861 Hektar Lahan Disita, APSP Desak Bongkar Dugaan Korupsi PT Astra Agro Lestari
HARIAN.NEWS, PASANGKAYU – Langkah mengejutkan dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dengan menyita seluas 861,7 hektar lahan sawit yang selama ini dikuasai PT. Pasangkayu, anak usaha dari PT. Astra Agro Lestari (AAL), di Kabupaten Pasangkayu, Sulbar, Kamis 10 Juli 2025.
Baca Juga : Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu Resmi Laporkan Dugaan Mega Korupsi Perusahaan Ini
Penyitaan dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2025. Dan tindakan ini menandai dimulainya tindakan tegas negara terhadap penguasaan kawasan hutan tanpa dasar hukum.
Namun, penyitaan ini dinilai belum cukup oleh masyarakat yang diwakili Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP). Melalui kuasa hukumnya, Hasri Jack, S.H., M.H. dari Kantor Hukum HJ Bintang & Partners, APSP mendesak agar penyitaan tersebut ditindaklanjuti dengan penyidikan pidana korupsi sumber daya alam.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan korporasi yang diduga merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah selama hampir tiga dekade,” tegas Hasri Jack kepada media.
Baca Juga : APSP Apresiasi Langkah Wagub Sulbar dalam Selesaikan Konflik Agraria Pasangkayu
Jack merinci bahwa penguasaan lahan tanpa izin di dalam kawasan hutan, pemanfaatan tanah di luar HGU, penghindaran pajak, pengabaian kewajiban kebun plasma, dan ketertutupan dana CSR adalah bentuk-bentuk pelanggaran yang sistematis.
“Ini berlangsung selama 29 tahun, tidak mungkin tanpa pembiaran atau keterlibatan oknum pejabat daerah hingga pusat. Negara harus hadir dan membersihkan semua ini. Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung harus segera masuk dengan penyidikan pidana menyeluruh,” tegasnya lagi.
Dugaan Korupsi Sistemik
Baca Juga : Berburu Rekomendasi, Hasri ‘Jack’ Lanjutkan Ambil Formulir Balon Bupati Enrekang
Selain penyitaan lahan PT. Pasangkayu, APSP juga meminta Satgas agar menyita tambahan 42 hektar lahan di wilayah PT. Letawa, anak perusahaan lainnya dari Grup PT. Astra Agro Lestari yang menurut dokumen hukum masih berada di dalam HGU 2013 dan kawasan hutan lindung.
“Kami menduga ada campur tangan pejabat daerah yang dengan terang-terangan menerbitkan izin lokasi di atas kawasan lindung. Ini jelas pelanggaran berat,” ucap Jack.
APSP juga menyoroti gagalnya perusahaan memenuhi kewajiban kemitraan plasma sesuai ketentuan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, serta pengelolaan dana CSR yang tidak transparan.
Baca Juga : Caleg DPRD Sulsel ‘HJ’ Nahkodai Pemuda HIKMA Sulbar
Baca berita lainnya Harian.news di Google News