HARIAN.NEWS,MAKASSAR – Optimisme memberi arah, kritisme memberi kompas, tanpa salah satunya kita bisa tersesat.
300 hari dibawah pemerintahan Prabowo-Gibran kita sedang disuguhkan data statistik pertumbuhan ekonomi yang dipertanyakan, susah cari kerja, PHK, pabrik-pabrik tutup, rekening dibekukan, pajak dinaikkan, gaji anggota DPR, jaksa, dan hakim juga naik fantastis. Koruptor dibebaskan. Masih optimis jadi lebih baik?.
Meski begitu, optimisme tetap harus dimiliki oleh individu sebagai usaha untuk membangun harapan. Berharap baik pada masa depan merupakan fitrah manusia sebagai pejuang kehidupan. Meski terus bertanya keras terhadap kenyataan yang jauh panggang dari api. Masih banyak rakyat miskin, kurang gizi dan kesehatan tidak terjamin.
Baca Juga : BPJS dan Jerit Senyap yang Luput
Dengan membangun optimisme dan kritisme, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan perbaikan berkelanjutan.
Fokus pada potensi pemuda dan kekuatan masyarakat mengembangkan harapan, melalui kreativitas, inovasi untuk mencapai tujuan demi masa depan yang lebih baik.
Kritis mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan dalam sistem melalui proses diskusi terbuka dan pertukaran ide untuk memperbaiki kualitas adalah solusi awal. Selanjutnya kembali ke niat awal apakah masukan-masukan itu direspon cepat atau bahkan tidak digubris.
Baca Juga : Pendengung dan Pemengaruh
Keseimbangan antara optimisme dan kritisme dilakukan sebagai bentuk kepedulian akan nasib bangsa. Keadilan sosial bagi seluruh elemen bangsa dapat terwujud, kesenjangan penghasilan tidak timpang dan bias antara si miskin dan si kaya.
Indonesia emas tinggal 20 tahun lagi. Itu adalah waktu yang singkat menyiapkan manusia yang berkualitas, produktif dan berdayasaing. Porsi pemuda berpolitik belum nampak signifikan pertambahannya.
Padahal 20-50 tahun kedepan merekalah yang akan memimpin. Indonesia ditargetkan memiliki kualitas hidup yang merata baik dalam pendidikan, kesehatan, sikap dan etos kerja, hingga kreativitas dan penguasaan teknologi diharapkan di tahun 2045 naik sesuai harapan.
Baca Juga : Dampak AI bagi Kaum Minoritas
Dalam dua dekade mendatang, kepemimpinan di Indonesia baik dalam lingkup pemerintah, militer, industri, bisnis, masyarakat maupun keluarga akan dipegang oleh anak-anak muda.
Akankan kesempatan emas dipersiapkan untuk mereka yang sekarang usia 19-25 dikelola?. Dari jumlah pemuda yang hampir seperempat jumlah penduduk Indonesia nyaris tak pernah terdengar. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
