Fenomena “Tepuk Sakinah” sebagai Simbol Komunikasi Keluarga

Oleh : Wandi, S.Sos., M.I.Kom
(Dosen Komunikasi Kelompok dan Organisasi IAIN Bone)
HARIAN.NEWS – Fenomena viral “Tepuk Sakinah” mengguncang media sosial Indonesia sejak Desember 2024 hingga terus berkembang sepanjang 2025. Awalnya muncul dari akun resmi Kantor Urusan Agama (KUA), terutama KUA Menteng, gerakan tepuk tangan yang diiringi dengan lirik sederhana terkait nilai-nilai keluarga sakinah ini secara cepat menyebar di berbagai platform seperti TikTok dan Instagram.
Tepuk Sakinah bukan sekadar hajatan seremonial, melainkan inovasi kreatif dalam menyampaikan pesan edukasi keluarga sakinah yang sarat makna dan mudah diingat oleh calon pengantin (catin) maupun masyarakat luas.
Kementerian Agama menghadirkan Tepuk Sakinah sebagai bagian dari program Bimbingan Perkawinan (Bimwin) yang bertujuan mempersiapkan calon pengantin lahir dan batin membangun rumah tangga yang harmonis.
Melalui inovasi berupa yel-yel ini, lima pilar keluarga sakinah diajarkan secara efektif dan bersifat interaktif, meliputi Zawaj (berpasangan), Mitsaqan Ghalizan (janji kokoh), Mu’asyarah Bil Ma’ruf (saling cinta, hormat, menjaga, dan berbuat baik), Musyawarah (bermusyawarah), Taradhin (saling ridha).
Zawaj atau berpasangan merupakan pilar pertama dalam konsep keluarga sakinah yang menegaskan bahwa suami dan istri adalah pasangan yang saling melengkapi dan menopang satu sama lain dalam kehidupan rumah tangga.
Hubungan ini menuntut adanya keseimbangan dan kerjasama yang erat antar pasangan, di mana keduanya harus saling memahami, menerima kekurangan, dan menghargai kelebihan masing-masing untuk menciptakan keharmonisan yang berkelanjutan.
Dalam konteks komunikasi kelompok, konsep ini mengajarkan pentingnya peran dan kontribusi setiap anggota kelompok yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama. Seperti dalam rumah tangga, di mana pasangan harus bekerja sama dan berkomunikasi efektif untuk menghadapi masalah bersama, begitu pula dalam kelompok, setiap anggota harus saling berinteraksi dengan penuh pengertian dan dukungan.
Lebih jauh, Zawaj sebagai pilar keluarga sakinah mengajarkan nilai saling menjaga dan menghormati yang tak hanya berlaku dalam hubungan pasangan, tetapi juga menjadi pondasi penting dalam interaksi sosial lainnya. Kepedulian untuk menjaga keseimbangan, menerapkan sikap empati, dan saling menyemangati agar kehidupan keluarga atau kelompok tetap harmonis merupakan inti dari pilar ini.
Mitsaqan Ghalizan, yang secara harfiah berarti janji kokoh, merupakan salah satu pilar utama dalam membangun keluarga sakinah menurut ajaran Islam. Makna dari mitsaqan ghalizan ini adalah sebuah ikatan yang sangat kuat dan mendalam yang mengikat suami dan istri dalam sebuah pernikahan. Dalam konteks komunikasi kelompok, prinsip ini mengajarkan pentingnya adanya komitmen yang kokoh dan saling percaya antara anggota kelompok, sehingga seluruh aktivitas dan tujuan bersama dapat berjalan harmonis dan saling mendukung.
Komitmen tersebut harus dijaga dengan sepenuh hati dan rasa tanggung jawab, seperti halnya pasangan yang menjalankan ikatan pernikahan yang didasarkan pada janji kokoh kepada Allah dan sesama pasangan.
Dalam menjalankan peran sebagai anggota kelompok atau organisasi, konsep ini menegaskan bahwa hubungan harus didasarkan pada janji dan komitmen yang kokoh, disertai dengan rasa saling menjaga dan bertanggung jawab.
Keberadaan janji yang kuat ini menjadi pondasi utama dalam menciptakan keberlangsungan dan kestabilan hubungan yang harmonis, baik dalam keluarga maupun dalam organisasi.
Mengapa prinsip mitsaqan ghalizan penting?
Karena ia menanamkan nilai tanggung jawab yang besar kepada setiap individu, baik sebagai anggota keluarga maupun bagian dari sebuah kelompok. Dalam kehidupan berkeluarga, ikatan ini menyiratkan bahwa suami dan istri harus saling menguatkan, menjaga, dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang telah dipersetujui bersama. Demikian pula dalam komunikasi kelompok, kepercayaan dan komitmen menjadi landasan utama agar seluruh anggota dapat bekerja sama secara efektif, mengatasi konflik, dan mencapai tujuan bersama secara bersinergi.
Dengan demikian, mitsaqan ghalizan bukan hanya sekadar janji di awal, tetapi sebuah ikatan yang terus harus dipupuk dan dijaga agar tetap kokoh dan berkualitas.
Mu’asyarah bil Ma’ruf merupakan salah satu pilar utama dalam membangun keluarga sakinah yang harmonis dan penuh kedamaian menurut ajaran Islam. Konsep ini mengandung makna saling berperilaku baik, menghormati, dan menjaga hubungan antar anggota keluarga secara harmonis dan berkeadilan.
Dalam konteks komunikasi kelompok, mu’asyarah bil ma’ruf menekankan pentingnya dialog yang penuh hormat, empati, dan toleransi, agar setiap anggota merasa dihargai dan dipahami. Melalui komunikasi yang baik dan terbuka, hubungan yang bermakna akan terbangun, sehingga tercipta suasana yang nyaman dan saling mendukung di dalam keluarga maupun dalam kelompok.
Dalam praktiknya, mu’asyarah bil ma’ruf tidak hanya sebatas memperhatikan aspek emosional, tetapi juga mencakup aspek fisik, sosial, dan ekonomi. Misalnya, menafkahi, relasi seksual yang sehat, dan saling memperhatikan kebutuhan dan hak masing-masing anggota keluarga.
Dalam komunikasi kelompok, prinsip ini menuntut adanya keterbukaan, saling mendengarkan, dan berbagi pengalaman secara konstruktif. Sehingga dapat menciptakan suasana kekeluargaan yang kokoh, aman, dan penuh kasih sayang, yang pada akhirnya mampu memperkuat solidaritas dan kolaborasi antar individu. Agar prinsip mu’asyarah bil ma’ruf dapat berjalan efektif, diperlukan komunikasi yang didasarkan pada kejujuran, rasa hormat, dan pengertian mendalam.
Dalam keluarga maupun kelompok, sikap saling menghormati dan mempererat hubungan melalui komunikasi yang penuh kasih dan pengertian menjadi kunci utama untuk mencapai kehidupan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Oleh karena itu, penerapan mu’asyarah bil ma’ruf secara konsisten akan mampu menjaga keharmonisan hubungan, mengatasi konflik secara bijaksana, dan menciptakan kebahagiaan yang berkelanjatan di dalam rumah tangga maupun komunitas.
Musyawarah sebagai pilar keempat keluarga sakinah merupakan prinsip penting dalam menyelesaikan segala persoalan dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Musyawarah mengedepankan dialog terbuka dan saling menghargai pendapat antara suami dan istri, sehingga setiap keputusan yang diambil dapat diterima bersama dengan rasa ridha dan ikhlas.
Musyawarah mencerminkan proses komunikasi efektif yang melibatkan pertukaran informasi, pendapat, dan solusi secara demokratis, dengan tujuan mencapai kesepakatan yang menguntungkan seluruh anggota kelompok.
Prinsip musyawarah menuntut adanya sikap saling mendengarkan secara aktif dan menghormati pandangan yang berbeda, sehingga tercipta suasana kondusif untuk mengambil keputusan terbaik. Hal ini sangat penting dalam mengelola dinamika keluarga maupun kelompok, khususnya ketika menghadapi tantangan dan perbedaan pendapat. Pelibatan seluruh anggota dalam proses musyawarah menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap hasil keputusan yang dicapai, sehingga ikatan sosial dan emosional dapat diperkuat.
Taradhin, pilar kelima dalam konsep keluarga sakinah, berarti saling ridha atau keridhaan antara suami dan istri dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Pilar ini menekankan pentingnya menerima dan merelakan dengan penuh keikhlasan setiap keputusan, keadaan, dan peran yang dijalani bersama dalam keluarga.
Dalam konteks komunikasi kelompok, taradhin mencerminkan kesepakatan dan penerimaan bersama hasil keputusan atau situasi yang dihadapi kelompok sehingga tercipta keharmonisan dan rasa saling menghargai antar anggota.
Saling ridha ini menjadi fondasi yang kokoh untuk menghindari perselisihan yang berkepanjangan dan membangun komunikasi yang efektif. Ketika setiap anggota kelompok atau keluarga mampu menerima dengan lapang dada, perbedaan atau kesulitan tidak menimbulkan konflik yang merusak. Sebaliknya, keridhaan tersebut akan membuka jalan bagi dialog yang konstruktif dan penyelesaian masalah yang menjunjung tinggi rasa hormat dan keadilan, ini berarti bahwa setiap keputusan yang diambil bersama harus disertai dengan sikap terbuka dan menerima, agar semua anggota merasa didukung dan dihargai.
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, yang menjelaskan bahwa melalui gerakan tepuk tangan yang menyertai lirik tersebut, peserta lebih mudah menghafal nilai-nilai penting ini. Lebih dari itu, gerakan ini dimaksudkan untuk menjadi pengingat dan alat pencair konflik ketika pasangan menghadapi masalah, dengan mengajak mereka kembali pada esensi keluarga sakinah yang dibangun atas prinsip keadilan, keseimbangan, dan saling pengertian (sulbar.kemenag.co.id).
Konteks komunikasi kelompok, “Tepuk Sakinah” berperan sebagai ice breaking dan alat pemersatu yang efektif. Gerakan sederhana yang dikombinasikan dengan lirik yang mudah diikuti membantu mencairkan suasana, membangun keakraban, dan memperkuat solidaritas antar peserta bimbingan perkawinan. Ini merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang memperkuat pesan moral sekaligus menciptakan ikatan emosional antar anggota kelompok.
Pendekatan edukasi ini juga memperlihatkan bagaimana pesan-pesan berat tentang kehidupan berkeluarga bisa disampaikan dengan cara yang menyenangkan dan mudah diingat sehingga meningkatkan kesediaan peserta untuk menginternalisasi materi tersebut.
Simbol tepuk tangan menjadi identitas kelompok yang merepresentasikan komitmen bersama untuk membangun keluarga sakinah. Selain sebagai media komunikasi kelompok, fenomena ini juga mencerminkan peran penting inovasi dalam sebuah organisasi seperti Kementerian Agama.
Dengan membangun budaya organisasi yang atraktif dan partisipatif, “Tepuk Sakinah” meningkatkan motivasi peserta dalam mengikuti program Bimwin. Suasana pembelajaran menjadi lebih hidup dan bersemangat berkat format interaktif ini.
Organisasi ini juga memperkuat perannya dalam membangun karakter dan nilai sosial yang baik, dengan menanamkan prinsip nondiskriminasi, nonkekerasan, dan moderasi dalam beragama melalui aktivitas pembelajaran yang mudah diakses dan menyenangkan.
Keberhasilan “Tepuk Sakinah” menunjukkan betapa simbol sederhana dapat menjadi sarana efektif dalam memperkuat budaya dan komunikasi organisasi yang positif dan inklusif.
Tepuk Sakinah telah berhasil memecahkan kebekuan dalam penyampaian materi pendidikan keluarga yang selama ini dianggap serius dan berat. Fenomena ini menjangkau berbagai kalangan, mulai dari calon pengantin, praktisi pernikahan, hingga masyarakat umum.
Dampak positifnya mencakup peningkatan pemahaman konsep keluarga sakinah dan mempererat komunikasi antar pasangan dan kelompok masyarakat. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga agar tepuk ini tidak hanya menjadi ritual seremonial tanpa makna.
Penting bagi fasilitator dan peserta Bimwin untuk memastikan nilai-nilai yang diangkat melalui tepuk ini benar-benar dihayati dan diaplikasikan dalam kehidupan keluarga sehari-hari agar dapat menurunkan angka perceraian dan meningkatkan kualitas rumah tangga di Indonesia.
Selain itu, perlu diupayakan agar inovasi komunikatif seperti ini dapat diteruskan dan dikembangkan menjadi berbagai bentuk media pembelajaran yang relevan sesuai perkembangan zaman, terutama bagi generasi muda yang melek teknologi. Fenomena viral “Tepuk Sakinah” adalah contoh nyata betapa inovasi komunikasi dalam bentuk simbol dan yel-yel dapat menjadi alat pembelajaran yang efektif di kelompok maupun organisasi.
Dengan membekali calon pengantin dan masyarakat dengan nilai-nilai sakinah melalui sarana komunikasi yang menarik dan mudah diingat, program ini bukan hanya menciptakan efek viral tetapi juga berdampak positif pada pembentukan keluarga yang harmonis.
Keberhasilan “Tepuk Sakinah” membuka jalan bagi berbagai inovasi komunikasi pendidikan yang mengedepankan kolaborasi, partisipasi, dan kemudahan pemahaman nilai-nilai luhur dalam masyarakat.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News