HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Sulawesi Selatan bersiap menghadapi musim kemarau yang diprediksi berlangsung panjang dan membawa dampak serius.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi kekeringan ekstrem, krisis air bersih, dan meningkatnya risiko kebakaran hutan serta lahan (karhutla).
“Indeks ENSO pada awal Maret menunjukkan kondisi netral, dan BMKG memprediksi ini akan bertahan hingga September 2025. Artinya, tidak ada dorongan dari El Nino atau La Nina, tetapi bukan berarti kita bisa lengah,” ujar Forecaster Stasiun Klimatologi Sulawesi Selatan, Chaterina Restu Malino, Selasa (25/3/2025).
Baca Juga : Masuk Musim Kemarau, Kementan, KemenPU, dan Kemendagri Jaga Produksi Lewat Irigasi dan Pompanisasi
Chaterina menyebut, dampak dari musim kemarau tak bisa dianggap remeh. Debit air di waduk dan sungai diprediksi menyusut drastis, menyebabkan kelangkaan air bersih di berbagai daerah. Sawah dan lahan pertanian juga terancam gagal panen akibat irigasi yang minim.
“Krisis air bisa terjadi di banyak wilayah, terutama yang bergantung pada sumber air permukaan. Petani harus bersiap menghadapi masa tanam yang sulit,” kata Chaterina.
Tak hanya itu, udara kering dan minimnya curah hujan meningkatkan risiko karhutla di beberapa daerah rawan.
Baca Juga : Jelang Kemarau, PLN Imbau Masyarakat Waspada Bahaya Korsleting Listrik
“Jika tidak diantisipasi, kebakaran bisa meluas dan menimbulkan kerugian besar, baik ekologis maupun ekonomi,” tambahnya.
BMKG juga mengingatkan pentingnya kesiapan menghadapi musim kemarau ini. Masyarakat diimbau menghemat air, terutama untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian.
“Pemilihan bibit tahan kekeringan dan penyesuaian masa tanam bisa mengurangi dampak bagi petani,” ujar Chaterina.
Baca Juga : Berlangsung hingga Awal April, BMKG Sulsel Ingatkan Pemudik Waspada Cuaca Ekstrem
Di sektor kebencanaan, sistem peringatan dini harus dioptimalkan untuk mencegah penyebaran karhutla. Sementara itu, masyarakat diimbau untuk membatasi aktivitas berat di luar ruangan pada siang hari, menggunakan pelindung seperti tabir surya, serta menjaga hidrasi tubuh agar tidak terdampak dehidrasi.
Dengan puncak kemarau yang diprediksi berlangsung hingga September dan bahkan berlanjut hingga Oktober di beberapa wilayah seperti Selayar dan Wajo, kesiapsiagaan sejak dini menjadi kunci untuk menghindari dampak terburuk.
“Kemarau tahun ini bukan sekadar siklus tahunan biasa. Jika tidak diantisipasi, dampaknya bisa sangat merugikan,” pungkas Chaterina.
Baca Juga : Musim Kemarau di Sulsel Dimulai Mei, Puncaknya Agustus-September
PENULIS: NURSINTA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
