Miris, Overtreatment RS Picu Kondisi Buruk Pasien dalam Jangka Panjang

Miris, Overtreatment RS Picu Kondisi Buruk Pasien dalam Jangka Panjang

HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Media finansial Investortrust.id menggelar  seminar Investortrust Power Talk bertajuk “Upaya Publik Tekan Fraud dan Overtreatment di Layanan Kesehatan”. Kegiatan ini dihelat secara hybrid di Four Points Sheraton Hotel, Makassar, Rabu (11/9/2024).

Terselenggaranya kegiatan ini dengan mengangkat isu kesehatan karena melihat banyaknya kasus overtreatment yang kerap terjadi di layanan kesehatan dan ini sangat memprihatinkan di kalangan masyarakat.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, saat ini pemerintah belum mengoptimalkan fungsi  lembaga-lembaga pengawasan layanan kesehatan, seperti Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) untuk menekan  tindakan overtreatment dan overclaim di layanan kesehatan.

“Perawatan medis yang berlebihan atau tidak perlu dengan motif meningkatkan pendapatan bagi institusi medis bisa berujung pada meningkatnya beban finansial bagi pasien. Pasien pun bisa menerima dampak buruk pada kesehatannya dalam jangka panjang,” ucapnya.

“Untuk itu, pemerintah perlu mengoptimalkan lembaga dewan pengawas kedokteran dan pelayanan kesehatan untuk menangani overclaimed dan overtreatment,” sambung Agus Pambagio.

Selanjutnya ia menyampaikan , tindak overtreatment kerap didasari oleh adanya keuntungan yang bisa diterima oleh dokter dan fasilitas kesehatan  dengan memberikan lebih banyak layanan atau prosedur medis, meskipun mungkin tidak semuanya diperlukan.

“Sistem pembayaran berbasis fee-for-service di mana dokter dibayar berdasarkan jumlah layanan yang mereka berikan, bukan berdasarkan hasil atau kualitas perawatan, dapat mendorong overtreatment,” kata Agus.

Selain itu, Pengamat Layanan Kesehatan, Budisuharto menyebut bahwa overtreatment selain juga dipicu oleh pemahaman yang minim dan adanya insentif finansial bagi penyedia layanan kesehatan.

“Insentif finansial ini bisa disebabkan oleh faktor rendahnya tingkat utilisasi alat kesehatan yang dimiliki fasilitas kesehatan tersebut, hingga  rendahnya tingkat bed occupation rate,” ujarnya.

Budisuharto juga menyebut overtreatment bisa saja terjadi dengan latar belakang  tekanan hukum atau medis defensif,  kurangnya standar klinis yang jelas, termasuk rendahnya edukasi pasien tentang perawatan yang sesuai.

Namun ia juga menekankan bahwa publik juga harus waspada pada potensi terjadinya fraud atau kecurangan di layanan kesehatan.

Imbauan Budisuharto disampaikan menyusul mengemukanya sebuah kasus fraud di tiga rumah sakit, yang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan telah mengakibatkan kerugian di pihak BPJS Kesehatan senilai Rp 35 miliar.

Terkait fraud, Budisuharto menyebut bisa terjadi dengan modus klaim asuransi palsu atau berlebihan, pemalsuan diagnosis agar diperoleh pembayaran lebih tinggi untuk penyedia layanan kesehatan, hingga penggunaan identitas pasien untuk klaim fiktif, serta penagihan layanan pada pasien yang sejatinya tidak diberikan.

 

Baca berita lainnya Harian.news di Google News