Oleh: Dr. Jamaluddin Jahid, ST., M.Si
(Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota,Kepakaran Perencanaan Pariwisata UIN Alauddin Makassar)
HARIAN.NEWS – Memasuki usia ke-418 tahun, Kota Makassar tidak hanya merayakan sejarah panjangnya, tetapi juga berdiri di persimpangan strategis menuju masa depan. Sejarah mencatat Makassar sebagai episentrum perdagangan Nusantara, sebuah entrepôt yang menjadi denyut nadi maritim.
Kini, posisi strategis ini semakin relevan dengan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Namun, pertanyaan kritisnya: sudahkah potensi geostrategis ini dioptimalkan untuk membangun kemakmuran kota yang berkelanjutan?
Baca Juga : KORMI Memaknai Kota Mulia
Tulisan ini berargumen bahwa dengan merancang sebuah lompatan besar dari sekadar gerbang menuju Indonesia Timur menjadi destinasi kota utama pariwisata berkelas dunia dapat menjadi katalis terbaik untuk mewujudkan Makassar 2040 yang unggul, maju, inklusif, dan regeneratif.
Dari Gerbang Menuju Destinasi: Sebuah Pergeseran Paradigma yang Imperatif
Selama ini, narasi dominan tentang Makassar dalam konteks pariwisata sering terbatas pada perannya sebagai “gerbang” atau “transit point” menuju destinasi lain di Indonesia Timur. Paradigma ini bersifat linear dan bernilai ekonomi terbatas, di mana wisatawan hanya singgah 1–2 malam sebelum melanjutkan perjalanan. Akibatnya, dampak ekonomi dari sektor pariwisata menjadi tidak optimal.
Baca Juga : Semangat Sumpah Pemuda di Era Validasi
Yang diperlukan sekarang adalah pergeseran paradigma fundamental: dari transit city menjadi destination city. Sebuah destinasi bukan sekadar tempat singgah, melainkan ruang yang menawarkan serangkaian pengalaman unik, bernilai, dan mengundang penjelajahan mendalam. Posisi Makassar sebagai “Jantung Poros Maritim” harus diubah dari sekadar jargon geopolitik menjadi realitas ekonomi kreatif. Kota ini harus menjadi magnet utama, bukan sekadar koridor.
Pergeseran ini akan memaksimalkan length of stay, pengeluaran wisatawan, serta kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penciptaan lapangan kerja.
Pilar-Pilar Strategis untuk Membangun Destinasi Urban Berkelas Dunia
Baca Juga : Mutasi Bukan Sekadar Pindah Jabatan: Refleksi Akademik atas Dinamika Pemerintahan yang Sehat di Takalar
Mewujudkan Makassar 2040 sebagai destinasi urban berkelas dunia memerlukan pendekatan strategis yang terintegrasi, yang dibangun di atas tiga pilar utama:
1. Pilar Budaya dan Sejarah yang Dihidupkan Kembali (Revitalised Heritage)
Fort Rotterdam dan kawasan sekitarnya tidak boleh menjadi monumen yang statis.
Ia harus menjadi living museum, sebuah ruang kreatif yang menghadirkan pertunjukan seni, festival kuliner, dan aktivitas interaktif yang membuat sejarah relevan bagi generasi masa kini. Kawasan Chinatown dan Pelabuhan Paotere juga perlu dikembangkan dengan pendekatan storytelling yang kuat, mengangkat narasi kejayaan maritim masa lalu menjadi pengalaman wisata yang autentik.
Baca Juga : Menanggapi Orang Bodoh: Antara Imam Syafi’i & Stoikisme
Pilar ini didukung oleh riset oleh UNESCO, 2016 bahwa warisan budaya, baik tangible (bangunan) maupun intangible (tradisi, seni, kuliner), adalah aset inti untuk pembangunan kota yang berkelanjutan.
Kota yang berinvestasi dalam warisan budayanya tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga meningkatkan kohesi sosial, identitas komunitas, dan merangsang ekonomi kreatif.
Selain itu, riset oleh Pine dan Gilmone dalam The Experience Economy, menegaskan bahwa pariwisata bergeser dari mengkonsumsi barang (goods) dan jasa (services) ke mencari pengalaman (experiences) yang transformatif dan personal.
Pengalaman yang paling berkesan adalah yang autentik, unik, dan tidak dapat ditemukan di tempat lain. Budaya lokal, tradisi, dan cara hidup masyarakat adalah sumber autentisitas terkuat.
2. Pilar Konektivitas dan Infrastruktur Cerdas (Smart Connectivity)
Sebagai jantung poros maritim, konektivitas adalah nadi. Bandara Sultan Hasanuddin harus diperkuat sebagai hub penerbangan internasional langsung dari kawasan Asia-Pasifik. Di dalam kota, sistem transportasi umum yang terintegrasi, ramah wisatawan, dan didukung teknologi pembayaran digital mutlak diperlukan.
Pengembangan marina dunia untuk kapal pesiar (yachting) dan kapal penumpang antarpulau akan menyempurnakan ekosistem konektivitas laut-udara-darat.
Berdasarkan temuan riset global, konektivitas dan infrastruktur cerdas telah bergeser dari sekadar pendukung menjadi daya tarik utama (primary attraction) bagi wisata kota, sebagaiman laporan World Economic Forum, 2022 bahwa Infrastruktur Information and Communication Technology (ICT) dan konektivitas bandara yang baik merupakan dua dari lima indikator terpenting daya saing destinasi. Destinasi dengan skor tinggi pada indikator ini mengalami pertumbuhan kedatangan wisatawan 2x lebih cepat. Selain itu, UNWTO, 2023.
European Commission, Kota dengan Rencana Mobilitas Perkotaan Berkelanjutan yang mengadopsi teknologi digital mengalami peningkatan 30-40% dalam hal kunjungan wisatawan yang melakukan perjalanan berkelanjutan.
3. Pilar Ekonomi Kreatif dan Keberlanjutan (Creative Economy & Sustainability)
Pariwisata masa depan bukan lagi tentang mengonsumsi pemandangan, melainkan tentang membeli cerita dan pengalaman. Makassar harus menjadi tuan rumah bagi desainer fesyen (Bugis, Makassar, Toraja, Kajang, dan Luwu), pengrajin tenun sutera, serta pelaku kuliner inovatif yang mampu menjadikan produk lokal sebagai buah tangan premium. Semua ini harus dibingkai dalam kerangka keberlanjutan yang ketat: pengelolaan sampah yang modern, penghijauan kota, serta perlindungan terhadap wilayah pesisir Pantai Losari dari ancaman alih fungsi dan alih kepemilikan.
Destinasi berkelas dunia di abad ke-21 adalah destinasi yang hijau dan bertanggung jawab. Beberapa studi mendasari pilar kedua ini, antara lain temuan studi oleh OECD (2021) menyoroti bahwa strategi “green growth” di Kota Kopenhagen telah menjadi mesin pariwisata yang powerful.
Integrasi antara desain urban hijau dan gastronomi berkelanjutan menciptakan pengalaman kota yang unik dan “instagrammable” bagi wisatawan global.
Selain itu, laporan UNCTAD Creative Economy Outlook 2022 & UNESCO Culture for Sustainable Cities bahwa Kota yang mengintegrasikan ekonomi kreatif dengan prinsip keberlanjutan mengalami pertumbuhan wisata 25% lebih tinggi daripada rata-rata.
Setiap 1% peningkatan investasi di ekonomi kreatif hijau berkontribusi terhadap peningkatan 0,8% dalam jumlah kunjungan wisatawan.
Manfaat Multiplikasi: Melampaui Sektor Pariwisata
Investasi dalam pembangunan destinasi pariwisata urban berkelas dunia bukanlah investasi yang egois bagi sektor pariwisata semata. Ia memiliki efek multiplikasi yang powerful terhadap seluruh sendi kehidupan kota. Pengembangan infrastruktur akan meningkatkan mobilitas warga. Penciptaan ruang publik yang hijau dan estetik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat urban.
Peningkatan konektivitas udara dan laut akan memperlancar distribusi logistik dan barang, mendukung sektor perdagangan. Reputasi sebagai kota yang bersih, tertata, dan berbudaya akan menarik investasi dari sektor-sektor lain, termasuk teknologi dan pendidikan.
Dengan kata lain, membangun Makassar sebagai destinasi pariwisata pada hakikatnya adalah membangun fondasi yang kokoh bagi seluruh pembangunan kota.
Akhirnya, Usia 418 tahun Kota Makassar adalah momen yang tepat untuk bercermin dan melompat ke depan. Status Makassar sebagai jantung Poros Maritim adalah anugerah geostrategis yang tidak boleh disia-siakan. Namun, potensi ini9 hanya akan menjadi metafora kosong tanpa transformasi yang berani dan visioner.
Dengan merancang lompatan paradigma dari kota transit menjadi destinasi urban berkelas dunia yang didukung oleh tiga pilar strategis: warisan budaya yang hidup, konektivitas cerdas, dan ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Makassar tidak hanya akan menyongsong usia emasnya, tetapi juga menegaskan kembali posisinya yang terhormat di peta regional dan global.
Merancang Makassar 2040 dimulai hari ini, dengan tekad untuk menjadikan kota ini bukan sekadar gerbang, tetapi tujuan utama itu sendiri.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
