HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Izin aktivitas penambangan di Raja Ampat sudah dikeluarkan sejak 2013 pada PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). PT MRP mengantongi IUP dari SK Bupati Nomor 153.A Tahun 2013. SK tersebut berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033.
Di tahun yang sama, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) juga mengantongi izin melalui SK Bupati Nomor 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033.
Selanjutnya, PT Gag Nikel mengantongi izin operasi produksi sejak 2017. Berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047. Kemudian,IUP Operasi Produksi PT Anugerah Surya Pratama (ASP) diterbitkan pemerintah pusat, yakni melalui SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034.
Baca Juga : Semangat Sumpah Pemuda di Era Validasi
Kabar terakhir, Prabowo mencabut empat izin usaha tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah memantik kritikan publik.
Setidaknya ada lima perusahaan yang menggarap tambang di kepulauan Raja Ampat. Mereka antara lain PT GAG Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Tempo (10 Juni 2025)
Bertentangan dengan Konstitusi
Baca Juga : Mutasi Bukan Sekadar Pindah Jabatan: Refleksi Akademik atas Dinamika Pemerintahan yang Sehat di Takalar
Melihat sejumlah perusahaan tambang di Raja Ampat yang sebagian besar adalah milik swasta. Ini jelas bertentangan dengan UUD 45. Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. “.
Kekayaan alam yang seharusnya dikelolah langsung oleh negara dialihkan ke pihak swasta adalah bagian dari upaya lepas tangan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam negeri ini. Akibatnya hasil dari pengelolaan sumber daya alam khususnya nikel di Raja Ampat tidak sepenuhnya diserahkan ke negara.
Jika saja negara mampu sepenuhnya melakukan pengelolaan SDA secara mandiri dan hasilnya diberikan untuk kepentingan rakyat maka hal itu sudah lebih dari cukup. Minimal negara tidak lepas tangan sebagai pelaksana tunggal dalam pengelolaan sumberdaya alam di negeri ini.
Baca Juga : Menanggapi Orang Bodoh: Antara Imam Syafi’i & Stoikisme
Negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa penggunaan kekayaan alam tersebut bersifat adil dan merata untuk kesejahteraan rakyat dibawah kendali oleh negara. Bukan menyerahkan kepada pihak swasta.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
