Oleh : Muh. Ikbal S. Ag, SH. MH
KOKAM adalah singkatan dari komando kewaspadaan dan kesiapsiagaan muhammadiyah yang di deklarasikan pada tanggal 1 Oktober 1965 bertepatan dengan hari kesaktian Pancasila, tanggal tersebut di zaman orde Baru di peringati sebagai hari bersejarah dimana pada malam harinya atau tanggal 30 September PKI melakukan kudeta berdarah dengan cara menculik 6 jenderal dan satu perwira pertama TNI AD yang kesemuanya di bunuh dan dimasukkan ke dalam sumur lubang buaya Jakarta Timur
Peristiwa ini diberi nama oleh pak Harto G 30 S PKI atau gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia yang bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang berhaluan komunis namun atas pertolongan Allah subhana wata’ala gerakan biadab ini dapat digagalkan.
Baca Juga : Tampakkan Keberpihakan Politik, Aktivis Pemuda Gowa Diharap Bisa Kedepankan Edukasi
KOKAM adalah salah satu elemen yang berperan aktif dalam usaha penumpasan PKI maka perlu kita melihat sejarahnya lebih dalam, bila dilihat dari asbabul wurudnya maka penulis mengibaratkan KOKAM seperti kupu-kupu yang bermula dari ulat lalu menjadi kepompong dan terakhir baru sempurna menjadi kupu-kupu,pada saat muhammadiyah di didirkan oleh kiyai ahmad dahlan maka sesungguhnya KOKAM pada saat itu masih diibaratkan seperti ulat dengan demikian kokam sudah ada jauh hari sebelum republik ini ada.
Ulat kecil itu baru mengalami perkembangan pada saat Kiyai Dahlan mendirikan Hizbul Wathan pada tahun 1918 di Yogyakarta barulah fase ulat itu berubah menjadi kepompong, Hizbul Wathan yang artinya pembela tanah air salah satu tujuannya adalah untuk menanamkan semangat cinta tanah air dan perlawanan terhadap penjajah.
Hizbul wathan adalah salah satu organisasi kepanduan tertua di Indonesia melahirkan banyak kader tangguh dan militan yang menjelma menjadi kekuatan besar yang bertekad ikut serta dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, dari barisan Hizbul wathan ini muncul sederetan tokoh yang cukup handal seperti jenderal Sudirman, KH. Dimyati, Surono, Ki Bagus hadikusumo, Kasman singodimejo, jenderal Soeharto, Adam Malik dan masih banyak lagi yang lain. Setelah Jepang masuk ke Indonesia Hizbul wathan dilebur sesuai dengan keinginan Jepang namun aktifis Hizbul wathan tetap aktif berkiprah dalam Badan-badan bentukan Jepang seperti keibondan, seinendan, PETA, hizbullah dan sebagainya.
Baca Juga : Wali Kota Danny Pomanto Salat Ashar dan Resmikan Fasilitas Baru di Pusat Dakwah Muhammadiyah Makassar
Diantara kader yang paling menonjol saat itu adalah sudirman yang kita kenal sebagai peletak pondasi dasar ketentaraan di Indonesia, beliau pertama kali membentuk TKR/BKR lalu berubah nama menjadi TRI dan terakhir dengan nama TNI sampai sekarang, selain pak dirman dari Hizbul wathan muhammadiyah muncul pula nama yang menjadi presiden di kemudian hari yakni jenderal Soeharto yang menjadi presiden serta sederet tokoh penting lainnya baik sipil maupun militer termasuk kasman Singodimejo, jenderal Abdul Haris nasution dan ki Bagus hadikusumo pencetus sila pertama (ketuhanan yang maha Esa) dalam pancasila.
Nama-nama ini semuanya sangat berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia dan telah mempersembahkan jiwa dan raganya terhadap negeri ini,itulah sebabnya TNI dan KOKAM punya DNA yang sama yakni nasabnya dari jenderal Sudirman dan darahnya sama dari darah Hizbul wathan.
Pada masa revolusi fisik kader-kader terbaik Hizbul wathan membagi diri ada yang aktif dalam laskar hizbullah dan ada yang di askar sabilillah semuanya berperang melawan belanda dan Inggris dibawa komando panglima Besar Soedirman sampai dinyatakan belanda dan Inggris menyerah dan menyerahkan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia.
Baca Juga : Strategi untuk Menjaga Keseimbangan Antara Belajar dan Kesehatan Mental pada Remaja
Setelah kolonial angkat kaki dari bumi pertiwi ternyata Perjuangan belum final bahkan para pejuang di hadapkan pada perjuangan babak baru yang lebih rumit karena yang dihadapi adalah bangsa sendiri yakni kelompok PKI yang makin menampakkan hegemoninya dengan tindakan sepihak yang bertujuan untuk mematangkan agresifitas kader dengan meningkatnya ofensif revolusionernya,hal demikian ditandai dengan aksi PKI pada tanggal 15 November 1961 dimana pada waktu itu 3000 kader BTI sayap PKI merebut dan menggarap tanah perkebunan negara secara sepihak,aksi-aksi sepihak juga dilancarkan PKI di berbagai daerah termasuk peristiwa pembunuhan perwira TNI AD di bandar bersih semua ini dilakukan sebagai ujicoba perebutan kekuasaan.
PKI makin merasa diatas angin dengan adanya ide soekarno untuk menjadikan nasionalisme, agama dan komunisme (NASAKOM ) menjadi ideologi negara dan di perparah dengan upaya memeras pancasila menjadi trisila dan ekasila yg ter manifestasi dalam gotongroyong.
Menyikapi gerakan PKI yang demikian massif dan terstruktur serta mendapat dukungan kuat dari pemimpin besar revolusi presiden Soekarno sangat mengancam keutuhan bangsa maka para tokoh-tokoh Islam tidak berdiam diri dan merespons dengan cara melaksanakan konferensi Islam asia Afrika (KIAA) di bandung pada tanggal 6-14 yang di motori oleh tokoh-tokoh muda muhammadiyah seperti lukman harun ketua pimpinan pusat pemuda muhammadiyah dkk serta melibatkan seluruh elemen ummat islam mulai dari NU, AL WASLIYAH, PERSIS, GASBINDO, PSII serta PUSRA TNI AD.
Dalam perhelatan KIAA inilah lahir gagasan Ketua pimpinan daerah muhammadiyah jakarta raya bersama pimpinan daerah pemuda muhammadiyah jakarta dibawa asuhan letkol HS Projokusumo dkk untuk melaksanakan kursus kader Takari, pengkaderan ini bertujuan untuk meningkatkan mental daya juang keluarga besar muhammadiyah dalam menghadapi segala kemungkinan.
Kursus kader dibuka pada tanggal 1 September 1965 bertempat dikampus universitas muhammadiyah jakarta diikuti 250 peserta setiap angkatan yang terdiri dari orang tua yang berjiwa muda dan angkatan muda pria dan wanita, kursus kader ini menghadirkan pemateri dari internal muhammadiyah sendiri yakni H. Muliadi Joyomartono, jenderal AH Nasution, jenderal polisi Soetjipto Jujodiharjo, mayjend Soecipto dan kolonel Juhartono.
Dalam materinya jenderal AH Nasution menolak keras rencana mempersenjatai angkatan ke 5 yakni buruh tani sebagai usulan PKI kepada Presiden Soekarno.
Seusai membawakan materi jenderal AH Nasution tepat pukul 23.30 meninggalkan kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta jalan Limau menuju ke kediamannya dan sungguh tidak ada yang menyangka ternyata malam itu beliau adalah target utama penculikan dan pembunuhan oleh pasukan cakrabirawa afiliasi PKI yang di pimpin oleh kolonel untung yang disebut gerakan 30 September PKI, qadarullah sang jenderal telat tiba di kediamannya dikarenakan membawakan materi dalam kursus kader Muhammadiyah sampai menjelang dinihari sehingga saat gerombolan PKI pasukan cakrabirawa memasuki rumah beliau sang Jendral belum tidur bahkan belum sempat membuka seragamnya dan lansung sigap melarikan diri lewat jendela belakang menyelamatkan diri namun demikian putrinyalah yang bernama ade irma Suryani yang menjadi korban kebiadaban PKI.
Dari peristiwa G 30 S PKI yang kebetulan bertepatan dengan kursus kader Takari ini menjadi momen penting bagi muhammadiyah untuk menegaskan perlawanannya kepada PKI hal demikian kita lihat dengan di deklarasikannya komando kewaspadaan dan kesiapsiagaan muhammadiyah (KOKAM) pada tanggal 1 Oktober 1965 dan letkol HS Projokusumo ditunjuk sebagai komandan, di awal tulisan penulis mengibaratkan kokam itu diawali seprti ulat lalu kemudian berubah menjadi kepompong pada waktu kiyai dahlan mendirikan Hizbul wathan dan pada tanggal 1 Oktober 1965 kokam di deklarasikan maka kepompong tersebut sudah sempurna menjadi kupu-kupu.
Letkol HS Projokusumo adalah perwira menengah yang bertugas di mabes hankam adalah kader senior Hizbul wathan generasi kedua bersama jenderal juanda, Qahar Muzakkar dari Sulawesi dll, HS Projokusumo adalah angkatan pertama akademi militer Jogyakarta dan masih berstatus taruna beliau sudah menjalani perang gerilya menghadapi agresi belanda kedua dibawa pimpinan Panglima Besar Sudirman.
Pasca Deklarasi KOKAM dibawa pimpinan letkol HS Projokusumo lansung mengadakan konsolidasi keseluruh cabang muhammadiyah diseluruh Indonesia untuk membentuk kokam, yang kedua kokam segera berkoordinasi dengan ABRI terutama dalam rangka menghadapi kekuatan PKI yang masih mengadakan perlawanan dan aksi-aksi sepihak baik kepada pemerintah sipil dan militer maupun terhadap ulama dan tokoh-tokoh Islam di berbagai daerah, alhasil KOKAM dan ABRI menjalin kerjasama dan bahu membahu menumpas PKI, di Jawa Tengah kokam dilatih oleh RPKAD (sekarang KOPASSUS) dan kokam di kukuhkan sebagai organisasi paramiliter pertama oleh komandan RPKAD kolonel sarwo edhi sehingga seluruh pernak pernik seragam kokam mulai dari seragam PDL dan baret sama dengan seragam pasukan khusus RPKAD bahkan dalam operasi penumpasan PKI KOKAM di pinjamkan senjata dan granat oleh RPKAD, Subagyo HS yang kelak menjadi KASAD juga tercatat sebagai perwira yang pernah menggembleng kokam dalam operasi tempur._
Di akhir operasi penumpasan dan pembersihan tokoh-tokoh PKI kolonel Sarwo Edhi menyerahkan secara resmi PATAKA dan sertifikat sebagai pasukan penumpas gerakan PKI di mabes hankam kala itu.
KOKAM tidak hanya di Jawa tapi ada di hampir seluruh Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh almarhum ustadz Abdul Kadir Sarro, bahkan kokam Sulawesi Selatan termasuk sangat aktif bekerjasama dengan ABRI dalam upaya penumpasan PKI, salah seorang senior kokam yang aktif dalam pengganyangan PKI di kota Makassar adalah ustadz DR KH Alwiuddin mantan ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah Sulsel, markas KOKAM saat itu bertempat di kediaman almarhum Fahruddin Karaeng Romo dijalan Bajiminasa no. 5A.
Beliau salah satu senior Hizbul wathan yang juga sempat menjadi tentara bersama almarhum kolonel yasin limpo, istri Fahruddin almarhumah ibunda bansuhari adalah tokoh pergerakan perempuan dimasanya yang juga pernah menjadi pimpinan wilayah aisyiah Sulawesi Selatan.
Pada saat operasi pembersihan tokoh-tokoh PKI di wilayah Enrekang tanah toraja pasukan ABRI dipimpin oleh almarhum kolonel Yasin Limpo salah seorang kader senior Hizbul wathan mengikut sertakan 70 orang pasukan kokam yang dipimpin oleh Allahyarham Abdul Kadir Sarro, setiba di Makale ibu kota tanah Toraja setelah beristirahat pasukan baik tentara maupun kokam diperintahkan pak Yasin Limpo untuk memanjat gunung yang berada dipinggir kota makale dan menanam pepohonan (penghijauan) diatas gunung tersebut kemudian pak yasin limpo memberi nama gunung tersebut dengan nama GUNUNG KOKAM.
Nama tersebut resmi diganti dengan nama gunung bunda Maria atau bukit buntu burake’ yang saat ini diatas gunung Buntu Burake’ ini berdiri patung Yesus yang di sulap menjadi taman wisata religi bagi warga Toraja.
Demikian sejarah kokam dengan segenap dinamikanya, seyogyanya kokam semakin eksis dan semakin membumi dengan satu kata kunci kokam harus mandiri baik dari sisi struktural dengan tidak lagi menjadi sub dari pemuda Muhammadiyah atau dengan kata lain tentara muhammadiyah ini sudah saatnya berdiri sendiri dibawa muhammadiyah dengan menjadi organisasi otonom, kokam punya ciri khas baik dari sisi perekrutan, pengkaderan maupun dari sisi pemanfaatan potensinya, jangan lagi pertimbangan budget dan anggaran yang dijadikan alasan untuk menolak kokam menjadi ortom seprti alasan yang di kemukakan pada saat kami menyerahkan draft rancangan PD/PRT KOKAM pada arena muktamar muhammadiyah di makassar._
SELAMAT MILAD KOKAM YANG KE 57
MENCERAHKAN MASA DEPAN MENGGERAKKAN KEMANUSIAAN
Penulis adalah:
[Mantan komandan kokam Sulawesi Selatan.
-Alumni diklat KOKAM PP PM di pusdiklat Marinir TNI AL anyer banten.
-Salah satu penanggungjawab pengamanan muktamar Muhammadiyah Makassar]
Baca berita lainnya Harian.news di Google News