Industri Tekstil Terpuruk: 60 Pabrik Tutup, 250 Ribu Pekerja di PHK

JAKARTA, HARIAN.NEWS – Krisis melanda sektor tekstil Indonesia. Dalam dua tahun terakhir, sebanyak 60 pabrik tekstil terpaksa menutup operasinya, menyebabkan sekitar 250 ribu pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Data ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, yang menyebut situasi ini sebagai ancaman serius bagi keberlanjutan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia.
Noel, sapaan akrab Immanuel, mengatakan data ini diperolehnya dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI). Ia menjelaskan, salah satu faktor utama yang memicu krisis ini adalah maraknya impor ilegal (penyelundupan) yang menghancurkan daya saing industri TPT.
“Menurut APSyFI, penyelundupan telah memperparah kondisi industri tekstil. Dalam dua tahun terakhir, 60 pabrik kolaps, dan sekitar 250 ribu pekerja harus kehilangan pekerjaan. Jika data ini benar, pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi industri lokal,” ujar Noel dalam pernyataannya, Sabtu (4/1/2025).
Selain berdampak langsung pada sektor tekstil, impor ilegal ini juga melemahkan industri petrokimia sebagai penyedia bahan baku utama, seperti Purified Terephthalic Acid (PTA).
APSyFI bahkan memperingatkan bahwa kondisi ini dapat mengarah pada de-industrialisasi, mengancam keberlangsungan ekonomi nasional.
Dampak Berantai PHK
Noel juga menyoroti dampak besar dari gelombang PHK ini. Ia mengingatkan, setiap pekerja yang kehilangan pekerjaan memengaruhi kehidupan keluarga mereka, yang rata-rata berjumlah empat orang.
Selain itu, krisis ini turut berdampak pada pelaku UMKM yang bergantung pada konsumsi rumah tangga pekerja pabrik, seperti pedagang pasar, pemilik warung, hingga penyedia rumah kontrakan.
“Kita sering menganggap remeh PHK. Padahal, ini adalah bom waktu sosial dan ekonomi yang melibatkan banyak sektor, termasuk UMKM yang menjadi penopang ekonomi masyarakat kecil,” jelasnya.
Perlu Tindakan Konkret
Noel menekankan pentingnya peran lintas kementerian untuk menangani krisis ini. Ia mengapresiasi upaya Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan yang dibentuk Menko Polhukam Budi Gunawan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, namun berharap langkah-langkah yang diambil dapat segera memberikan dampak signifikan.
“Masalah ini tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Ketenagakerjaan. Seluruh instansi pemerintah harus terlibat aktif. Kemnaker selama ini seperti hanya menjadi ‘tukang cuci piring’ yang menangani dampak tanpa mencegah penyebabnya,” tandas Noel.
Daftar Pabrik yang Terkena Dampak
Dalam laporan APSyFI, sejumlah perusahaan besar seperti PT Sritex Group, PT Kahatex, hingga PT Apac Inti Corpora disebut mengalami pengurangan tenaga kerja, bahkan sebagian besar pabrik seperti PT Delta Merlin Tekstil, PT Dupantex, dan PT Argo Pantes terpaksa menutup operasinya.
Berikut Data Perusahaan yang Tutup, PHK, dan Merumahkan Tenaga Kerja dari APSyFI:
1. PT Adetex (500 tenaga kerja dirumahkan)
2. Agungtex Gruoup (2.000 tenaga kerja dirumahkan)
3. PT Alenatex (tutup – PHK 700 tenaga kerja)
4. PT Apac Inti Corpora (pengurangan tenaga kerja)
5. PT Argo Pantes Bekasi (tutup – berhenti produksi)
6. PT Asia Citra Pratama (tutup – berhenti produksi)
7. PT Asia Pacific Fiber Kaliwungu (pengurangan tenaga kerja)
8. PT Asia Pacific Fiber Karawang (PHK 2.500 tenaga kerja)
9. PT Bitratex (pengurangan tenaga kerja)
10. PT Centex – Spinning Mills (tutup – berhenti produksi)
11. PT Chingluh (PHK 2.000 tenaga kerja)
12. PT Damatex ( tutup – berhenti produksi)
13. PT Delta Merlin Tekstil I – Duniatex Group (PHK 660 tenaga kerja)
14. PT Delta Merlin Tekstil II – Duniatex Group (PHK 924 tenaga kerja)
15. PT Djoni Texindo (tutup – berhenti produksi)
16. PT Dupantex (tutup – berhenti produksi)
17. PT Efendi Textindo (tutup – berhenti produksi)
18. PT Fotexco Busana Internasional (tutup – berhenti produksi)
19. PT Grand Best (PHK 300 tenaga kerja)
20. PT Grand Pintalan (tutup – berhenti produksi)
21. PT Grandtex (tutup – berhenti produksi)
22. PT Gunatex (tutup – berhenti produksi)
23. PT HS Aparel (tutup)
24. PT Indachi Prima (pengurangan tenaga kerja)
25. PT Jelita (tutup – berhenti produksi)
26. PT Kabana (PHK 1.200 tenaga kerja)
27. PT Kaha Apollo Utama (tutup – berhenti produksi)
28. PT Kahatex (pengurangan tenaga kerja)
29. PT Kintong (tutup – berhenti produksi)
30. Kusuma Group : PT Pamor, PT Kusuma Putra, PT Kusuma Hadi (tutup – PHK 1.500 tenaga kerja)
31. PT Lawe Adyaprima Spinning Mills (tutup – berhenti produksi)
32. PT Lojitex (tutup – berhenti produksi)
33. PT Lucky Tekstil (PHK 100 tenaga kerja)
34. PT Mafahtex Tirto (tutup – berhenti produksi)
35. PT Miki Moto (tutup – berhenti produksi)
36. PT Mulia Cemerlang Abadi (tutup – berhenti produksi)
37. PT Mulia Spindo Mills (tutup – berhenti produksi)
38. PT Nikomas (bertahap ribuan pekerja)
39. PT Ocean Asia Industry (tutup – PHK 314 tenaga kerja)
40. PT Panca Sindo (tutup – berhenti produksi)
41. PT Pismatex (pailit – PHK 1.700 tenaga kerja)
42. PT Polyfin Canggih (pengurangan tenaga kerja)
43. PT Pulaumas Tekstil (PHK 460 tenaga kerja)
44. PT Rayon Utama Makmur (tutup)
45. PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. (tutup – berhenti produksi)
46. PT Sai Aparel (relokasi sebagian)
47. PT Saritex (tutup – berhenti produksi)
48. PT Sembung Tex (tutup – berhenti produksi)
49. PT Sinar Panca Jaya (pengurangan tenaga kerja)
50. PT South Pacific Viscose (pengurangan tenaga kerja)
51. Sritex Group (2.500 tenaga kerja dirumahkan)
52. PT Starpia (tutup)
53. PT Sulindafin (tutup-berhenti produksi)
54. PT Sulindamills (tutup-berhenti produksi)
55. PT Tifico Fiber Industries (pengurangan tenaga kerja)
56. PT Tuntex (tutup – PHK 1.163 tenaga kerja)
57. PT Wiska Sumedang (tutup – PHK 700 tenaga kerja)
58. PT Primissima (tutup – berhenti produksi)
59. PT Sritex (pailit)
60. PT Asia Pasific Fibers Karawang (berhenti beroperasi)
Krisis ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan pelaku industri untuk bersama-sama menjaga keberlanjutan sektor tekstil, yang selama ini menjadi salah satu penyumbang terbesar tenaga kerja di Indonesia.
Langkah tegas melawan impor ilegal dan kebijakan perlindungan industri lokal dinilai sebagai solusi yang mendesak untuk mencegah terulangnya krisis serupa di masa depan. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News