Logo Harian.news

Pukat: TNI-Polri Harus Berhenti Jika Masuk ke Birokrasi Sipil

Editor : Redaksi Sabtu, 22 Maret 2025 16:04
Pukat FH UGM, Dr. Zainal Arifin Mochtar.
Pukat FH UGM, Dr. Zainal Arifin Mochtar.

HARIAN.NEWS, JAKARTA – Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat FH UGM), Dr. Zainal Arifin Mochtar, menegaskan bahwa anggota TNI atau Polri yang ingin masuk ke birokrasi sipil harus terlebih dahulu melepas statusnya sebagai prajurit atau anggota kepolisian. Pernyataan ini ia sampaikan dalam webinar “TNI/Polri Masuk Sipil?” yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus KORPRI Nasional (DPKN) pada Kamis (20/3/2025).

Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian acara Penyampaian Kebijakan Terkini kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dihadiri lebih dari 1.000 peserta melalui Zoom serta disaksikan lebih dari 14.610 kali melalui siaran langsung di YouTube.

Ketua Umum DPKN, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH, hadir sebagai keynote speaker. Selain Zainal Arifin, narasumber lainnya adalah Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA, peneliti utama politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Baca Juga : Sah! Prabowo Teken UU TNI: Panglima-Kepala Staf Bisa Jabat 7 hingga 12 Tahun lagi

RUU TNI dan Kekhawatiran ASN
Dalam diskusi tersebut, Zainal Arifin menyoroti polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang dinilai dapat membuka kembali peran militer dalam jabatan sipil. Menurutnya, ada anggapan di masyarakat bahwa jika prajurit TNI atau anggota Polri memiliki kemampuan, maka mereka berhak masuk ke ranah sipil.

“Kalau TNI mampu, kenapa tidak boleh masuk ke ranah sipil?” katanya.

Namun, ia mengingatkan bahwa sejarah menunjukkan campur tangan militer dalam birokrasi sipil pernah menimbulkan berbagai masalah. Ia merujuk pada masa awal kemerdekaan ketika banyak jabatan di BUMN dipegang oleh tentara karena kurangnya tenaga sipil yang mumpuni.

Baca Juga : Diprotes Banyak Pihak, Adakah yang Salah dari Hasil Revisi UU TNI?

“Pada masa itu, karena kekurangan pemimpin sipil, banyak BUMN diserahkan kepada tentara, dan hal itu menimbulkan berbagai masalah koruptif, seperti kasus suap besar di pabrik gula Semarang yang kemudian diselesaikan melalui mekanisme ‘memaafkan’ oleh para pemimpin,” jelasnya.

Menurutnya, sejarah tersebut harus menjadi pelajaran agar tidak mengulang kesalahan serupa.

Militer Harus Fokus pada Pertahanan, Bukan Birokrasi
Zainal Arifin juga membahas asal-usul doktrin militer yang awalnya bersifat privat, berasal dari sistem pertahanan keluarga, namun seiring waktu berkembang menjadi kepentingan publik dalam kerangka pertahanan dan keamanan negara.

Baca Juga : PUKAT ‘Atensi’ Kasus Honorarium Satpol PP di Kecamatan

“Militer pada dasarnya dididik untuk mempertahankan keamanan, dengan seragam dan senjata sebagai simbol kapabilitasnya. Namun, apabila seorang prajurit ingin pindah ke ranah ekonomi, sosial, dan politik, ia harus melucuti seragam, membuka bajunya, dan melepaskan segala atribut militer, artinya harus berhenti dari TNI jika sudah masuk ke ranah sipil,” tegasnya.

Menurutnya, pemisahan yang jelas antara militer dan sipil penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Jika prajurit aktif bisa langsung masuk ke jabatan sipil tanpa melepaskan statusnya, maka akan terjadi ketimpangan dalam sistem birokrasi yang telah dibangun selama era reformasi.

RUU TNI Dinilai Menghidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
RUU TNI yang saat ini tengah dibahas dinilai membuka peluang bagi militer untuk kembali berperan dalam jabatan sipil, mengingat beberapa pasal dalam RUU tersebut mengizinkan prajurit aktif menduduki posisi di kementerian dan lembaga negara.

Hal ini memicu kekhawatiran ASN, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil, yang menilai bahwa regulasi ini berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI—doktrin yang memungkinkan militer memiliki peran ganda dalam pemerintahan dan keamanan.

“RUU TNI ini seolah ingin mengembalikan konsep Dwifungsi ABRI yang sudah kita hapus dalam reformasi birokrasi. Ini perlu dikaji lebih dalam agar tidak menjadi langkah mundur,” ujar Zainal Arifin.

Menurutnya, penyusunan RUU ini harus dilakukan secara transparan dengan melibatkan masyarakat sipil. “TNI adalah milik rakyat, bukan hanya milik elite politik. Oleh karena itu, penyusunan regulasi ini harus melibatkan banyak pihak agar tidak menimbulkan dampak negatif di kemudian hari,” tambahnya.

ASN Minta Kebijakan yang Lebih Transparan
Ketua Umum DPKN, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, dalam sambutannya menyatakan bahwa KORPRI sebagai organisasi ASN memiliki tanggung jawab untuk mengawal kebijakan yang berdampak pada birokrasi sipil. Namun, ia menyayangkan bahwa KORPRI tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU TNI ini.

“Kami perlu memahami bagaimana kebijakan ini akan berdampak pada ASN dan langkah apa yang perlu diambil selanjutnya,” kata Zudan.

Prof. Siti Zuhro, yang juga menjadi narasumber dalam webinar, menekankan pentingnya menjaga profesionalisme militer serta supremasi sipil dalam pemerintahan.

“Supremasi sipil, profesionalisme militer, serta pemisahan peran TNI/Polri harus tetap dijaga. Kita perlu menghindari kembalinya praktik Dwifungsi ABRI, yang dapat berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan militerisasi dalam pemerintahan,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia harus belajar dari pengalaman negara lain yang berhasil membangun birokrasi sipil yang kuat tanpa intervensi militer.

Presiden Diharapkan Meninjau Ulang RUU TNI
Seiring dengan pengesahan RUU TNI oleh DPR, ASN berharap Presiden Joko Widodo mempertimbangkan kembali implikasi aturan ini sebelum menandatanganinya menjadi undang-undang.

Para akademisi dan organisasi sipil juga mendorong adanya diskusi lebih lanjut secara terbuka agar kebijakan ini benar-benar selaras dengan semangat reformasi dan demokrasi.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Istana terkait apakah Presiden akan langsung mengesahkan RUU ini atau meninjau ulang berdasarkan masukan dari berbagai pihak.

Keputusan akhir kini berada di tangan Presiden. Apakah RUU ini akan tetap disahkan atau ada kemungkinan revisi untuk memastikan supremasi sipil tetap terjaga?.

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected]

Follow Social Media Kami

KomentarAnda