HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau di Sulawesi Selatan akan dimulai pada Mei hingga Agustus 2025, dengan puncaknya terjadi pada Agustus hingga September.
Musim ini berpotensi menyebabkan kekeringan, krisis air bersih, dan meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan.
“Indeks ENSO pada dasarian pertama Maret 2025 tercatat sebesar 0,30, yang menunjukkan kondisi netral. BMKG memprediksi bahwa kondisi netral ini akan bertahan hingga September,” ujar Forecaster Stasiun Klimatologi Sulawesi Selatan, Chaterina Restu Malino, dalam meeting zoom desiminasi prediksi musim kemarau Sulsel 2025.
Baca Juga : Lolos Seleksi Ketat, Dea Geraldine Bakal Tampilkan Ikonik Budaya Sulsel di Panggung Miss Universe Indonesia
Kondisi netral ini berarti tidak ada pengaruh signifikan dari El Niño atau La Niña terhadap pola cuaca di Indonesia.
Chaterina kemudian menjelaskan bahwa angin timur yang menjadi salah satu penanda utama musim kemarauakan mulai muncul di wilayah selatan Indonesia pada April, termasuk di Sulawesi Selatan yang diperkirakan akan merasakan dampaknya mulai Mei.
“Awal musim kemarau di Sulawesi Selatan diprediksi bervariasi, dengan wilayah pesisir barat seperti Makassar, Takalar, dan Jeneponto mulai mengalami kemarau pada Mei. Kemudian, sebagian Gowa, Maros, Pangkep, dan Barru juga akan mengalami kondisi serupa,” jelasnya.
Baca Juga : Jalanin Sulsel Gelar Training Fasilitator Kehidupan: Membentuk Guru dan Tenaga Pendidik Unggul
Pada Juni, kemarau diperkirakan meluas ke Kepulauan Selayar, sebagian besar Maros, Pinrang, Toraja Utara, dan Kota Palopo. Sementara itu, wilayah Enrekang, sebagian besar Tana Toraja, Luwu, Sidrap, Wajo, Soppeng, serta sebagian kecil Bone, Bantaeng, dan Bulukumba akan mengalami musim kemarau pada Juli.
“Agustus menjadi bulan terakhir bagi beberapa daerah yang baru memasuki awal musim kemarau, seperti Sinjai, sebagian Bone, Wajo, Sidrap, Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur,” tambah Chaterina.
Sebanyak 42% wilayah Sulawesi Selatan diprediksi mengalami musim kemarau sesuai dengan pola normalnya. Namun, beberapa daerah seperti Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Toraja Utara akan mengalami musim kemarau lebih awal dibanding biasanya.
Baca Juga : Jelang Musda JMSI Sulsel, Dua Calon Ketua Kembalikan Formulir
“Sebaliknya, ada daerah yang justru mengalami musim kemarau lebih lambat dari normalnya, seperti Selayar, Jeneponto, sebagian Bulukumba dan Sinjai, serta beberapa bagian Enrekang dan Tana Toraja,” ujarnya.
BMKG memprediksi bahwa puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus hingga September, dengan 79% wilayah Sulawesi Selatan mengalami kondisi kering ekstrem pada periode ini. Namun, beberapa daerah akan lebih cepat atau lebih lambat mencapai puncaknya.
“Beberapa wilayah seperti Palopo, Toraja Utara, dan Pinrang akan lebih dahulu mengalami puncak musim kemarau pada Juli, sedangkan daerah seperti Selayar, sebagian Wajo, Sidrap, Luwu, dan Luwu Timur akan mengalami puncaknya pada Oktober,” tutup Chaterina.
Baca Juga : RSKDGM Sulsel Edukasi Bahaya Karies Anak di Momen Hari Anak Nasional
PENULIS: NURSINTA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
