HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Upaya untuk mengangkat kesadaran gender melalui medium sastra dituangkan seorang akademisi dan peneliti, Maria Ulviani, dalam karya Feminisme di Balik Lembar Sastra.
Berkesempatan berbincang langsung dengan penulis buku Feminisme di Balik Lembar Sastra, menjadi sebuah hal yang sayang untuk dilewatkan. Dari sini, pemikiran dan gagasan Ulva, sapaan Maria Ulviani, mencoba dibaca langsung, khususnya terkait perempuan dan sastra.
Ditelisik, ternyata karya buku “Feminisme di Balik Lembar Sastra” merupakan hasil pengembangan dari disertasi Ulva yang fokus pada gerakan intelektual feminis dalam sastra Indonesia modern.
Baca Juga : Plh. Rektor UNM Resmi Dijabat Prof. Farida Patittingi dari Universitas Hasanuddin
Dalam buknya, Ulva memotret bagaimana tokoh perempuan dalam sastra Indonesia tidak melulu hadir sebagai korban.
“Sebaliknya, banyak tokoh yang justru menjadi agen perubahan yang menantang dominasi patriarki dan memperjuangkan keadilan gender,” ujarnya membuka percakapan dengan harian.news, belum lama ini.
Buku Ulva hadir membongkar stereotip lama yang selama ini mengakar dalam tradisi sastra—perempuan sebagai sosok pasif, lemah, atau hanya pelengkap tokoh laki-laki.
Baca Juga : KPID-UNM Kolaborasi Wujudkan Implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi
Ia menunjukkan fakta ini dari 3 novel, yaitu Kartini, Menjadi Perempuan Terdidik, dan Namaku Teweraut.
“Ketiganya saya pilih karena mewakili keragaman latar sosial, budaya, dan etnis yang memperkaya pembacaan atas pengalaman perempuan Indonesia,” terangnya.
Kartini dalam buku ini, lanjut Ulva, tidak hanya dipahami sebagai ikon sejarah, tetapi juga sebagai representasi perempuan terdidik yang menggugat sistem.
Baca Juga : Mahasiswa PGSD Unismuh Makassar Angkat Budaya Lipa’ Saqbe dalam Pembelajaran Matematika
Sementara dari novel Menjadi Perempuan Terdidik menyuarakan pentingnya akses pendidikan bagi perempuan.
“Dan dari Namaku Teweraut merepresentasikan perjuangan perempuan di wilayah timur Indonesia,” ujar Ulva.
“Saya juga ingin menunjukkan bahwa melalui pembacaan sastra, kita bisa menyentuh wilayah-wilayah yang selama ini dianggap privat, domestik, bahkan tabu khususnya soal perempuan,” lanjutnya.
Baca Juga : Unismuh Makassar Perkuat Mutu dan Daya Saing Internasional Lewat Audit ISO
Ulva menekankan, pesan utama yang terkandung dalam buku tersebut yaitu sastra bukan sekadar cerita fiksi atau hiburan.
Sastra bisa menjadi cermin perjuangan, harapan, dan alat edukasi sosial yang sangat kuat, khususnya dalam membangun pemahaman tentang keadilan dan kesetaraan gender.
Salah satu kekuatan buku ini terletak pada kemampuannya menghubungkan teks dengan konteks.
Ulva berhasil membawa pembaca untuk tidak hanya memahami cerita, tetapi juga realitas sosial di baliknya—termasuk bagaimana perempuan bernegosiasi dengan budaya patriarki.
Tidak Dogmatis
Membaca Ulva dari buku ini, dapat diketahui bagaimana Ulfa tidak ingin memaksa pembaca untuk larut dalam gagasan dan pemikirannya.
Ia dengan apik menjelaskan pendekatan feminisme dengan tidak mengusung satu mazhab tertentu secara kaku.
Hal ini menjadikan buku Feminisme di Balik Lembar Sastra terasa hidup dan tidak dogmatis.
Ulva tidak memaksa pembaca untuk menyetujui satu pandangan, tetapi justru mengajak untuk berpikir kritis dan berdialog dengan teks.
Refleksi Kondisi Nyata
Pengalaman perempuan dalam novel-novel tersebut, menurut Ulva, merefleksikan kondisi nyata.
Mulai dari keterbatasan akses pendidikan, tekanan sosial dan budaya, hingga perjuangan dalam memperoleh ruang berekspresi secara merdeka.
“Namun perempuan justru tidak menyerah dengan kondisi ini, mereka hadir untuk berjuang,” kata dosen di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini.
Membongkar Bias soal Gender
Dalam konteks kekinian, buku ini menjadi sangat relevan dengan berkembangnya diskursus tentang kesetaraan gender di Indonesia.
Pendidikan dan sastra dinilai sebagai pintu masuk yang efektif untuk membongkar bias dan membangun kesadaran baru.
“Sastra yang kritis membantu pembaca memahami struktur sosial dan membuka peluang perubahan,” kata perempuan yang aktif dalam pelatihan literasi dan pembimbingan mahasiswa ini.
Feminisme di Balik Lembar Sastra karya Maria Ulviani. Pict; dok
Ulva sendiri berharap, bukunya juga mampu menjangkau generasi muda dan para pendidik.
Ia ingin pembaca tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga mampu membongkar ideologi yang tersembunyi di balik setiap teks.
Melalui karya ini, Ulva mengajak pembaca untuk melihat sastra sebagai ruang dialektika yang sarat makna.
“Bacalah dengan hati, pikirkan dengan nalar, dan bertindaklah untuk keadilan,” pungkasnya. (*)
Profil Singkat:
Nama Lengkap: Dr Maria Ulviani, S.Pd M.Pd
Profesi: Akademisi, penulis, dan pegiat literasi
TTL: Segeri Mandalle, 26 Mei 1988.
Pendidikan:
- Universitas Muhammadiyah Makassar
 - Universitas Negeri Makassar
 
Aktivitas:
- Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar
 - Pendamping kepenulisan SMP Unismuh Makassar.
 
Organisasi/nonakademik:
- Anggota Bidang Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan.
 
Karya:
- Evaluasi Pendidikan dan Bahasa Indonesia
 - Teknik Penulisan Ilmiah
 - Kajian dan Apresiasi Prosa Fiksi, Public Speaking, Penulisan Sastra Kreatif, Keterampilan dan Model-model Pembelajaran Membaca
 - Manajemen Berbasis Sekolah, Keterampilan Berbicara, Teori Belajar dan Model Pembelajaran Bahasa Indonesia
 - Aku Bangga Berbahasa Indonesia.
 
Suami: Ahmad Syafii
Anak:
- Muh. Hafidz Dhiaurrahman AS,
 - Nurul Hafidzah Khumairah AS,
 - Nur Aisyah Khumairah AS.
 
Email: [email protected] / [email protected].
PENULIS: GITA OKTAVIOLA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
