HARIAN.NEWS, JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram (kg) kepada pengecer dinilai ASPPUK terlalu terburu-buru tanpa memperhitungkan dampak dan resiko yang terjadi pada masyarakat khususnya perempuan.
Perempuan yang banyak bergelut di sektor usaha kecil mikro maupun ibu rumah tangga sangat dirugikan oleh kebijakan tersebut.
Bagi perempuan pelaku usaha kecil mikro (UKM), gas elpiji 3 kg adalah kebutuhan utama dalam menjalankan usaha kuliner, produksi rumahan, dan berbagai sektor lainnya.
Baca Juga : Mulai 2024, Subsidi Tabung Elpiji 3 Kg Hanya Diberikan dengan KTP
Keterbatasan akses terhadap gas ini menyebabkan keterlambatan dalam proses produksi karena Perempuan UKM harus antrian berjam-jam untuk memperoleh gas elpiji 3 kg.
Setelah antrian dan memperoleh gas, barulah Perempuan pelaku UKM memproduksi.
Hal tersebut membuat keterlambatan dalam pelayanan ke konsumen bahkan ada pelaku UKM yang tidak dapat berjualan karena tidak memperoleh gas elpiji 3 kg.
Itu artinya mereka tidak memperoleh pendapatan pada hari tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah UMKM di Indonesia 65,5 juta orang, 64,5% dikelola oleh Perempuan pelaku usaha kecil mikro.
Sementara itu, bagi ibu rumah tangga, kebijakan ini menambah beban kerja Perempuan karena harus antrian berjam-jam dan mereka juga sering kali bertanggung jawab atas kebutuhan domestik seperti memasak, mengurus anak dan mengatur kebutuhan rumah tangga.
Tidak hanya beban kerja yang bertambah, kebijakan ini juga menyita waktu, meningkatkan biaya operasional akibat tambahan ongkos transportasi.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
