Indonesia Butuh Coast Guard, Komisi I DPR RI Desak Reformasi Keamanan Laut

HARIAN.NEWS, JAKARTA – Permasalahan keamanan laut Indonesia kembali menjadi perhatian serius dalam Rapat Kerja Komisi I DPR RI bersama Kemenko Polhukam dan Kemenko Hukum dan HAM pada Selasa (11/2/2025).
Dalam rapat tersebut, berbagai tantangan di sektor keamanan laut mengemuka, termasuk tumpang tindih kewenangan antar kementerian dan lembaga (KL) yang membuat koordinasi tidak efektif.
Wakil Menko Polhukam, Jenderal (Purn) Loedwijk Paulus, menegaskan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga wilayah lautnya.
Laut Indonesia saat ini tidak hanya menjadi jalur perdagangan, tetapi juga rawan penyelundupan narkoba, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan pencurian sumber daya alam oleh kapal asing.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof. Yusril Ihza Mahendra menyampaikan rekomendasi penting, yakni penguatan regulasi keamanan laut serta pembentukan satu institusi yang bertanggung jawab sebagai Coast Guard Indonesia.
Menurutnya, langkah ini akan memberikan kepastian hukum dan meningkatkan efektivitas pengawasan di laut.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Syamsu Rizal MI atau yang akrab disapa Deng Ical, turut meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan komitmen politik yang kuat dalam menyelesaikan permasalahan keamanan laut.
Deng Ical menyoroti besarnya jumlah kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan laut, mulai dari TNI AL, Polri (Dirpolairud), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Keuangan (Bea Cukai), hingga Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Dengan 13 kementerian dan lembaga yang memiliki kewenangan di laut, ego sektoral sering kali menghambat koordinasi. Ini menyebabkan penegakan hukum menjadi tidak efektif dan efisien,” ujarnya.
Indonesia, yang memiliki posisi strategis sebagai Poros Maritim Dunia (Global Maritime Nexus – GMN), seharusnya memiliki sistem keamanan laut yang lebih kuat dan terintegrasi.
Regulasi yang masih tumpang tindih, seperti UU No. 32/2014 tentang Kelautan yang menempatkan Bakamla sebagai koordinator keamanan laut, UU No. 17/2008 yang memberi mandat kepada Syahbandar terkait keselamatan pelayaran, serta PP No. 13/2022 tentang keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di perairan Indonesia, perlu segera dievaluasi agar lebih harmonis.
Selain keamanan, aspek ekonomi juga menjadi perhatian. Potensi kerugian negara akibat lemahnya pengawasan laut diperkirakan mencapai Rp 40 triliun per tahun, belum termasuk dampak ekonomi yang merugikan sektor pertanian, perikanan, industri garmen, dan tenaga kerja Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Deng Ical juga mengusulkan agar anggaran pertahanan nasional ditingkatkan menjadi 2-4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), dengan koordinasi antara Kemenko Polhukam, Kemenhan, dan Kemenkeu.
Dengan meningkatnya ancaman di laut, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memperkuat regulasi dan membangun sistem keamanan laut yang lebih terintegrasi demi melindungi kedaulatan serta kepentingan nasional. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News