Logo Harian.news

Keberanian Gubernur Tolak Perpanjang Kontrak Karya Vale Mesti Disambut

Editor : Redaksi Rabu, 05 Oktober 2022 22:04
Diskusi Publik 'Pepanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia, Siapa Untung?', Rabu (5/10).
Diskusi Publik 'Pepanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia, Siapa Untung?', Rabu (5/10).

MAKASSAR, HARIANEWS.COM – PT Vale Indonesia Tbk, perusahaan tambang yang berlokasi di Luwu Timur, Sulsel, terus menuai sorotan akhir-akhir ini.

Terutama setelah adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Panja Vale Komisi VII DPR RI dengan Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan Gubernur Sulawesi Selatan, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, 8 September 2022 lalu.

Apalagi, ketiga gubernur tersebut sepakat dan kompak menolak perpanjangan kontrak PT Vale Indonesia.

Baca Juga : KPU Buka Layanan Helpdesk untuk Informasi Seputar Cagub Sulsel 2024

Dimana izin kontrak konsesi tambang nikel dari PT Vale Indonesia akan berakhir pada 28 Desember 2025 mendatang.

Adapun, PT Vale Indonesia dengan luasan konsesi tambang saat ini mencapai 118.000 Hektare (Ha) mendapatkan kontrak karyanya sejak 27 Juni 1968.

Sudah 54 tahun, perusahaan nikel asal Brazil ini, menambang di tiga provinsi di Indonesia, salah satunya di Sorowako, Luwu Timur, Provinsi Sulsel.

Baca Juga : Gelar Rakor, KPK Bakal Perkuat Peran APIP di Sulsel

Persoalan PT Vale Indonesia kembali mencuat dan disorot dalam Diskusi Publik ‘Pepanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia, Siapa Untung?’ yang digelar SMSI Sulsel di Klik Coffee di bilangan Jl Toddopuli Raya, Kota Makassar, Rabu (5/10/2022).

Terungkap kontribusi dari PT Vale Indonesia disebut tidak memberikan dampak signifikan untuk kesejahteraan masyarakat, menjadi alasan kuat dari pemerintah di daerah menolak.

Khusus di Sulsel, berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2022, lima daerah paling miskin di Sulsel adalah Kabupaten Jeneponto dengan persentase 14,28 persen, Pangkep 14,28 persen, lalu disusul Luwu Utara dengan persentase 13,59 persen, kemudian Luwu 12,52 persen, dan selanjutnya Enrekang 12,47 persen.

Baca Juga : Usai Dipasangkan dengan Fatmawati, Andi Sudirman Gercep Rangkul PKB, PKS dan PAN Berkoalisi di Pilgub Sulsel

“Ketika Gubernur Sulsel (Andi Sudirman Sulaiman) berani menyuarakan (menolak), seharusnya Luwu Raya menjemput, artinya harus lebih berani lagi untuk kepentingan wilayahnya,” kata Afrianto, Direktur Nusantara Riset, sebagai pembicara diskusi publik ini, mendukung langkah penolakan perpanjangan izin PT Vale Indonesia.

Afrianto mengulas bagaimana pendekatan ekonomi makro, seperti Indeks Desa Membangun (IDM) di Luwu Timur. Harusnya, keberadaan PT Vale Indonesia yang memiliki nilai pendapatan besar berkontribusi pula dalam kemandirian desa.

PT Vale Indonesia hanya mengintervensi empat kecamatan dari 11 kecamatan di Luwu Timur. Dari empat kecamatan ada 43 desa, dengan klaster ring 1, 2, dan 3.

Baca Juga : Bakal Gelar Rakernas, BEM Unismuh Siap Hadirkan Pj Gubernur Sulsel untuk Sambut Mahasiswa dari Luar Makassar

“Namun, hanya ada enam desa kategori mandiri. 21 lainnya desa masih berkembang, artinya belum optimal mendorong ekonomi ekologi menciptakan kesejahteraan. Ini kita tidak bicara Luwu Raya secara menyeluruh, masih di Luwu Timur. Artinya, tidak sebanding dengan profit besar, tapi tidak korelasi kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Menyinggung penolakan Gubernur Sulsel, Afrianto mengemukakan, sewa tanah hanya Rp60 ribu per hektare. Selama ini wilayah konsesi di Sulsel, Luwu Timur 70 ribu hektare dari PT Vale Indonesia.

“Ini sesuai PP (Peraturan Pemerintah) dianggap tidak adil, telah mengeruk SDA (Sumber Daya Alam), sementara patani sendiri lebih besar biaya dibebankan. Ini harus didorong perubahan PP. Sekaitan harga sewa tanah aktivitas tambang, karena murah sekali,” ungkapnya.

“Kalau ditanya perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia ini, siapa diuntungkan?, yang jelas adalah korporasi. Karena kalau mau sandingkan keberadaan korporasi ternyata problemnya data saya sampaikan tidak korelasi kesejahteraan rakyat,” tambah Afrianto menegaskan.

Afrianto menjelaskan, soal tenaga kerja lokal, yang menyebut PT Vale Indonesia telah mengakomodir lokal di sana, yang ditenggarai tidak sesuai fakta.

“Ini harus didiskusikan. Betulkah orang lokal sepenuhnya, faktanya orang luar yang ber-KTP (Kartu Tanda Penduduk) Luwu. Jadi perlu dilihat dari 3.000 bekerja, berapa asli Luwu bekerja di Vale itu,” jelasnya.

Sementara, Pakar Ekonomi, Bahtiar Maddatuang, mengatakan, sikap Gubernur Sulsel disebut sangat berani dan brilian dalam upaya mendorong kesejahteraan masyarakat.

“Cara berfikir Pak Gubernur sangat brilian dan berani mendesak pusat. Tentu ini agar kontribusi industri strategis di Sulsel (PT Vale Indonesia) adalah terkait hak hidup banyak, kontribusi besar rakyat Sulsel,” katanya.

Menurutnya, kontribusi besar dalam peningkatan daerah itu dari segi pertambangan. Namun, ketika keberadaan pertambangan ini, tak berdampak peningkatan perekonomian daerah, pemerintahlah sebagai perpanjangan masyarakat dapat mengintervensinya melalui kebijakan.

“Sehingga menurut saya Pak Gubernur berani, brilian, cara berfikir pemeritah ini nasinalisme,” ujarnya.

Di akhir diskusi, kedua pemateri mengucapkan terima kasih kepada SMSI Sulsel yang telah menyelenggarakan diskusi publik ini.

“Kita juga patut berterima kasih banyak kepada SMSI yang memberikan ruang bagi masyarakat menyuarakan aspirasinya dan saya salah seoraang mewakili warga Luwu Raya pada kesempatan ini telah menyampaikan kondisi yang ada di lapangan,” beber Afrianto. **

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi@harian.news atau Whatsapp 081243114943

Follow Social Media Kami

KomentarAnda