HARIAN.NEWS – Undang-undang Kesejahtraan Ibu dan Anak (UU KIA) telah disahkan di rapat paripurna oleh DPR RI, mengatur beberapa hal, ada 6 poin. Salah satunya hak cuti melahirkan selama 6 bulan, cuti ayah 2-3 hari sejak istri melahirkan.
Keputusan ini sangat mengagetkan pemerhati perempuan Makassar. Impementasinya multitafsir. Ketentuan yang diatur meliputi hak dan kewajiban, tugas, dan wewenang serta beberapa hal lainnya.
Pembatasan UU KIA, 1.000 hari sejak anak dalam kandungan. Sedangkan definisi anak sudah tertuang dalam UU Kesehatan no 17 Tahun 2023.
Pengaturan kesehatan ibu dan anak detail dimasukkan di dalamnya. Komplit pasal demi pasal. Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi antarpemegang kekuasaan dan efiensi dalam penyusunan undang-undang.
Apa urgensinya UU KIA disahkan? Apakah untuk membatasi ruang gerak perempuan, seakan tugas seorang ibu sepenuhnya jadi kewajiban, jika tidak dilaksanakan kena sanksi? Atau di meja hijaukan jika pemilik perusahan tidak menjalankan aturan perundangan?, lalu ayah apa fungsinya, hanya sebagai pengawas?
Kebijakan untuk melindungi hak-hak perempuan ketika menjadi seorang ibu tidak ada gunanya diundang-undangkan. Bahkan pengesahan UU ini berimplikasi terhadap pembiayaan negara membengkak, tidak mendesak, hanya menambah beban anggaran.
Implementasi satu undang-undang saja masih belum sempurna, apalagi yang baru disahkan. Seharusnya UU KIA dibuat untuk memberi terobosan inovatif yang memperkuat UU lain, namun malah tumpang tindih upaya mensejahterakan ibu dan anak, di sisi lain terkesan mengatur perempuan harus melakukan kewajiban dan memastikan kesehatan anak.
Dampak lain, informasi ini membuat perusahan tidak mau merekrut tenaga perempuan. Perempuan kehilangan peluang sebelum mendapatkan pekerjaan. Dianggap kaum hawa tidak efektif dan tidak produktif bekerja, apalagi harus dibayar meskipun sedang cuti panjang.
Harusnya Pemerintah mengupayakan mengefektifkan implementasi aturan-aturan dan memperkuat UU yang sudah ada. Pemerintah semestinya bertindak sesuai fungsinya untuk mensejahterakan ibu dan anak, tapi malah mengatur kehidupan perempuan, harus begini harus begitu.
IGA K
Baca berita lainnya Harian.news di Google News