Menjawab Tantangan Kesehatan Dunia, Taruna Ikrar: BPOM Hadirkan Regulasi Stemcell yang Berpihak Pada Keamanan Rakyat Indonesia

Menjawab Tantangan Kesehatan Dunia, Taruna Ikrar: BPOM Hadirkan Regulasi Stemcell yang Berpihak Pada Keamanan Rakyat Indonesia

HARIAN.NEWS, JAKARTA – Di tengah pesatnya perkembangan ilmu biologi dan terapi modern, dunia kesehatan kini menghadapi tantangan besar, bagaimana memastikan kemajuan ilmu pengetahuan benar-benar membawa manfaat bagi kehidupan manusia.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., Ph.D., menegaskan komitmen Indonesia untuk menjawab tantangan tersebut melalui penguatan regulasi terapi sel punca (stem cell) yang berpihak pada keselamatan, efektivitas, dan nilai kemanusiaan.

Pernyataan itu disampaikan dalam forum ilmiah Indonesia Orthopaedic Mechano Biology Society (IOMBS) Congress 2025 dengan tema “A Hope for Biological Reinforcement in Clinical Practice.”

Dalam paparannya, Taruna Ikrar menjelaskan bahwa terapi biologis dan sel punca merupakan terobosan besar yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit kronis yang sebelumnya sulit diobati, namun sekaligus membutuhkan pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan.

“BPOM hadir bukan untuk menghambat inovasi, tapi untuk memastikan setiap inovasi berpihak pada kehidupan. Regulasi sel punca bukan sekadar aturan ilmiah, melainkan penjaga etika dan kemanusiaan,” tegas Taruna Ikrar.

Selama beberapa dekade terakhir, penelitian dan produksi obat berbasis biologis meningkat pesat di seluruh dunia. Menurut data IQVIA, pada tahun 2023 obat biologis telah mencapai 42% pangsa pasar global dan terus tumbuh lebih dari tiga kali lipat dibanding obat molekul kecil. Diperkirakan pada tahun 2027, penjualan obat biologis akan mendominasi 55% dari total obat inovatif di dunia.

Melihat tren global tersebut, Indonesia melalui BPOM mengambil langkah strategis dengan menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Advanced Therapy Medicinal Products (ATMP).

Regulasi ini mengatur seluruh proses mulai dari pengembangan, produksi, pengendalian mutu, hingga aspek klinis dan farmakovigilans produk terapi tingkat lanjut seperti terapi gen, terapi sel, dan rekayasa jaringan.

Regulasi ini juga menegaskan kolaborasi antara BPOM dan Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan berwenang dalam perizinan operasional fasilitas penelitian dan layanan. BPOM bertanggung jawab terhadap izin edar produk dan sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP).

Langkah ini sejalan dengan standar internasional seperti WHO, ICH, PIC/S, EMA, US-FDA, TGA, PMDA, dan HSA. Pelanggaran terhadap regulasi ini diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, dengan ancaman denda maksimal Rp5 miliar dan pidana hingga 12 tahun.

“Dengan regulasi yang jelas, kita memastikan bahwa setiap terapi sel punca yang dikembangkan di Indonesia bukan hanya aman dan bermutu, tapi juga berorientasi pada nilai kemanusiaan untuk menyembuhkan, bukan sekadar memperdagangkan harapan,” ujar Taruna Ikrar.

Taruna menambahkan, pedoman ini juga diharapkan menjadi fondasi penting bagi percepatan riset dan inovasi berbasis sel punca di Indonesia, sejalan dengan visi “Menjulang, Membumi, dan Mengakar” yang diusung BPOM menjulang dalam standar global, membumi dalam penerapan nasional, dan mengakar dalam nilai kemanusiaan.

“Ilmu dan regulasi harus berjalan seiring. Karena di balik setiap molekul dan sel, ada kehidupan yang harus kita jaga,” tutupnya penuh makna.

Melalui penguatan regulasi terapi sel punca, Indonesia menunjukkan perannya di kancah global sebagai bangsa yang tidak hanya mengikuti arus kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi juga menuntunnya dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab moral terhadap kehidupan.

Baca berita lainnya Harian.news di Google News