Logo Harian.news

Penasihat Hukum Tegaskan Koko Jhon Bukan Gembong Narkoba, Harap Majelis Hakim Putuskan Secara Adil

Editor : Redaksi Kamis, 05 September 2024 00:57
PH Koko Jhon memberikan keterangan pers terkait kasus kliennya, Rabu (4/9) malam. Dok.
PH Koko Jhon memberikan keterangan pers terkait kasus kliennya, Rabu (4/9) malam. Dok.

MAKASSAR, HARIAN.NEWS – Penaselihat Hukum terdakwa Ikhving Lewa atau Koko Jhon menegaskan kliennya bukanlah bandar narkoba di Bone Sulsel sebagaimana ditudingkan.

Saat ini kasus tersebut telah bergulir di Pengadilan Negeri Watampone, Jalan MT Haryono, Kecamatan Tanete Riattang Barat. Terbaru sudah masuk dalam pembacaan pledoi oleh pihak terdakwa, Selasa (3/9/2024).

Koko Jhon sendiri bahkan telah dituntut hukuman penjara selama 18 tahun oleh jaksa penuntut umum. Selain tuntutan hukuman penjara, Koko Jhon yang merupakan pengusaha bahan bangunan di Bone juga dihadapkan denda sebesar Rp1,5 miliar, dengan ancaman tambahan penjara satu tahun jika tidak mampu membayar denda tersebut.

Ketua Tim Penasihat Hukum (PH), Buyung Harjana Hamna didampingi Syahban Sartono dihadapan awak media saat gelar konfrensi pers di salahsatu cafe di Jl Ratulangi, Makassar, Rabu (4/9) malam mengharapkan kepada majelis hakim memberikan putusan yang adil berdasarkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan, bukan berdasarkan tuduhan atau tekanan.

“Sebagai benteng terakhir keadilan, kami berharap majelis hakim agar dapat memberikan putusan seadil-adilnya. Karena fakta persidangan kami anggap tidak berkesesuaian antara saksi dan bukti,” ungkap penasihat hukum Koko Jhon, Buyung Harjana, kepada media.

Dimana Koko Jhon dituduh oleh beberapa kalangan sebagai gembong narkoba sesuai barang bukti 7,6 gram sabu. Sementara sambung penasehat hukum, barang bukti tersebut 7,6 gram berasal dari 2 penangkapan dari tersangka lain.

“Ini (7,6 gram) adalah berat kotor, dimana telah dibungkus kemasan 46 plastik bening. Jadi hitungannya itu sudah sama kemasannya. Ini mengherankan dalam pasal 114 ayat 2 dikatakan pengedar diatas 5 gram barang bukti. Sementara ini termasuk berat kemasan berapa berat netto sabu bukan didapatkan dari Koko Jhon, karena ini semacam penunjukan dari tersangka sebelumnya,” tuturnya.

Kemudian lanjutnya, ada juga HP disita 3 unit, namun sampai akhir persidangan hp tidak dibuka mana ada transaksi atau percakapan.

“Saya mendampingi dipengadilan dan dipenyidikan dari hp tidak ada sama sekali bukti screenshot transaksi antara terdakwa Koko Jhon,” ungkapnya.

Lebih lanjutnya, saat penggeledahan yang kedua walaupun sudah di geledah (ruko) dan menggunakan anjing pelacak tidak ada ditemukan narkoba.

“Klien kami bukan bandar sebagaimana dituduhkan berbagai pihak. Olehnya opini ini (bandar) dikalangan tidak sesuai dalam fakta persidangan,” ujarnya.

Penasihat hukum mengungkapkan bahwa Koko Jhon ditangkap pada 15 Januari 2024 di Anomali Cafe, Makassar, tanpa ditemukan barang bukti sabu.

Tiga hari setelah penangkapan, penggeledahan dilakukan di ruko milik Koko Jhon di Jalan Jenderal Sudirman, Bone, dan tetap tidak ditemukan sabu.

“Di dalam persidangan banyak ketidaksesuaian antara saksi dengan alat bukti,” ungkapnya.

Dia juga menyayangkan atas tuduhan bahwa Koko Jhon merupakan bandar besar narkoba. Dia menyebutkan sejak Koko Jhon ditahan pada Januari 2024, tidak ada satupun dari 193 tersangka narkotika di Bone yang menyebut nama kliennya.

“Jika dikatakan Koko Jhon sebagai bandar besar. Koko Jhon sudah ditahan sejak Januari 2024. Data dari Polres Bone, dari Januari 2024 sampai Juli 2024, ada 193 tersangka narkotika. Dari 193 tersangka itu tidak ada yang menyebut terdakwa Ikving Lewa,” ujarnya.

Hasil Pledoi

Penasihat hukum kembali menerangkan hasil pledoi yang dibacakan Koko Jhon dalam Persidangan Selasa (3/9):

1. Kekhawatiran Terhadap Tekanan Massa: Terdakwa khawatir bahwa putusan sidang dapat dipengaruhi oleh tekanan massa dan pemberitaan media sosial, bukan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.

2. Penangkapan dan Penggeledahan: Terdakwa merasa dijebak saat bertemu seseorang di sebuah kafe dan kemudian ditangkap tanpa surat perintah. Tidak ditemukan barang bukti narkotika selama penangkapan maupun penggeledahan.

3. Penetapan Sebagai Tersangka: Terdakwa dijadikan tersangka berdasarkan penunjukan dari tersangka lain, meskipun tidak ada bukti fisik atau komunikasi yang mengarah pada keterlibatan terdakwa.

4. Dugaan Rekayasa Saksi: Terdakwa mencurigai adanya rekayasa dalam keterangan saksi, termasuk adanya perbedaan signifikan dalam waktu pemeriksaan dan isi keterangan saksi.

5. Kehadiran Massa dan Pemberitaan: Sidang terdakwa mendapatkan perhatian besar dari massa dan media, berbeda dengan kasus narkotika lain yang memiliki barang bukti lebih besar.

6. Tuntutan Jaksa: Jaksa menuntut terdakwa 18 tahun penjara untuk barang bukti 7,6 gram sabu, meskipun terdakwa menyangkal semua tuduhan dan mempertanyakan keadilan tuntutan tersebut.

7. Pentingnya Fakta dalam Peradilan: Terdakwa berharap Majelis Hakim memberikan putusan yang adil berdasarkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan, bukan berdasarkan tuduhan atau tekanan.

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi@harian.news atau Whatsapp 081243114943

Follow Social Media Kami

KomentarAnda