HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Joko Pinurbo seorang penyair ternama Indonesia. Ia lahir 11 Mei 1962 dan tutup udia pada 27 April 2024.
Ia dikenal dengan sebutan Jokpin. Karya-karyanya telah menorehkan gaya dan warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia.
Ia menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (sekarang Universitas) Sanata Dharma, Yogyakarta. Kegemarannya mengarang puisi ditekuninya sejak di Sekolah Menengah Atas.
Baca Juga : Gusdurian Kenang Joko Pinurbo, Penulis Gus Dur Ibu Kota bagi Kaum Teraniaya
Berikut kumpulan puisi Joko Pinurbo yang tetap abadi dan tak lekang oleh waktu.
1. Doa Seorang Pesolek
Tuhan yang cantik,
temani aku yang sedang menyepi
di rimba kosmetik.
Baca Juga : Penyair Ternama Joko Pinurbo Tutup Usia
Nyalakan lanskap
pada alisku yang gelap.
Ceburkan bulan
ke lubuk mataku yang dalam.
Taburkan hitam
pada rambutku yang suram.
Hangatkan merah
pada bibirku yang resah.
Semoga kecantikanku tak lekas usai
dan cepat luntur seperti pupur.
Semoga masih bisa kunikmati hasrat
yang merambat pelan menghangatkanku
sebelum jari-jari waktu
yang lembut dan nakal
merobek-robek bajuku.
Sebelum Kausenyapkan warna.
Sebelum Kauoleskan lipstik terbaik
ke bibirku yang mati kata.
2. Cita-Cita
Setelah punya rumah, apa cita-citamu?
Kecil saja: ingin sampai rumah
saat senja supaya saya dan senja sempat
minum teh bersama di depan jendela.
Ah, cita-cita. Makin hari kesibukan
makin bertumpuk, uang makin banyak
maunya, jalanan macet, akhirnya
pulang terlambat. Seperti turis lokal saja,
singgah menginap di rumah sendiri
buat sekedar melepas penat.
Terberkatilah waktu yang dengan tekun
dan sabar membangun sengkarut tubuhku
menjadi rumah besar yang ditunggui
seorang ibu. Ibu waktu berbisik mesra,
“Sudah kubuatkan sarang senja
di bujur barat tubuhmu. Senja sedang
berhangat-hangat di dalam sarangnya.”
3. Kepada Uang
Uang, berilah aku rumah yang murah saja,
yang cukup nyaman buat berteduh
senja-senjaku, yang jendelanya
hijau menganga seperti jendela mataku.
Sabar ya, aku harus menabung dulu.
Menabung laparmu, menabung mimpimu.
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu.
Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja,
yang cukup hangat buat merawat
encok-encokku, yang kakinya
lentur dan liat seperti kaki masa kecilku.
4. Fotoku Abadi
Saban hari ia sibuk
mengunggah foto barunya
hanya untuk mendapatkan
gambaran terbaik dirinya.
“Siapa yang merasa
paling mirip denganku,
ngacung!” ia berseru
kepada foto-fotonya.
Semua menunduk, tak ada
yang berani angkat tangan.
Dan ia makin rajin berfoto.
Teknologi narsisisme
terus dikembangkan
agar manusia selalu
mampu menghibur diri
dan merasa bisa abadi.
5. Menunggu Kamar Kosong di Rumah Sakit
Menunggu
itu
sakit.
Sakit itu rumit.
6. Doa Malam
Tuhan yang merdu,
terimalah kicau buruh
dalam kepalaku
7. Pulang Malam
Kami tiba larut malam.
Ranjang telah terbakar
dan api yang menjalar ke seluruh kamar
belum habis berkobar.
Di atas puing-puing mimpi
dan reruntuhan waktu
tubuh kami hangus dan membangkai
dan api siap melumatnya
menjadi asap dan abu.
Kami sepasang mayat
ingin kekal berpelukan dan tidur damai
dalam dekapan ranjang.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
