Swasembada Pangan Era Prabowo

Oleh : IGA Kumarimurti Diwia
(Pemred Harian.news)
HARIAN.NEWS – Swasembada pangan menurut WHO adalah sejauh mana sebuah negara mampu memenuhi kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri. Dalam definisi lebih ekstrem swasembada berarti menutup seluruh pintu perdagangan pangan dan mengandalkan sepenuhnya produksi dalam negeri.
Upaya mencapai target swasembada pangan dua pemerintahan terakhir jauh dari cita-cita dan harapan. Alih-alih swasembada, impor komoditas pangan justru membengkak.
100 persen gandum, 100 persen bawang putih, 97 persen kedelai, 82 persen susu, 70 persen gula, 50 persen daging sapi/kerbau, 10 persen jagung dan 10-13 persen beras harus dipenuhi dengan impor.
Swasembada pangan di era Prabowo yang dirancang Kementerian Pertanian ditempuh melalui proyek pompanisasi 1 juta hektar, optimalisasi lahan 360.000 hektar, revitalisasi irigasi dan bendungan, transformasi dari pertanian tradisional ke modern, pengembangan benih unggul dan pelibatkan petani milenial.
Salah satu program juga terkesan ambisius, percetakan sawah 3 juta hektar di Merauke. Ditengah kegagalan pengembangan lahan sawah skala besar sejak 26 tahun dikhawatirkan mengulang kegagalan dan meninggalkan dampak kerusakan lingkungan yang lebih meluas. Zulkifli Hasan Menko Bidang Pangan mengatakan di media, akan nampak realistis target pencetakan sawah 1 juta hektar, meski sangat sulit mencapainya.
Menurut seorang pengamat pertanian, akan lebih masuk akal jika swasembada dimaknai pemerintah tidak impor beras. Dan di tahun 2025 Indonesia bisa swasembada karena iklim kembali normal akibat dampak El Nino sudah berakhir.
Target perlu diubah dari target swasembada berbagai komoditas menjadi target mengerem laju impor pangan. Mampu bertahan selama 5 tahun kedepan tidak mengalami kenaikan, itupun sebuah prestasi luar biasa. Semboyan swasembada pangan harus disertai peningkatan kesejahteraan petani. Petani sejahtera, produksi meningkat, negara kuat.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News