Secara tidak sengaja menjumpai penjual sedang meniris cendol yang sudah jadi, berbahan dasar tepung beras dengan pewarna daun pandan di Warung Ina, kami pun mampir memesan.
Santan belum siap namun teman-teman rela menunggu karena ingin sekali menegak cendol. Hari itu harus minum cendol apapun alasannya, seperti orang ngidam, tidak ada obat selain yang kita maui.
Sembari menunggu sambil melihat langsung dari dekat cara mengolah santan. Dipadu gula aren semakin menghasilkan paduan rasa di tenggorokan yang membangkitkan selera.
Baca Juga : BPJS dan Jerit Senyap yang Luput
“Mamamia” ternyata cendol Malino sangat spesial, dari awal mencicipi sudah terasa nikmatnya, manis gula aren aroma pandan dipadu tekstur krim santan sangat bergizi dan memberi energi senang. Rasa ingin tambah terus.
Ternyata kunci enak bersumber dari bahan serba alami. Tadinya berpikir akan lama menunggu kelapa diparut bahkan sempat terlintas disajikan dengan santan kemasan, rupanya dengan cekatan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, santan murni sudah siap dengan bantuan blender.
Kealamian bahan sudah pasti merupakan salah satu faktor sensasi kenikmatan cendol Malino. Mengajarkan dan mengingatkan kita agar kembali ke alam. Sebenarnya semesta berjalan dengan ketetapan yang logis, semua karena sebab akibat.
Baca Juga : Pendengung dan Pemengaruh
Kenapa enak? Karena alam sudah menyediakan bahan dasar untuk diolah, jadi manusialah yang semestinya belajar dari fasilitas ketersediaan dari sang pencipta yang menyatu dalam keindahan dan cita rasa. Temukanlah dan teruslah mencari nikmat Tuhanmu. TanpaMu aku bukan siapa-siapa.
Sudah saatnya kita membiasakan diri menghadirkan wujud semesta melalui apa yang disediakan di muka bumi ini.
“Tanpa alam, aku bukan apa-apa.
Alam adalah jiwaku, tanpanya aku tidak lengkap.Kita menjaga alam, alam menjaga kita.Harmoni dengan alam, harmoni dengan diri sendiri.Alam memberi, manusia menjaga”.
Baca Juga : Dampak AI bagi Kaum Minoritas
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
