HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Bernegara harus melibatkan rasa dan empati yang terus ditumbuhkan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan menciptakan lingkungan lebih stabil dan harmonis.
Dengan kata lain berani memeluk kemanusiaan. Inilah kunci dan alasan mengapa demokrasi diperjuangkan, agar terwujud hidup damai sejahtera dan harmoni.
Dalam konteks bernegara, dari pusat pemerintahan hingga tingkatan di bawahnya wajib memiliki empati yang terhubung. Berkomitmen bersama meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan.
Baca Juga : BPJS dan Jerit Senyap yang Luput
Mengurangi kesenjangan sosial tentu dengan memahami dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi, setidaknya meningkatkan kualitas hidup dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan rakyat, sudah sepatutnya menjadi standar minimal untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, kedekatan emosi akan terjaga dan terhubung, ini sangat penting karena dapat membantu membangun hubungan yang kuat, dalam meningkatkan kesadaran sosial dan menciptakan lingkungan yang lebih positif.
Mundurnya Rahayu Saraswati (keponakan Presiden Prabowo) sebagai DPR RI dari partai Gerindra adalah pembelajaran bagi generasi milenial. Dia lupa bahwa melontarkan kalimat ajakan untuk membangun dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di perkotaan dan pelosok berbeda pendekatan.
Baca Juga : Pendengung dan Pemengaruh
Indonesia luas dan negara besar. Tidak mudah mewakilkan, niat baik saja bahkan perbuatan baikpun tidak cukup apalagi mengeneralisir keadaan, inilah bentuk kesalahan, memicu kemarahan rakyat, terkesan sangat tidak manusiawi. Mengatakan “jika rakyat terus bergantung pada pemerintah itu tak ubahnya mengadopsi kehidupan zaman kolonial”.
Ia diminta mundur karena abai dengan kepercayaan yang diberikan rakyat untuk memperjuangkan aspirasi, ia amnesia dibayar dari pajak rakyat.
Lahir di lingkungan keluarga berada berbeda dengan anak yang dilahirkan di keluarga tidak mampu, namun setidaknya dapat memahami dan sesekali pernah ikut merasakan penderitaan orang lain, caranya terus belajar dan membuka wawasan, terjun langsung ke bawah. Dituntut menjadi bijak, kalau tidak mampu, harus menambah jam terbang, mengasah diri.
Banyak aspek yang menjadikan perbedaan mendasar antara orang yang dilahirkan dari keluarga berada dan keluarga tidak mampu, baik secara materi maupun spiritual. Bagi keluarga mampu, akses untuk pendidikan berkualitas, kesehatan memadai dan sumber penghasilan yang cukup, merupakan sebuah privilese.
Baca Juga : Dampak AI bagi Kaum Minoritas
Mereka yang hidup serba sulit, terbatas dan rentan, sangat kesusahan untuk meningkatkan kualitas hidup. Dimana perspektifnya berbeda tentang kehidupan, lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan dan lebih menghargai nilai-nilai sederhana.
Namun, perlu diingat bahwa perbedaan antara keluarga mampu dan kurang mampu tidak hanya terletak pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial, budaya, dan psikologis. Setiap individu memiliki pengalaman dan perspektif yang unik, terlepas dari latar belakang keluarga mereka. Banyak orang pamer hasil, tapi sedikit yang pamer proses. Maka bijaklah bersikap dan bertutur kata. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
