Kronologi Penerbitan SHM di Kawasan Hutan Mangrove Maros

Kronologi Penerbitan SHM di Kawasan Hutan Mangrove Maros

HARIAN.NEWS, MAROS – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Maros menanggapi polemik kepemilikan lahan seluas 6 hektar di kawasan hutan mangrove yang telah bersertifikat Hak Milik (SHM). Sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2009 dan diduga atas nama seorang warga berinisial AM.

Kepala Kantor BPN Maros Murad Abdullah, menjelaskan bahwa saat sertifikat diterbitkan, lahan tersebut belum dikategorikan sebagai kawasan mangrove.

“Dengan rinci itu, maka sertifikat yang timbul adalah sertifikat hak milik. Nah pada tahun 2009 itu lokasi yang dimaksud itu belum masuk dalam kawasan mangrove. Ini ada dua sertifikat yang terbit pada tahun 2009,” kata Murad kepada wartawan, Sabtu (1/2/2025).

Namun, tiga tahun kemudian, Pemerintah Kabupaten Maros mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2012, yang mengubah status lahan tersebut menjadi kawasan hutan mangrove karena lokasinya berada di daerah pesisir.

“Maka proses hak pakai dimana pemohon bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik itu tidak kami proses lebih lanjut, alasannya karena sekarang sudah masuk ke ranah APH dan disinyalir adanya pengrusakan mangrove,” ujarnya.

Murad menambahkan, pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros untuk menentukan langkah selanjutnya terkait status kepemilikan lahan tersebut.

“Dalam hal pengrusakan mangrove dan penerbitan sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan Maros adalah dua hal sejajar tetapi tidak bersinggungan satu penerbitan, satu pengrusakan sehingga kembali lagi kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros. Apakah nanti kita tingkatkan hak atau pada hak pakai kita menunggu dari keputusan penyelidikan Polres Maros,” jelasnya.

Dugaan Pengrusakan Mangrove

Sementara itu, pihak kepolisian tengah menyelidiki dugaan pengrusakan hutan mangrove di Desa Kuricaddi, Kabupaten Maros. Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu, menyatakan bahwa penyelidikan ini bermula dari laporan warga mengenai aktivitas ilegal di kawasan tersebut.

“Penyidik telah meminta keterangan dari ahli lingkungan hidup. Untuk terlapor berinisial AM,” ujar Aditya.

Ia mengungkapkan bahwa AM diduga membabat habis pohon mangrove jenis api-api menggunakan alat pemotong mesin.

“Berdasarkan perhitungan kerusakan lingkungan ditemukan kurang lebih 6 hektar yang telah dilakukan pengrusakan sehingga menjadi lahan terbuka,” katanya.

Berdasarkan keterangan AM, lahan tersebut dirusak untuk dijadikan tambak ikan. Bahkan, ia mengklaim telah memiliki SHM atas tanah tersebut.

“Yang bersangkutan ingin membuat tambak ikan. Setelah kami kumpulkan informasi, lahan tersebut merupakan sertifikat hak milik dari terlapor,” terang Aditya.

Namun, penyidik masih mendalami keabsahan SHM tersebut, mengingat hutan mangrove sudah ada sejak lama sebelum sertifikat diterbitkan.

“Sementara ini kami masih mendalami bagaimana peristiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove. Diketahui bahwa tanaman mangrove ini sudah ada sejak lama, sebelum SHM ini ada. Jadi tidak mungkin mangrove dikelola secara garapan yang mana tanaman itu diketahui, tanaman yang dilindungi,” pungkasnya.

Penulis: Nursinta 

Baca berita lainnya Harian.news di Google News