Alasan Penutupan dan Sengketa Hukum
Larangan terhadap TikTok dan CapCut dilatarbelakangi kekhawatiran keamanan nasional oleh pemerintah AS, mengingat ByteDance adalah perusahaan berbasis di China. Pemerintah AS sebelumnya memberi ultimatum kepada ByteDance untuk menjual saham mayoritasnya di aplikasi TikTok.
Namun, ByteDance menolak ultimatum tersebut meskipun diberi batas waktu hingga 12 Januari 2025. Penolakan ini memicu gugatan hukum yang diajukan ByteDance terhadap pemerintah AS, yang akhirnya kandas di Mahkamah Agung.
Baca Juga : Kisah Haru Vivin, Siswi Papua Sekolah Sambil Gendong Adik
Trump Pertimbangkan Penangguhan Larangan
Situasi ini kini berada di tangan presiden terpilih Donald Trump, yang akan dilantik pada Senin (20/1/2025). Trump dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk menunda larangan tersebut selama 90 hari. Penangguhan ini dimaksudkan untuk memberi waktu bagi pemerintah dan ByteDance mencari solusi.
Dalam wawancara terbaru, Trump mengatakan, “Saya rasa opsi untuk menangguhkan larangan selama 90 hari cukup masuk akal. Ini akan menjadi langkah awal untuk menemukan kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua pihak.”
Baca Juga : Lagu Gaun Merah Trending, Bikin Luka Lama Terbuka
Langkah Trump ini diduga muncul setelah diskusi intensif dengan Presiden China Xi Jinping, meskipun ByteDance masih bersikeras menolak divestasi sahamnya.
Dampak pada Dunia Teknologi dan Hubungan AS-China
Penutupan TikTok dan CapCut mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara AS dan China dalam isu keamanan data dan kontrol digital. Langkah ini juga menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi arena utama dalam persaingan geopolitik dua negara adidaya.
Baca Juga : Kasus Calla Pramuka, Video 30 Menit Viral di Medsos!
Keputusan terkait masa depan TikTok dan CapCut kini berada di tangan pemerintahan baru AS.
Apakah larangan ini akan dicabut, ditunda, atau tetap berlaku, semua tergantung pada hasil negosiasi antara ByteDance dan pihak pemerintah AS. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News