Logo Harian.news

Kumpulan Puisi Joko Pinurbo yang Tak Lekang oleh Waktu

Editor : Redaksi II Sabtu, 27 April 2024 16:42
Joko Pinurbo atau yang akrab disapa Jokpin. (Foto: dok)
Joko Pinurbo atau yang akrab disapa Jokpin. (Foto: dok)

HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Joko Pinurbo seorang penyair ternama Indonesia. Ia lahir 11 Mei 1962 dan tutup udia pada 27 April 2024.

Ia dikenal dengan sebutan Jokpin. Karya-karyanya telah menorehkan gaya dan warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia.

Ia menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (sekarang Universitas) Sanata Dharma, Yogyakarta. Kegemarannya mengarang puisi ditekuninya sejak di Sekolah Menengah Atas.

Baca Juga : Gusdurian Kenang Joko Pinurbo, Penulis Gus Dur Ibu Kota bagi Kaum Teraniaya

Berikut kumpulan puisi Joko Pinurbo yang tetap abadi dan tak lekang oleh waktu.

1. Doa Seorang Pesolek
Tuhan yang cantik,

temani aku yang sedang menyepi
di rimba kosmetik.

Baca Juga : Penyair Ternama Joko Pinurbo Tutup Usia

Nyalakan lanskap

pada alisku yang gelap.

Ceburkan bulan

ke lubuk mataku yang dalam.

Taburkan hitam

pada rambutku yang suram.

Hangatkan merah

pada bibirku yang resah.

Semoga kecantikanku tak lekas usai

dan cepat luntur seperti pupur.

Semoga masih bisa kunikmati hasrat

yang merambat pelan menghangatkanku

sebelum jari-jari waktu

yang lembut dan nakal

merobek-robek bajuku.

Sebelum Kausenyapkan warna.

Sebelum Kauoleskan lipstik terbaik

ke bibirku yang mati kata.

2. Cita-Cita
Setelah punya rumah, apa cita-citamu?

Kecil saja: ingin sampai rumah

saat senja supaya saya dan senja sempat

minum teh bersama di depan jendela.

Ah, cita-cita. Makin hari kesibukan

makin bertumpuk, uang makin banyak

maunya, jalanan macet, akhirnya

pulang terlambat. Seperti turis lokal saja,

singgah menginap di rumah sendiri

buat sekedar melepas penat.

Terberkatilah waktu yang dengan tekun

dan sabar membangun sengkarut tubuhku

menjadi rumah besar yang ditunggui

seorang ibu. Ibu waktu berbisik mesra,

“Sudah kubuatkan sarang senja

di bujur barat tubuhmu. Senja sedang

berhangat-hangat di dalam sarangnya.”

3. Kepada Uang
Uang, berilah aku rumah yang murah saja,

yang cukup nyaman buat berteduh

senja-senjaku, yang jendelanya

hijau menganga seperti jendela mataku.

Sabar ya, aku harus menabung dulu.

Menabung laparmu, menabung mimpimu.

Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu.

Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja,

yang cukup hangat buat merawat

encok-encokku, yang kakinya

lentur dan liat seperti kaki masa kecilku.

4. Fotoku Abadi
Saban hari ia sibuk

mengunggah foto barunya

hanya untuk mendapatkan

gambaran terbaik dirinya.

“Siapa yang merasa

paling mirip denganku,

ngacung!” ia berseru

kepada foto-fotonya.

Semua menunduk, tak ada

yang berani angkat tangan.

Dan ia makin rajin berfoto.

Teknologi narsisisme

terus dikembangkan

agar manusia selalu

mampu menghibur diri

dan merasa bisa abadi.

5. Menunggu Kamar Kosong di Rumah Sakit
Menunggu

itu

sakit.

Sakit itu rumit.

6. Doa Malam
Tuhan yang merdu,

terimalah kicau buruh

dalam kepalaku

7. Pulang Malam
Kami tiba larut malam.

Ranjang telah terbakar

dan api yang menjalar ke seluruh kamar

belum habis berkobar.

Di atas puing-puing mimpi

dan reruntuhan waktu

tubuh kami hangus dan membangkai

dan api siap melumatnya

menjadi asap dan abu.

Kami sepasang mayat

ingin kekal berpelukan dan tidur damai

dalam dekapan ranjang.

 

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected]

Follow Social Media Kami

KomentarAnda