagasan modern yang mencerahkan—mampu berpikir secara komparaktif dan secara intelektual menyandang sikap empati. “Empati” atau inner mechanism juga merupakan mekanisme batin yang membuat seseorang bertindak efisien di dalam dunia yang berubah.
PENULIS: IGA K
Baca berita lainnya Harian.news di Google News