PAN mendayung di antara dua kutub, kutub pragmatisme dan kutub idealism. Dalam posisi demikian pertanyaan yang acapkali muncul adalah, apakah PAN telah mengkhianati idealismenya?
Atau justru, PAN tengah mencari keseimbangan antara prinsip dan realitas?
Dalam politik, idealisme murni tanpa fleksibilitas kerap membuat partai terpinggirkan, sementara pragmatisme tanpa batas dapat menggerus identitas.
Baca Juga : PAN Sulsel Dukung Zulhas Maju Pilpres 2029
Bagi PAN, menjaga keseimbangan ini menjadi tantangan besar. Basis pemilih, khususnya yang masih mengingat semangat awal reformasi, mengharapkan PAN tetap teguh pada nilai-nilainya.
Di sisi lain, generasi pemilih baru menuntut efektivitas politik yang kadang membutuhkan kompromi.
Terakhir, perjalanan PAN menunjukkan bahwa politik adalah arena penuh dinamika antara idealisme dan pragmatisme. Tantangannya bukan sekadar bertahan, tetapi juga mempertahankan identitas dalam perubahan zaman.
Baca Juga : Zulhas Tunjuk Pemimpin Strategis PAN, Ashabul Kahfi Fokus di Sulawesi
Muswil PAN Sulsel kali ini perlu melakukan refleksi mendalam: memperbarui komitmennya pada nilai dasar reformasi, sambil tetap lincah membaca realitas politik.
Sebuah partai besar bukan hanya mampu memenangkan kekuasaan, tetapi juga menjaga jiwa dari mana ia dilahirkan.
Wallau ‘a’lam bjshshawab. ***
Baca Juga : Chaidir Syam Nyatakan Siap Bertarung di Muswil PAN Sulsel, Siapa Kandidat Terkuat?
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
