HARIAN NEWS, MAKASSAR – Memimpin Kota Makassar selama dua periode bukanlah waktu yang sebentar. Pun merancang Makassar sebagai Kota Dunia juga bukanlah hal yang mampu diwujudkan dalam masa yang sebentar. Hal inilah yang mencoba diwujudkan oleh seorang Mohammad Ramdhan Pomanto dalam dua periode menjadi nakhoda Makassar.
Diketahui pria yang lahir pada 30 Januari 1964 ini bukan hanya seorang arsitek yang ahli dalam merancang kota, tetapi juga seorang pemimpin yang memiliki visi besar untuk menjadikan Makassar sebagai kota dunia. Lantas bagaimana perjalanannya dalam memimpin Makassar dalam 10 tahun ini? Harian.news merangkumnya dalam wawancara eksklusif.
Ditemui di kediaman pribadinya, di Jalan Amirullah, Danny, sapaan karib Wali Kota Makassar itu menyambut harian.news dengan ramah. Ia terlihat segar dengan kemeja batik yang dominan warna biru dan motif bunga, menambah kesan yang dinamis dan menarik pada sosok pemimpin Makassar itu.
Baca Juga : Firman Pagarra Batal Dilantik, Wali Kota Makassar Buka Lelang Ulang Jabatan Sekda
Mengawali cerita, Danny membawa ingatannya pada 2013, saat Ia memutuskan maju bersama Syamsu Rizal MI di Pilwalkot Makassar. Pada pilkada tersebut, Ia berhasil merebut simpati masyarakat Kota Makassar sehingga berhasil mengumpulkan suara sebanyak 31,18 persen, atau sejumlah 182.484 suara.
Sementara di periode kedua, Ia bersama Fatmawati Rusdi (Adama), menang secara signifikan di 14 kecamatan dengan perolehan suara sebanyak 218.908 atau menang telak dengan 41,3 persen suara.
Meski begitu, sebagaimana setiap perjalanan memiliki puncaknya, Danny menyebut Ia kini berdiri di titik refleksi, menatap kembali pencapaian, kegagalan, termasuk penyesalan serta harapan yang masih ingin Ia tuntaskan.
Penyesalan
Baca Juga : Seleksi Sekda Makassar Dibuka Hari ini Target Rampung Akhir April
Setiap pemimpin pasti menyimpan penyesalan dalam pengabdiannya, dan bagi Danny, kebersihan kota adalah luka yang masih menganga. Ia dengan jujur mengakui bahwa meski upaya sudah maksimal, masalah sampah belum sepenuhnya tertangani.
“Kebersihan itu bukan hanya soal petugas kebersihan, tapi soal perilaku masyarakat. Kita bisa menyapu jalanan bersih dalam dua atau tiga jam, tapi kalau perilaku masyarakatnya tidak bersih, maka kebersihan itu hanya ilusi,” ungkapnya dengan nada lirih, Sabtu (15/2/2025).
Baginya, membangun sistem kebersihan adalah hal yang bisa dilakukan setiap orang, tapi mengubah pola pikir dan budaya masyarakat adalah tantangan yang jauh lebih besar. Program ‘Makassar Tidak Rantasa (MTR)’ yang Ia gagas telah membawa perubahan signifikan, tetapi tanpa kesadaran kolektif, kebersihan itu tetap rapuh.
Baca Juga : Makassar Genjot Solusi Banjir, Fokus Pengerukan dan Pembenahan Drainase
Harapannya, kebijakan bebas iuran sampah yang dicanangkan oleh Wali Kota Makassar terpilih Munafri Arifuddin dapat menjadi dorongan bagi masyarakat untuk lebih peduli.
“Jangan sampai justru kebijakan ini membuat Makassar semakin kotor, saya percaya Appi bisa lebih baik,” tambahnya, penuh harap.
Banjir Kota
Banjir juga menjadi tantangan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Danny menegaskan bahwa masalah banjir tidak bisa dikaitkan semata-mata dengan kepemimpinan, melainkan juga dengan faktor tata ruang.
Baca Juga : Munafri Geram Parkir Liar dan Pungli di Makassar saat Ramadan
Mengingat selama masa Jabatannya, Ia tidak mengizinkan pembangunan perumahan yang tidak memperhitungkan faktor keamanan dari ancaman banjir.
“Banyak yang menyalahkan kalau banjir di kepemimpinan Saya, Nanti kita lihat, karena ada yang bilang kalau dia tangani, tidak banjir lagi. Kita lihat saja nanti,” katanya dengan nada yang menggantung, seolah menantang waktu untuk membuktikan kebenaran.
Baginya, banjir bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga tentang bagaimana seluruh elemen kota, dari pemerintah hingga masyarakat, bekerja sama dalam mengelola tata ruang dan drainase.
“Ini fenomena alam, kita harus duduk bersama dan membahas persoalan banjir agar tidak berlarut-larut, kita di Makassar bahkan telah membentuk satgas drenase cukup lama, jadi tidak asal duduk saja,” ujar politikus PDIP itu.
Harapan
Danny melanjutkan ceritanya, bahwa di akhir masa jabatannya, masih banyak proyek dan program berjalan yang belum selesai. Seperti revitalisasi lapangan Karebosi, Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL), Mobil Sampah listrik dan solar panel di Sekolah dan perkantoran.
Meski belum selesai, Ia tak ingin membebani penerusnya dengan warisan yang memaksa, tetapi ingin melihat apakah visi Makassar yang lebih baik bisa terus berlanjut.
“Boleh berharap, tapi biarkan Pak Appi punya visinya sendiri. Kita kasih ruang, kita tunggu gebrakannya,” ujar Danny.
Namun, Ia juga berharap, pemimpin berikutnya bisa melanjutkan pembangunan yang belum selesai tersebut.
Ia berharap mempimpin Makassar berikutnya bukan hanya sekadar mewujudkan janji politik, tetapi benar-benar memberikan dampak bagi masyarakat.
Periode Pertama vs Periode Kedua
Ketika ditanya perbedaan antara periode pertama dan kedua, Danny menjawab dengan penuh perenungan. Periode pertama adalah masa pembelajaran, sementara periode kedua adalah masa penyempurnaan.
“Di periode pertama, kita belajar. Di periode kedua, kita sudah lebih expert, lebih fokus pada kualitas,” ujarnya.
Suka tak Suka, ini adalah Akhir
Meski mengaku periode pertamanya dalam proses belajar, ia berhasil membawa Makassar ke puncak dengan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) terbaik di Indonesia, bahkan mengalahkan Surabaya.
“Dulu di periode pertama, masih ada kemungkinan lanjut. Di periode kedua, suka atau tidak suka, ini adalah akhir,” ungkapnya.
Di periode kedua, Danny mengaku telah berhasil menjalankan beberapa program dalam visi misi Danny Pomanto – Fatmawati Rusdi (Adama), di antaranya Makassar Kota Dunia di mana Ia mencatat sejumlah prestasi membanggakan.
Kota Daeng menempati peringkat ke-115 dalam Smart City Dunia, satu-satunya kota di Indonesia yang masuk dalam daftar Happy City Index 2024 sebagai salah satu kota terbahagia di dunia, serta meraih penghargaan Healthy City Level 1 Accreditation dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk tingkat Regional Asia Tenggara.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar saat ini mencapai, 1,5 Triliun jika ditambahkan dengan Dana Bagi Hasil (DBH) lebih dari 2 Triliun. Meski begitu, Intensif untuk RT/RW 2 juta tak bisa ia realisasikan karena masa jabatannya telah berakhir, jika tidak dipangkas karena kebijakan Ia optimis bisa merealisasikannya.
Katanya, pada periode kedua, tekanan semakin tinggi, terutama dari media sosial dan dinamika politik yang tak bisa dihindari.
“Kebaikan itu pasti ada lawannya. Kita ingin berbuat baik, pasti ada yang menentang. Itu sudah hukum alam, jadi tidak perlu digubris,” katanya dengan nada pasrah.
10 Tahun Tanpa Mencari Uang
Salah satu hal yang paling Ia banggakan selama 10 tahun memimpin Makassar bukanlah prestasi, melainkan kehidupan pribadinya yang hampir tak menyentuh uang pemerintah.
“Saya ini bukan penikmat fasilitas negara. Rumah saya tidak ada perubahan, malah makin menurun fasilitasnya. Karena memang betul-betul kerja, tidak ada pikiran lain,” ucapnya.
Bahkan, Ia dengan terbuka mengatakan bahwa selama 10 tahun menjabat, ia tidak mencari uang.
“Setelah ini selesai, baru saya cari uang,” ujarnya sumringah.
Kembali ke Dunia Konsultan atau Politik?
Selepas tak lagi jadi Wali Kota, Danny berencana Kembali ke profesi awalnya. Sebagaimana diketahui, Ia adalah seorang konsultan yang bekerja di 72 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Saya dulu sibuk sekali, dalam setahun bisa 70 kali penerbangan, padahal setahun cuma 48 minggu,” kenangnya.
Kini, permintaan untuk kembali ke dunia itu sudah berdatangan, dan ia merasa siap untuk kembali berkontribusi diluar Makassar.
Namun, apakah ia akan kembali ke politik?
“Kita lihat saja nanti. Politik itu bukan jalan mundur, hanya kecepatannya bisa dikurangi atau ditambah,” katanya, penuh teka-teki.
Meski telah mengalami pahit-manisnya politik, Ia tak menutup kemungkinan untuk kembali.
Meskipun tidak berhasil dalam Pilgub Sulsel, Danny tidak merasa kalah.
“Saya merasa kaya, kaya teman, kaya wawasan. Saya mungkin orang yang paling tahu potensi Sulsel sekarang,” ungkapnya penuh bangga.
Dengan lebih dari 450 titik yang ia kunjungi, ia tidak hanya melihat wilayah-wilayah yang selama ini tak terjamah, tetapi juga memahami adat, budaya, dan kekayaan alam Sulawesi Selatan.
“Saya sudah jadi wali kota, sudah jadi calon gubernur, dan itu sudah karunia Allah yang luar biasa,” kata pria yang akrab disebut Anak Lorongna Makassar ini sumringah.
Masa jabatan Danny mungkin akan segera berakhir, tetapi warisannya untuk Kota Makassar jelas terlihat di banyak sudut kota.
“Ini bukan perpisahan, ini hanya akhir dari satu babak dalam hidup saya. Saya akan terus bergerak, terus berkarya, dan Makassar akan selalu ada dalam hati saya,” katanya dengan mata yang berkaca-kaca. (*)
Profil Singkat Danny Pomanto
Nama Lengkap: Mohammad Ramdhan Pomanto
Lahir. : 30 Januari 1964
Orang Tua : Buluku Pomanto (Ayah)
Aisyah Abdul Razak (Ibu)
Pendidikan
- SD Lanto Daeng Pasewang (1970-1975)
- SMP Negeri 5 Ujung Pandang (1976-1978)
- SMA Negeri 1 Ujung Pandang (1979-1981)
- Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin (1989).
Penulis: Nursinta
Baca berita lainnya Harian.news di Google News