Kartini di Pete-pete

HARIAN.NEWS – Akan selalu menjadi magnet jika perempuan dijadikan objek. Kecantikan, kelemahlembutan, kepiawaian serta manuver-manuvernya yang susah ditebak, tidak salah juga dia dijuluki sebagai mahluk misterius di lain waktu.
Akan sangat disayangkan indahnya perempuan dengan segala penghormatan, tak ayal terkadang mencederai power-nya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang agung. Beberapa kejadian ia lakukan tanpa sadar, mengganggu nilai estetika di tempat umum.
Kebetulan ketika menumpang pete-pete penuh sesak oleh kaum hawa yang habis merayakan Hari Kartini di Graha Pena, mengundang tanya. Sepanjang perjalanan macet, pengap, panas dan hingar bingar dentuman musik yang menghentak dari dalam pete-pete. Sopir dan teman duduknya nampak gembira mendengarkan “house music” untuk mengalihkan situasi mumet di perjalanan.
Dari kejauhan berkumandang pula azan Magrib. Tidak peduli, suara azan di antara musik semakin menambah keriuhan seperti di klub malam. Seorang wanita cantik berkebaya di pojokan meminta, “pak sopir kecilkan sai musiknu, biar azan lewat dulu”. Supir acuh tak acuh tidak ingin diganggu kesenangannya entahlah, musik tetap berdentum. Penumpang lain juga terlihat diam dan sibuk dengan ponsel masing-masing.
Pesan apa kira-kira yang ingin disampaikan. Mengajak orang lain paham bahwa waktu ibadah tiba agar tidak asyik sendiri? Harus hening meski di jalanan? Memberi masukan positif pada orang tertentu seperti itu tidak memberi pengaruh, percuma. Tidakkah biasanya hal semacam ini dilakukan apabila di rumah atau di ruang rapat. Yang kedua, bukankah terkesan menggurui? Merasa terpanggil sebagai Muslimah sejati. Wajib menyampaikan pesan kebaikan meski satu ayat.
Banyak kejadian demi kejadian serupa bahkan ekstrem akan dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Ada sekumpulan orang yang gemar dengar musik. Ada pula sebaliknya dll. Begitu seterusnya, tidak mungkin diubah, sudah merupakan karakter dasar. Apalagi di jalanan. Maka biarkan saja. Ibarat kata, tidak usah paksa lalat jadi kupu-kupu, pun jangan berupaya menegakkan benang basah. Ujung-ujungnya malah hati jadi tergores. Jikalau pesan ingin didengar harus memantaskan berbagai aspek, di mana, kapan, ketepatan dan kelayakannya.
Fokus bahagiakan diri, jangan menjadi polisi moral bagi orang lain. Jadilah pribadi yang menyenangkan dan penuh welas asih dalam segala situasi.
(IGA K)
Baca berita lainnya Harian.news di Google News