Juga aksi-aksi “pak ogah” mengutip sumbangan di lokasi bekas tanah longsoran dan jalan berlubang.
Naik ke puncak di perbukitan, akan mendapati bangunan berdiri kokoh dan permanen sebagai tempat berswafoto berlatar belakang Eropa dan ada lagi menghadirkan nuansa China (Sierra).
Miris ditilik dari ketinggian, menjulang bangunan di tengah-tengah budaya lokal tidaklah sesuatu yang patut dijadikan sebuah prestasi prestisius. Ada ketidakjujuran, berkiblat pada pesona diluar kearifan lokal.
Baca Juga : BPJS dan Jerit Senyap yang Luput
Cukupkan sampai disitu saja, hentikan mendirikan tempat penginapan atau bangunan kokoh yang tidak memihak pada kebersahajaan penduduk asli disana demi memuaskan ego.
Kedepan, lahan-lahan produktif yang masih tersisa dikelola seperti apa hingga nanti tetap menjadi kebanggan, tidak dialih fungsikan masih menyatu dengan alam, bermanfaat bagi manusia sekitar dengan keelokan yang utuh, murni tidak terkontaminasi dengan pengaruh dunia luar.
Tidak semua hal tentang kelebihan dari potensi sebuah daerah menjanjikan perbaikan ekonomi semua kalangan sesuai harapan.
Baca Juga : Pendengung dan Pemengaruh
Ada masanya stagnan, berproses, namun bukan berarti tidak ada, hanya belum tergali. Mari sejenak membawa suasana kegembiraan dari sektor kuliner.
Jangan bilang Malino keren kalau belum mencoba cendolnya. Ini fakta bukan khayalan semu. Semua disediakan oleh Tuhan, dibentangkan di bumi agar kita menemukan sesuatu yang menghasilkan kreativitas dan bernilai ekonomis.
Kami memutuskan ke Malino cari cendol. Sebagai manusia biasa kami keliling ditengah sejuknya hawa disana dan selfie-selfie.
Baca Juga : Dampak AI bagi Kaum Minoritas
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
