P2G Ingatkan Pemerintah, Jangan Terburu Hidupkan Ujian Nasional 2026

P2G Ingatkan Pemerintah, Jangan Terburu Hidupkan Ujian Nasional 2026

Libur Ramadhan, P2G: Risiko Learning Loss dan Ketimpangan Layanan Pendidikan

JAKARTA, HARIAN.NEWS – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengingatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikdasmen) agar tidak terburu-buru menghidupkan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026.

P2G menilai ada sejumlah pertimbangan penting sebelum keputusan tersebut diambil.

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menegaskan bahwa asesmen terstandar yang dilakukan di sekolah harus memiliki tujuan, fungsi, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis, dan dampak yang jelas.

“Asesmen ini harus sesuai dengan tujuan sistem pendidikan, bersifat low-stakes, dan memberikan informasi menyeluruh tentang input, proses, dan output pembelajaran,” kata Iman seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, 3 Januari 2025.

Iman juga menekankan bahwa jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, hal tersebut harus ditolak.

Pasalnya, menurutnya, UN yang bersifat high-stakes justru menambah beban bagi siswa.

P2G juga menyoroti bahwa fungsi UN di masa lalu sangat kontroversial

“UN mencampuradukkan fungsi asesmen bagi murid, evaluasi sekolah, hingga seleksi siswa untuk jenjang pendidikan berikutnya. Ini sangat tidak adil dan hanya berfokus pada aspek kognitif,” ungkap Iman.

Pada era Mendikbud Anies Baswedan dan Muhajir Effendi, meskipun UN tetap dilaksanakan, namun tidak lagi digunakan untuk menentukan kelulusan siswa.

Iman mengingatkan, jika UN kembali dilaksanakan, perlu ada kejelasan mengenai tujuan, fungsi, skema, anggaran, instrumen, dan dampaknya.

“Apakah UN akan berbasis mata pelajaran tertentu? Seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia, atau semua mata pelajaran akan diujikan?” paparnya.

Skema UN yang hanya menguji tiga mata pelajaran utama, ditambah satu mata pelajaran pilihan, dianggap mendiskriminasi mata pelajaran lainnya seperti Pendidikan Pancasila dan Seni Budaya.

Selain itu, Iman mengingatkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk UN dapat sangat besar.

“APBN Kemdikdasmen tahun 2025 hanya Rp 33,5 triliun, sementara biaya UN di masa lalu menguras hingga Rp 500 miliar,” tambahnya.

Rekomendasi P2G:

° P2G mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan untuk pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional.
° P2G berharap Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri yang dapat mengevaluasi pencapaian standar pendidikan secara objektif.
° Evaluasi pendidikan nasional, apa pun bentuknya, harus bersifat terpadu, low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada keterampilan dasar (foundational skills).
° P2G juga menekankan pentingnya pemetaan kompetensi mendasar siswa, seperti literasi dan numerasi, sebagai indikator mutu pendidikan secara nasional.

Iman menyarankan agar evaluasi pendidikan lebih fokus pada pengukuran kompetensi dasar yang dapat memberikan gambaran nyata tentang kualitas pendidikan Indonesia.

Meski Asesmen Nasional (AN) telah diterapkan selama era Nadiem Makarim, Iman mengungkapkan sejumlah kelemahan, seperti metodologi sampling yang kurang valid dan soal yang lebih sulit daripada tes internasional seperti PISA dan TIMSS.

Namun, hasil AN justru menunjukkan peningkatan, sementara PISA menunjukkan skor Indonesia justru menurun,” tandasnya.

P2G: Libur Ramadhan Berisiko Hambat Capaian Kurikulum

Selain soal UN, P2G turut mengkritisi wacana pemerintah untuk meliburkan sekolah selama Ramadhan. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menyebut kebijakan ini berpotensi membawa dampak negatif bagi dunia pendidikan.

“Prinsip utama pendidikan adalah memberikan layanan belajar kepada semua siswa. Libur penuh selama Ramadhan justru akan menimbulkan berbagai masalah, mulai dari ketertinggalan kurikulum hingga dampak sosial,” ujar Satriwan.

Pertimbangan Penting
Menurut P2G, ada lima hal yang perlu diperhatikan sebelum kebijakan libur Ramadhan  diterapkan:

Hak Pendidikan Semua Siswa
Libur Ramadhan bisa menciptakan ketimpangan layanan bagi siswa non-Muslim, sementara siswa Muslim juga kehilangan waktu belajar.

Kesejahteraan Guru Swasta
Guru di madrasah swasta yang bergantung pada SPP menghadapi risiko pemotongan gaji jika siswa diliburkan selama satu bulan penuh.

Pengaturan Jadwal Belajar
P2G menyarankan modifikasi jam belajar selama Ramadhan, seperti pengurangan durasi jam pelajaran atau kegiatan berbasis spiritual seperti Pesantren Ramadan.

Pengawasan Anak Didik
Libur penuh mengalihkan tanggung jawab pengawasan siswa ke orang tua, yang sering kali tidak memiliki cukup waktu atau kemampuan untuk memantau anak-anak mereka.

Dampak Sosial
“Waktu libur yang panjang justru berpotensi meningkatkan learning loss, adiksi terhadap gadget, hingga risiko kekerasan remaja seperti tawuran,” jelas Satriwan.

Rekomendasi P2G
P2G mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang lebih fleksibel dan efektif, seperti kombinasi belajar formal dengan kegiatan Ramadhan yang memperkuat nilai-nilai spiritual tanpa mengorbankan capaian kurikulum.

“Ramadhan bisa menjadi momentum penguatan pendidikan karakter. Namun, proses pembelajaran tetap harus berjalan dengan pendekatan yang kreatif dan inovatif,” pungkasnya. ***

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Halaman