Fokus dan Tenang Berpolitik

Fokus dan Tenang Berpolitik

HARIAN.NEWS – Kita tahu politik itu rumit dan penuh intrik, banyak drama seperti drakor. Apalagi melihat drama politik ala banteng merah yang sedang menuai kritik. Kita sebagai masyarakat diharapkan bijak, harus bisa melihat secara obyektif.

Paling tidak narasi dan diksi ditempatkan dengan tepat. Tidak menimbulkan pemaknaan yang dangkal. Fokus dengan program kerja sesuai visi lisi dan tenang berdiplomasi jauh lebih menambah pengaruh elektabilitas.

Sosial media ramai oleh orasi sumpah serapah yang ditujukan kepada Jokowi. Kemarahan seperti harus diluapkan ke halayak. Sangat tidak berkelas perilaku yang dipertontonkan oleh elit politik. Etika seakan menabrak kewarasan menyeruduk seperti banteng matador.

Politik memang penuh negosiasi, tetapi etika dan legitimasi harga mati.

Etika merupakan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam berpikir, bersikap dan mengatur tingkah lakunya. Nilai dan norma biasanya identik dengan ahlak dan moral.

Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta nilai nilai demokrasi seberapa jauh etika dijalankan.

Secara umum hal-hal yang diakui dan diterima sudah pasti sah dan legal. Namun ada kalanya hal yang dipandang legal belum tentu diakui dan diterima.

Alokasi anggaran negara untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 memakan biaya hingga Rp 71,3 triliun. Sementara biaya yang dikeluarkan oleh calon legislatif (bukan dari negara) untuk mendekati dan merawat konsituen juga nilainya sangat fantastis.

Artinya mahalnya biaya pemilu dirasakan oleh semua pihak. Situasi rumit menyangkut pembiayaan membuat demokrasi mengalami kemunduran. Politik NPWP (nomor piro wani piro) dominan mewarnai dan berkontribusi pada kekacauan dan tingginya biaya demokrasi 2024.

Kebiasaan menggunakan uang membuat masyarakat menjadi materialistis, menjadikan pemilu kita sebatas jual beli suara, demokrasi tak ubahnya seperti jargon kosong.

Politikus yang korup, tidak kompeten dan hanya mementingkan kelompoknya memicu kekecewaan publik. Menyebabkan kemunduran dan kelelahan berdemokrasi. Di mana dalam pengambilan keputusan yang berkepanjangan akan mempengaruhi kualitas keputusan dan menimbulkan kelelahan bagi pemilih dan pemangku kepentingan.

(IGA K)

Baca berita lainnya Harian.news di Google News