Logo Harian.news

Tsunami Ala Golkar

Editor : Redaksi Selasa, 13 Agustus 2024 12:49
M. Ridha Rasyid (Pemerhati Politik dan Demokrasi). Ist
M. Ridha Rasyid (Pemerhati Politik dan Demokrasi). Ist

Oleh : M Ridha Rasyid*

HARIAN.NEWS – Teman saya nyeletuk setelah mendengarkan berita dan membaca di media mainstream juga media sosial yang memberitakan mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar pada sabtu malam (10/8).

Besok pagi nya (Ahad,11/8) hampir semua media termasuk audiovisual menayangkannya. Oleh teman saya tadi menganggap kalau itu hoax. Bagaimana mungkin Airlangga Hartarto (AH) tanpa ada gejolak internal yang krusial tiba tiba saja menyampaikan pengunduran dirinya.

Baca Juga : Sekwan Makassar Minta Pembentukan Fraksi Bisa Selesai dalam Sebulan

Berbagai argumen pun dikemukakan banyak pihak, khususnya para petinggi Golkar tidak dapat menyampaikan secara gamblang alasan pengunduran diri AH itu. Hanya ada tiga orang sempat saya catat komentar mereka, pertama, Dito salah seorang wakil ketua umum Golkar yang juga menteri pemuda dan olahraga mengatakan bahwa mungkin pak AH mau fokus pada pemerintahan selaku menteri serta menunggu statement resmi dari beliau, paparnya.

Sementara lainnya mengatakan bahwa saya baru mendengar dan tidak mengetahui penyebab pengunduran diri itu, demikian ucapan Agung Laksono, tokoh senior Golkar. Nurdin Halid , juga waketum Golkar hampir senada dengan Agung Laksono. Baru tahu dan menunggu informasi selanjutnya terkait informasi itu, katanya.

Pengunduran diri AH Oleh sejumlah pengamat bahwa ini ada hal urgen yang menjadi alasan utama yang tidak terdeskripsikan pada saat menyampaikan pidato pengunduran diri AH itu. Yang pokok dia kemukakan adalah capaian pemilu legislatif dengan jumlah suara yang naik menjadi 102 kursi DPR RI yang berati meningkat 3 % dibanding pemilu 2019.

Baca Juga : Bamsoet: Kabinet Prabowo-Gibran akan Diisi 44 Kementerian

Hal sama terjadi di Propinsi, Kabupaten dan Kota. Ucapan terima kasih kepada Presiden Jokowi dan Prabowo, Presiden terpilih yang bersama Golkar memenangkan Pilpres.

Tidak hal yang spesifik yang berhubungan langsung dengan alasan pengunduran diri itu harus dilakukan. Ia hanya mengatakan, keutuhan dan keberlangsungan partai sebagai pilar demokrasi harus terus di jaga.

Bagi kader Golkar dan Partai lainnya merasakan ini bagai tsunami politik jelang pilkada. Tidak tertutup kemungkinan akan menimpa partai lainnya. Begitu kata banyak pengurus partai. Ini sangat berbahaya dan memprihatinkan.

Baca Juga : Mengenal Anak Rahman Pina, Legislator Termuda DPRD Kota Makassar Periode 2024-2029

Tiga Alasan

Kalau kita lebih teliti mencermati dan meneliti lebih dalam, yang mendorong AH mengundurkan diri bukanlah hal sederhana. Paling tidak ini sudah berlangsung hampir setahun terakhir. Puncaknya terjadi pada pilpres, di mana “pemasungan” terhadap kedaulatan partai dan elite partai terjadi begitu sistematis.

Bila saja tidak mengikuti apa yang menjadi kepentingan politik yang lebih besar, maka segala upaya dicarikan untuk menguatkan dasar tuduhan agar lebih kelihatan rasional. Padahal, dibalik itu, sejumlah skenario dipersiapkan. Betapa tidak, Golkar yang merupakan salah satu partai yang sudah mumpuni dan berkuasa secara mutlak hampir lebih tiga dekade, dan terus berada dalam pemerintahan pada tiga dasawarsa sesudahnya, menunjukkan betapa eksistensi partai Golkar dalam memenej organisasinya secara baik.

Baca Juga : Hamka B Kady Instruksikan Tim Bergerak Masif untuk Paslon Hati Damai

Tetapi kini, kenyataannya, semua kapital kehebatan Golkar menjadi lumpuh dan hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan oleh penguasa. Prediksi lainnya bahwa AH tidak bisa lagi menanggung beban yang demikian berat yang harus ditanggungnya dengan resiko dirinya sendiri.

Jikalau dia terus bertahan sebagai ketua umum, sementara disisi lain, dia juga tidak bisa bergerak secara bebas, atau bahkan makin terhinpit antara kepentingan internal partainya, sementara ada juga pihak yang berupaya menjadikan Golkar sebagai alat legitimasi kekuasaan, tentu amat riskan bila AH menyaksikan hal tersebut dibawah kepemimpinannya.

Ada pula hal yang penting menjadi pertimbangan AH untuk pada akhirnya memutuskan mundur, yakni bahwa di dalam internal Golkar juga ada perang kepentingan yang masing masing kelompok itu juga menyandarkan diri pada kekuasaan saat ini, masa transisi dan kekuasaan di masa datang, meskipun masih ada pengikut setia AH namun tidak terikat langsung dengan kondisi kedekatan kelompok lainnya.

Maka, menyikapi situasi tersebut, membuat AH harus mengambil keputusan yang paling berat dalam karier politiknya. Belantara politik di dalam tubuh Golkar bukanlah hal yang baru. Dulu memang tidak kelihatan, sebab semua di pandu oleh rezim orde baru di mana Golkar sebagai alat legitimasi untuk kekuasaan.

Tapi yang paling berperan adalah Soeharto sebagai tokoh sentralnya. Hal sama kini juga terjadi dan bahkan lebih menjurus pada “pengamputasian” demokrasi secara sistematis. Akhirnya Golkar, pun partai lainnya, berada disimpang jalan. Apakah benar benar terjadi tsunami bagi partai politik, tidak hanya bagi Golkar? Mari kita ikuti episode demi episode dinamika politik ala Indonesia.

* Pemerhati Politik dan Demokrasi

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi@harian.news atau Whatsapp 081243114943

Follow Social Media Kami

KomentarAnda