MTsN 1 Gowa Diterpa Isu Seragam & Tablet, Ini Kronologinya

MTsN 1 Gowa Diterpa Isu Seragam & Tablet, Ini Kronologinya

HARIAN.NEWS,,GOWA — Polemik mencuat di tengah proses penerimaan siswa baru di MTs Negeri 1 Gowa, Sulawesi Selatan.

Sejumlah orang tua siswa mengeluhkan biaya yang dianggap tinggi, yakni mencapai Rp 5 juta per siswa, untuk kebutuhan pengadaan tablet digital dan seragam sekolah.

Kisruh ini sontak memancing perhatian publik, mengingat pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia sudah digratiskan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, praktik di lapangan tampaknya belum sepenuhnya sejalan dengan aturan tersebut.

Orang Tua Mengeluh, Sekolah Membantah

Keluhan dari puluhan wali murid yang anaknya diterima di MTs Negeri 1 Gowa tersebar luas di media sosial dan grup percakapan WhatsApp.

Mereka mempertanyakan mengapa sekolah negeri masih “mewajibkan” pembelian perangkat tablet dan seragam, yang menurut mereka memberatkan, terlebih di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.

Namun, Kepala Sekolah MTsN 1 Gowa, Mansyur Patiroi, membantah tegas tudingan pungutan biaya tersebut.

“Tidak ada pungutan dari pihak kami, baik untuk pengadaan sarana belajar maupun seragam sekolah. Proses penerimaan siswa baru zero persen,” tegasnya saat dihubungi harian.news via ponsel.

Mansyur bahkan mempersilakan siapa pun yang ingin memastikan langsung ke sekolah untuk mendapatkan penjelasan lebih detail.

Tim Media Turun ke Sekolah, Humas Buka Suara

Merespons simpang siur informasi yang beredar, harian.news bersama sejumlah awak media menyambangi MTs Negeri 1 Gowa, pada Jumat (13/6).

Di lokasi, rombongan disambut oleh Muhammad Nasir Suddin, Humas MTs Negeri 1 Gowa, yang menggantikan kepala sekolah karena sedang dinas luar ke Kanwil Kemenag.

Nasir menjelaskan bahwa pengadaan tablet memang merupakan bagian dari program sekolah unggulan yang mengusung digitalisasi madrasah.

“MTs Negeri 1 Gowa masuk dalam program digitalisasi madrasah. Tablet menjadi bagian dari sarana pendukung pembelajaran digital,” jelasnya.

Namun, ia menegaskan bahwa pihak sekolah tidak melakukan pungutan langsung. Pembelian tablet diserahkan kepada masing-masing orang tua siswa, dengan spesifikasi perangkat yang direkomendasikan oleh sekolah.

“Sekolah tidak mengadakan langsung. Kami hanya memberikan spesifikasi yang dibutuhkan. Selanjutnya orang tua bisa membeli di luar sesuai kemampuan masing-masing,” tambah Nasir.

Begitu pula dengan pengadaan seragam sekolah, yang disebutnya hanya berupa arahan, bukan kewajiban.

Sementara itu, Dr. Maskur, bagian analisis program sekolah, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidikan di MTsN 1 Gowa.

“Ini adalah bagian dari strategi pengembangan sekolah unggulan berbasis digital. Kebijakan ini tidak bertentangan dengan keputusan MK,” kata Maskur.

Ia menambahkan bahwa dalam setiap keputusan hukum, termasuk putusan MK, selalu ada ruang untuk revisi dan penyesuaian jika ditemukan ketidaksesuaian dalam implementasi.

Meski pihak sekolah telah memberikan klarifikasi, polemik masih bergulir di kalangan masyarakat Gowa. Banyak yang menilai bahwa meski tidak bersifat wajib secara tertulis, “arahan” sekolah seringkali terasa seperti kewajiban yang tidak bisa ditolak.

Warganet pun ikut bersuara, menjadikan topik ini trending di media sosial lokal. Sejumlah aktivis pendidikan mendesak agar pihak Kementerian Agama dan Ombudsman turun tangan untuk mengklarifikasi dan memberikan solusi agar tidak terjadi salah tafsir di lapangan.

Meski pihak sekolah menyebut tidak ada pungutan wajib, fakta bahwa siswa “diarahkan” membeli tablet dan seragam tetap menimbulkan pertanyaan besar.

Apakah “digitalisasi madrasah” bisa berjalan tanpa membebani wali murid? Atau justru akan membuka celah komersialisasi pendidikan negeri?

Publik kini menanti klarifikasi dan tindakan nyata dari Kementerian Agama serta pemangku kebijakan terkait.***

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Halaman

Penulis : YUSRIZAL KAMARUDDIN