HARIAN.NEWS, MAKASSAR – AI (Artificial Intelligence ) memiliki jangkauan yang sangat luas dan berpotensi memengaruhi berbagai lini kehidupan, mulai dari sektor pekerjaan, sistem keamanan, hingga berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan sosial.
Peningkatan ketergantungan manusia pada teknologi ini dikhawatirkan secara bertahap menggerus kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Lebih lanjut, jika tidak diterapkan dengan prinsip etika dan kebijaksanaan yang kuat, AI juga membawa ancaman signifikan terhadap aspek privasi dan keamanan finansial individu.
Secara spesifik, dampak mesin pintar yang tidak punya perasaan namun bisa membuat opini ini sangat terasa pada segmen angkatan kerja, dimana para profesional dengan keahlian tertentu berpotensi kehilangan pekerjaan akibat penggantian oleh sistem otomatisasi.
Baca Juga : Memperbaharui Cara Berpikir Kuno
Sektor-sektor seperti manufaktur, layanan, dan administrasi yang memiliki tugas repetitif sangat riskan terhadap otomatisasi ini. Kelompok yang secara inheren sudah rentan, seperti minoritas (perempuan, dan penyandang disabilitas), menghadapi risiko yang lebih besar.
Walaupun demikian, dampaknya sangatlah cair dan terus berevolusi; oleh karena itu, penelitian dan analisis mendalam sangat krusial untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif.
Tidak dapat disangkal, pengaruh AI terhadap komunitas minoritas bersifat dua sisi. Di satu sisi, menawarkan potensi besar untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan melalui mekanisme pembelajaran adaptif dan penggunaan asisten virtual yang personal.
Mesin komputasi cerdas ini juga dapat menjadi alat pemberdayaan ekonomi bagi kelompok tertentu melalui otomatisasi tugas-tugas yang memakan waktu dan peningkatan efisiensi operasional.
Baca Juga : AI dan Dakwah: Prof. Nurhidayat Dorong Pemanfaatan Teknologi dengan Etika Islam
Disisi lain penggantian pekerjaan oleh sistem kecerdasan buatan berisiko menciptakan gelombang pengangguran baru.
Selain itu, peningkatan ketergantungan pada teknologi ini dapat secara tidak sengaja mengurangi kapasitas kelompok rentan untuk mengembangkan dan menerapkan kemampuan berpikir kritis serta menyelesaikan masalah secara mandiri.
Untuk menanggulangi berbagai dampak negatif yang sudah ada, diperlukan serangkaian langkah proaktif yang terstruktur. Prioritas utama adalah peningkatan signifikan dalam literasi dan kesadaran publik mengenai cara kerjanya, potensi biasnya, serta implikasinya terhadap masyarakat luas.
Program pendidikan yang adaptif harus diperkenalkan untuk memastikan bahwa komunitas yang berpotensi terabaikan secara sosial, tidak hanya menjadi konsumen pasif teknologi ini, tetapi juga menjadi peserta aktif dalam ekosistem digital yang sedang berkembang.
Baca Juga : Polemik Etika Gaya Koboi Menkeu Purbaya
Selain itu, pemerintah dan swasta perlu berkolaborasi untuk merancang dan melaksanakan program pelatihan keterampilan yang secara eksplisit berbasis AI dan berorientasi pada kebutuhan masa depan.
Pemberdayaan ekonomi kaum minoritas harus diarahkan pada pengembangan kompetensi yang memungkinkan mereka untuk mengisi peran-peran baru yang diciptakan oleh revolusi industri AI. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
