HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Sore itu, Desa Bulu Cindea di Kecamatan Bungoro, Pangkep, tampak sunyi. Tidak ada aktivitas mencolok. Di pintu masuk desa, deretan umbul-umbul merah putih berjejer rapi. Nuansa kemerdekaan mulai terasa.
Semakin ke dalam, aroma laut yang berpadu dengan semilir angin terasa menyejukkan. Anak-anak berlari riang di tepi jalan sambil melempar tawa, sementara para ibu tampak sibuk merapikan halaman rumah.
Ada juga yang terlihat bercengkerama santai di satkambling. Sebuah pos ronda yang dindingnya terpampang tulisan “Desa Digital IM3”.
Baca Juga : Kolaborasi Pulihkan Pesisir, 5.000 Mangrove Ditanam untuk Masa Depan Hijau Makassar
Lalu, persis di sudut desa (dekat dengan gerbang masuk desa), terlihat sebuah tugu bertuliskan “Wisata Mancing” berdiri tegak. Beberapa gazebo terapung berjejer di sana. Persis dibawahnya, ada empang tempat pengunjung memancing.
Saat ditemui harian.news, Sabtu (16/08/2025), Widiya, pengelola Wisata Mancing sekaligus Ketua BUMDes Bulu Cindea Pangkep menggunakan abaya berwarna coklat. Di atas gazebo, ia bercerita tentang Wisata Mancing Bulu Cindea.
Kata Widiya, Wisata Mancing ini bukanlah wisata alam yang terbentuk alami, melainkan hasil kerja sama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan warga. Lahan yang dulu dikenal sebagai lahan tidur kini disulap menjadi kolam pemancingan dan rumah makan.
Baca Juga : Telkomsel dan Kisah Inspiratif Pelaku UMKM yang Kian Eksis di Era Digital
“Ini sebenarnya tanah masyarakat yang dulunya tidak tergarap. Kami jadikan potensi desa agar bisa menghidupkan kembali perekonomian,” ujarnya.
Menurut Widiya, mimpi dan harapannya tentang keberadaan Wisata Mancing telah memberi arti baru bagi desa. Selain menghadirkan ruang rekreasi buatan, lokasi ini membuka peluang kerja dan meningkatkan pendapatan warga.
“Pendapatan Asli Desa (PADes) juga bertambah. Jadi, lahan tidur bukan hanya produktif, tapi juga menghidupi banyak orang,” katanya.

Baca Juga : Perempuan Pelosok Jadi Ujung Tombak Pegadaian MengEMASkan Indonesia
Karyawan Wisata Mancing Bulu Cindea saat menggunakan akses internet lewat HiFI Air. (Foto: Gita/HN)
Saat ini, setidaknya ada 12 karyawan perempuan yang terlibat langsung dalam pengelolaan Wisata Mancing. Mulai dari pemilik lahan, pelaku UMKM, pengurus BUMDes, hingga pekerja rumah makan kuliner. Mereka saling berbagi peran untuk menjaga agar lokasi wisata tetap hidup dan memberi manfaat.
Wisatawan yang datang tak hanya mencari pengalaman memancing, tetapi juga mencicipi berbagai menu yang tersedia. Dari ikan bakar, ayam bakar, bakso, serta aneka sajian lainnya.
Baca Juga : CIMB Niaga Jembatani UMKM La Unti Sukses Rajut Asa hingga Mendunia
“Kita sediakan makanan berat sampai ringan, jadi pengunjung bisa betah berlama-lama,” tambah Widiya.
Tak hanya pelaku usaha formal, masyarakat sekitar pun merasakan dampaknya. Beberapa warga mendapat penghasilan tambahan dengan membuka jasa parkir atau membantu pengelolaan tempat.
“Ini yang kami sebut support system, karena masyarakat sekitar juga ikut sejahtera dari keberadaan wisata,” kata Widiya.
Menariknya, rumah makan di kawasan Wisata Mancing juga menyediakan akses internet berbasis HiFi Air, sebuah layanan yang memudahkan pengunjung terhubung dengan dunia digital.
Sistem prabayar HiFi Air ditanggung oleh pengelola rumah makan, sehingga pengunjung dapat menggunakannya tanpa biaya tambahan.
HiFi Air tak hanya jadi fasilitas pengunjung, tapi juga mendukung pemasaran. “Bisa dipakai lebih dari tiga orang sekaligus. Selain itu, UMKM di sini juga memanfaatkannya untuk memasarkan produk dan mempromosikan Wisata Mancing secara online,” jelas Widiya.
Meski begitu, fasilitas internet ini masih menghadapi keterbatasan. Jarak antara titik HiFi Air saat ini dengan gazebo pelanggan mencapai sekitar 70 meter, sehingga sinyal belum menjangkau semua area.
“Kedepannya kami akan melakukan penambahan. Atau jika ada peluang, kami berharap ada penambahan titik HiFi Air dari kerjasama dengan Indosat. Supaya pengunjung lebih nyaman dan pelaku UMKM lain juga bisa menikmati fasilitas ini,” tutup Widiya.
HiFi Air Jembatani UMKM Pesisir Go International
Beranjak sekitar 50 meter dari bibir pantai Bulu Cindea, terlihat beberapa perempuan sedang sibuk mengolah ikan bandeng. Di sela-sela itu, suara riuh anak-anak menggema, seakan menjelaskan potret aktivitas masyarakat pesisir pada umumnya.
Di desa Bulu Cindea, para perempuan dan ibu rumah tangga (IRT) sudah mengelola UMKM dari hasil laut. Mereka tetap berjuang menjaga dapur tetap mengepul dengan mengolah hasil laut menjadi produk bernilai jual.
Menariknya, desa ini sudah menjadi desa digital. Sehingga layanan seperti HiFi Air membuka peluang baru untuk warga. Usaha mereka tak lagi berhenti di pasar tradisional, melainkan menjangkau pembeli jauh di luar kampung nelayan hinggak ke luar negeri.
Rasmila, pemilik usaha Ikan Bandeng Tanpa Tulang Az-Zahra menjelaskan perjalanan usahanya mengolah ikan bandeng tanpa tulang tidak instan. Rasmila merintisnya sejak 2017, namun baru benar-benar fokus di 2021. Akhirnya mimpi menjalankan usaha terwujud ketika permintaan mulai melonjak.
Rasmila memperlihatkan usaha ikan bandengnya yang ramai peminat berkat pelatihan UMKM menggunakan HiFi Air. (Foto: Gita/HN)
Setiap hari, ia mampu memproduksi 300 hingga 450 bungkus ikan olahan, dengan penjualan mencapai 5.000 bungkus setiap bulan. Untuk memenuhi kebutuhan produksi, ia membeli ikan dari lelong di pasar, sekaligus membuka lapangan kerja bagi 10 orang perempuan di sekitarnya.
“Alhamdulillah sekarang sudah ada hak cipta untuk ekspor ke luar negeri,” ucapnya dengan penuh bangga.
Kunci dari lonjakan usahanya datang ketika pemerintah desa membuka akses HiFi Air, layanan internet gratis yang dimanfaatkan untuk pelatihan UMKM dan pemasaran digital. Rasmila ikut serta dalam pelatihan branding produk dan media sosial yang difasilitasi desa.
“Biasa juga ikut pelatihan UMKM dari desa. Untung ada wifi gratis, jadi bisa belajar lebih mudah dan langsung praktik jualan online,” jelasnya.
Dengan internet gratis itu, produk ikan olahan Rasmila menjelajah jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan. Di wilayah Sulawesi sudah banyak pemesanan, bahkan kini produknya rutin dikirim hingga Papua. Ada juga yang bawa ke luar negeri.
“Kalau area Sulawesi sudah tidak dipertanyakan lagi, sudah banyak yang pesan. Sampai Papua pun kita sudah kirim,” katanya.
HiFi Air kini menjadikan Bulu Cindea lebih dari sekadar desa nelayan. Desa ini telah menjadi ruang lahirnya produk lokal yang siap Go International.
Berkat HiFi Air, 600 Perempuan telah Diberdayakan
Kehadiran layanan internet berbasis modem ini tidak hanya menghidupkan suasana pos ronda/satkambling dan pemancingan, tetapi juga membuka jalan bagi ratusan perempuan untuk berdaya lewat usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Kepala Desa Bulu Cindea, Made Ali, menceritakan perjalanan desa dalam memanfaatkan HiFi Air sejak pertama kali hadir pada 2023.
“Awalnya Indosat berikan satu modem dipasang di Biring Tangngayya (satkambling), lalu tahun 2024 bertambah lagi satu, dan 2025 masuk satu lagi HiFI Air. Jadi sekarang sudah ada tiga HiFi Air di Bulu Cindea,” jelasnya.
Fasilitas itu mula-mula digunakan untuk nonton bola bersama atau berkumpul di satkamling, membuat desa terasa hidup dengan akses internet.
Namun, manfaatnya segera berkembang lebih jauh ketika ia bermimpi untuk mengembangkan desa digital. HiFi Air menjadi penopang utama untuk membangun pelatihan UMKM perempuan.
Dengan akses internet cepat, para ibu belajar mendesain, membuat branding, hingga memasarkan produk lewat media sosial.
“Kalau dulu penjualan hanya di lingkup desa, sekarang sudah bisa tembus ke luar daerah hingga ke luar negeri,” ungkap Made Ali.
Saat ini terdapat 30 UMKM aktif, di mana lima di antaranya sudah rutin mendapat pesanan dari luar Sulawesi.
Selanjutnya, Made Ali mengatakan, sudah ada lebih dari 600 perempuan Bulu Cindea telah mengikuti pelatihan yang digelar di sekolah perempuan, sebuah wadah yang melibatkan mahasiswa sebagai pengajar. Mereka belajar cara memotret produk, membuat konten, hingga mengelola toko online.
“Sekitar 30 persen dari 2.000 perempuan di desa ini sudah punya produk sendiri,” kata Made Ali.
Produk yang ditawarkan beragam, mulai dari kuliner khas, kain, hingga hasil budidaya ikan nila, kepiting bakau, dan ayam kampung.
Kepala Desa Bulu Cindea, Made Ali saat memperlihatkan salah satu HiFi Air yang biasa digunakan untuk pelatihan UMKM. (Foto: Gita/HN)
Tak hanya untuk warga, HiFi Air juga mendukung usaha desa. HiFi Air di area pemancingan, misalnya, dikelola untuk memberi akses pengunjung sekaligus membantu promosi produk lokal.
“Dengan internet, mereka bisa menjangkau banyak pengunjung dan mempromosikan produk lokal desa pesisir melalui media sosial, hasilnya beda jauh,” ujar Made Ali.
Ke depan lanjutnya, pemerintah desa berharap dukungan Indosat terus berlanjut. “Kami ingin ada tambahan modem supaya makin banyak warga bisa merasakan manfaatnya,” terang Kepala Desa Bulu Cindea.
Saat ini, pihak desa tengah membangun 20 gazebo untuk mendukung penjualan UMKM. Kata Made Ali, ia butuh banyak akses internet untuk membantu para UMKM yang ada di sekitar gazebo mengakses internet.
“Sehingga, kami berharap, bantuan HiFi Air dari Indosat bisa terus berlanjut supaya desa digital di Bulu Cindea tetap hidup dan membantu perempuan pesisir lebih sejahtera dan berdaya,” pungkasnya.
Akses Digital Merata hingga ke Desa
Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) terus mempertegas komitmennya dalam menghadirkan pemerataan akses digital di seluruh pelosok Nusantara. Melalui program Empowering Indonesia, Indosat berupaya menghadirkan konektivitas yang tak hanya terpusat di kota besar, tetapi juga menjangkau desa-desa dengan infrastruktur terbatas.
EVP Head of Circle Kalisumapa Indosat Ooredoo Hutchison, Swandi Tjia, menjelaskan bahwa tujuan utama Indosat adalah memberdayakan masyarakat desa agar bisa merasakan manfaat digitalisasi.
“Kenapa ada HiFi Air? Karena yang penting masyarakat desa bisa terhubung akses internet tanpa kabel dan lebih simpel,” ucapnya.
Walau tantangan mengakses pedesaan kadang terhalang geografis, misal jalan menuju desa sulit atau kepadatan penduduk belum memengaruhi kelayakan infrastruktur. Tapi pada dasarnya, Indosat berusaha semaksimal mungkin agar akses digital merata.
Menurut Swandi, HiFi Air hadir sebagai solusi untuk menghadirkan pengalaman digital yang andal di wilayah rural. Dengan dukungan jaringan dan infrastruktur yang dikelola secara berkesinambungan, mulai dari BTS, power supply, hingga transmisi.
“Kami ingin pelanggan merasakan marvelous experience, bukan hanya di kota, tapi juga di desa,” katanya.
Lebih jauh, Indosat juga mengaitkan program HiFi Air dengan pemberdayaan ekonomi lokal. Salah satunya melalui kerja sama dengan pemerintah desa untuk menyediakan akses WiFi gratis di titik-titik umum, seperti pos ronda dan pusat aktivitas warga.
“Contoh nyatanya terlihat di Desa Bulu Cindea, Pangkep, di mana HiFi Air dimanfaatkan oleh warga, termasuk UMKM perempuan, untuk memperluas pasar mereka melalui digitalisasi,” terang Swandi.
Desa Digital IM3 WiFi Corner yang ada di Bulu Cindea. (Foto: Gita/HN)
Selain itu, Indosat juga menghadirkan berbagai program literasi digital, termasuk SheHacks yang menyasar komunitas perempuan dan UMKM di berbagai daerah seperti Minahasa dan Kupang untuk wilayah Sulawesi.
“Fokus kami bukan hanya menyediakan jaringan dengan harga kompetitif, tetapi lebih pada kualitas layanan dan dampak sosial. Kami ingin masyarakat desa bisa memaksimalkan potensi usaha mereka dengan teknologi,” jelas Swandi.
Pengamat Ekonomi: HiFi Air Jalan Digitalisasi UMKM Pesisir
Digitalisasi melalui layanan internet dinilai mampu membuka peluang besar bagi transformasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), khususnya di wilayah pesisir Sulsel. Hal itu disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Universitas Bosowa Makassar, Dr. Lukman Setiawan.
Menurut Lukman, layanan internet seperti HiFi Air dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan UMKM di desa pesisir.
“Internet membantu pelaku UMKM meningkatkan akses pasar, memperluas jangkauan penjualan, serta mempermudah komunikasi dengan pelanggan dan supplier. Efisiensi dan produktivitas usaha juga bisa meningkat dengan pemanfaatan teknologi digital,” jelasnya.
Lukman menjelaskan bahwa internet dapat menjadi pintu masuk utama bagi UMKM pesisir dalam memperluas pasar. Dengan memanfaatkan platform digital dan media sosial, produk lokal bisa lebih dikenal, reputasi usaha meningkat lewat testimoni pelanggan, serta transaksi dan pembayaran online dapat dilakukan lebih mudah.
Infrastruktur digital yang stabil pun, menurutnya, menjadi solusi jangka panjang bagi penguatan daya saing UMKM. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara penyedia layanan internet seperti Indosat yang telah menyediakan HiFI Air dengan pemerintah daerah, dan komunitas lokal.
“Kolaborasi ini kunci agar digitalisasi UMKM pesisir bisa berkelanjutan. Bukan hanya menyediakan internet, tetapi juga memberi pelatihan, edukasi, dan literasi digital agar UMKM benar-benar mampu memanfaatkannya secara kreatif dan produktif,” ujarnya.
Kominfo Sulsel Dorong HiFi Air Jadi Solusi Konektivitas di Pedesaan
Kepala Dinas Kominfo-SP Sulawesi Selatan, A. Winarno Eka Putra, menegaskan bahwa seluruh desa di Sulsel wajib memiliki media publikasi digital seperti website atau portal desa sebagai sarana keterbukaan informasi publik.
Hal ini merupakan amanat dari UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan pemerintah desa mempublikasikan dokumen penting, termasuk pengelolaan dana desa.
“Website desa menjadi wadah resmi untuk transparansi. Karena itu, internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat desa, termasuk wilayah pesisir,” ujar Winarno.
Sulawesi Selatan, dengan banyak pulau dan garis pantai yang panjang, masih menghadapi titik-titik blank spot. Meski bukan lagi termasuk provinsi kategori 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan), kendala pemenuhan infrastruktur komunikasi masih terasa.
Untuk itu, Kominfo-SP Sulsel terus mendorong literasi digital, termasuk kepada Diskominfo kabupaten/kota agar mampu memberikan pelatihan digital kepada UMKM pesisir.
“Literasi digital sangat penting, misalnya untuk pembuatan konten pemasaran, sistem penjualan online, dan promosi produk UMKM. Dengan begitu, pelaku usaha bisa adaptif terhadap transformasi digital,” kata Winarno.
Ia juga mengapresiasi langkah Indosat Ooredoo Hutchison melalui layanan HiFi Air, yang dinilai mampu memperkuat ekosistem digital di desa pesisir.
“Ini perlu kita dorong ke depannya. HiFi Air sangat membantu masyarakat karena menghadirkan internet tanpa kabel dengan kualitas baik. Kami salut atas dukungan Indosat dalam mewujudkan komunikasi digital yang merata di Sulsel,” ucapnya.
Ke depan, Diskominfo-SP Sulsel berkomitmen meningkatkan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperluas akses internet sekaligus memperkuat literasi digital bagi UMKM.
“Sulsel bahkan menjadi provinsi pertama yang melakukan enkripsi data digital di tingkat pemerintah daerah. Ini bentuk keseriusan kami dalam mengawal transformasi digital di daerah,” tutup Winarno.
Digitalisasi Desa Jadi Kunci Masa Depan
Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal. (Foto: Harian.news)
Bagi Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, salah satu agenda strategis yang tidak boleh tertinggal adalah memastikan seluruh desa di Tanah Air terkoneksi internet.
Ia menegaskan bahwa pada tahun 2029 Indonesia wajib merdeka internet. “Tidak boleh ada lagi satu desa pun yang tidak bisa mengakses jaringan. Internet harus menjadi hak dasar masyarakat desa, sama pentingnya dengan listrik dan jalan,” tegasnya dalam wawancara khusus dengan Harian.news.
Indonesia memiliki sekitar 85 ribu desa, namun data Kementerian Kominfo menunjukkan masih ada 12 ribu desa yang belum tersentuh akses internet stabil. Kondisi ini berpotensi menambah kesenjangan pembangunan antara desa dan kota.
Padahal, menurut Syamsu Rizal, desa justru menyimpan potensi besar dalam bidang pertanian, perikanan, pariwisata, hingga ekonomi kreatif yang bisa berkembang lebih pesat jika terkoneksi dunia digital.
“Kita ingin membangun desa digital, di mana teknologi menjadi sarana untuk menggerakkan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan tata kelola pemerintahan desa. Karena itu, roadmap yang sudah dibuat Kominfo harus benar-benar dijalankan,” ungkapnya.
Komisi I DPR RI ini menilai, pembangunan infrastruktur digital tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Operator telekomunikasi nasional harus ikut ambil peran. Salah satu yang mendapat apresiasi adalah Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).
Melalui inovasi HiFi Air, Indosat menghadirkan broadband berbasis satelit sebagai solusi menjangkau desa-desa yang sulit dilalui fiber optik maupun jaringan seluler reguler.
“Program seperti ini sejalan dengan visi desa digital. Kami di Komisi I tentu mendukung operator yang hadir dengan solusi nyata,” kata Syamsu Rizal.
Lebih jauh ia menyampaikan, digitalisasi desa diyakini akan mencetak SDM unggul dari akar rumput. Akses internet akan membuka pintu baru bagi masyarakat desa untuk mengembangkan UMKM berbasis e-commerce, mengakses pendidikan daring dan literasi digital dan masih banyak lagi.
“Kami menyebutnya sebagai koperasi merah putih berbasis digital. Kalau desa sudah melek teknologi, maka daya saing nasional akan meningkat secara otomatis,” pungkas Syamsu Rizal.
PENULIS: GITA OKTAVIOLA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
