HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Pasangan calon Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1, Danny Pomanto dan Azhar Arshad, mengungkapkan komitmennya untuk mengakomodir hak-hak disabilitas jika terpilih memimpin Sulsel pada Pemilu 2024.
Melalui siaran pers yang dirilis pada 3 September 2024, Azhar Arshad menyatakan akan membuka akses informasi dan ruang kreasi yang lebih luas bagi kelompok disabilitas. Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah pembukaan forum khusus untuk mendengarkan aspirasi kelompok marginal dan rentan ini.
Azhar menekankan pentingnya membuka ruang bagi disabilitas untuk menyampaikan kebutuhan dan keinginan mereka. “Perlu lebih dulu kita buka ruang mendengarkan aspirasi mereka. Buka akses seluas-luasnya untuk disabilitas. Apa saja mereka butuhkan, kita fasilitasi,” ucapnya.
Baca Juga : Hari Kesaktian Pancasila, Gubernur Sulsel Ajak Warga Teguhkan Persatuan Bangsa
Dari hasil forum ini, program-program khusus akan disusun sesuai dengan kebutuhan kelompok disabilitas. Ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan bahwa disabilitas memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi, peluang kreasi, dan kebutuhan lainnya.
Sementara itu, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi, yang dikenal dengan slogan Andalan Hati, juga menyatakan komitmen untuk memperkuat peran kepemudaan dalam pembangunan dan melibatkan kelompok-kelompok marjinal, termasuk disabilitas.
Meskipun demikian, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, komitmen kedua pasangan calon tersebut dalam visi dan misi mereka tidak mencantumkan secara spesifik upaya untuk mengakomodir hak-hak kelompok disabilitas.
Baca Juga : DPRD Sorot Gubernur Sulsel Andi Sudirman
Pasangan Danny Pomanto-Azhar Arshad mengusung visi “Sulsel Global Food Hub yang Sombere’, Macca & Resilient untuk Semua,” dengan fokus pada restrukturisasi spasial dan ekologi, sosial dan SDM, serta penguatan ekonomi dan teknologi. Namun, dalam rincian visi dan misi mereka, tidak ada bagian yang secara khusus menyebutkan inklusivitas atau pemberdayaan kelompok disabilitas.
Di sisi lain, pasangan Andi Sudirman-Fatmawati Rusdi juga tidak memasukkan isu disabilitas dalam visi dan misi mereka. Dengan visi “Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter” dan delapan poin misi yang mereka usung, tidak ada satupun yang menyoroti pentingnya keberpihakan terhadap kelompok disabilitas.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen kedua pasangan calon terhadap kelompok disabilitas, yang seringkali terabaikan dalam perencanaan pembangunan.
Baca Juga : Respon APIH Soal DPRD Sulsel Sidak Sejumlah THM
Meskipun kedua pasangan calon gubernur ini mengusung berbagai program pembangunan yang menjanjikan, kurangnya penekanan pada isu disabilitas dalam visi misi mereka menunjukkan bahwa peran kelompok disabilitas belum diprioritaskan dalam agenda politik Sulsel.
Lebih lanjut, keberpihakan kedua calon Gubernur Sulawesi Selatan terhadap kelompok disabilitas dapat dilihat dari kebijakan yang mereka terapkan saat menjabat sebagai kepala daerah. Ketika Danny Pomanto menjabat sebagai Wali Kota Makassar, pihaknya mengklaim telah melaksanakan berbagai program untuk pemenuhan hak-hak disabilitas.
Salah satu prestasi yang diraih Kota Makassar adalah penghargaan “Kota Ramah Disabilitas” dari Kementerian Sosial RI pada 2019, serta penghargaan “Ramah Difabel” yang diberikan oleh Komisi Nasional Disabilitas (KND) pada 9 September 2023.
Baca Juga : Abdul Hayat Gani : Pemprov Sulsel Wajib Tuntaskan Gaji & Tunjangan Saya
Namun, meskipun penghargaan tersebut diberikan, beberapa sektor di Kota Makassar masih jauh dari memenuhi prinsip inklusivitas bagi kelompok disabilitas. Seperti pada aksesibilitas infrastruktur, terutama jalan-jalan di Kota Makassar, masih banyak yang tidak ramah bagi disabilitas.
Misalnya, pembatas jalan dan aliran air kanal yang menggunakan besi dengan jarak setengah meter, serta cat yang berwarna hitam, yang menyulitkan penyandang tunanetra untuk melewati jalan tersebut dengan aman. Selain itu, rambu-rambu pejalan kaki, seperti yang ada di Anjungan Pantai Losari, juga masih belum tertata dengan baik dan tidak ramah terhadap disabilitas.
Sementara itu, di masa kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan juga mengambil langkah untuk memberikan kesempatan kepada disabilitas dalam pemerintahan.
Pada 3 Oktober 2022, Andi Sudirman menyerahkan Surat Keputusan (SK) Non-ASN kepada 12 disabilitas untuk bekerja di Pemprov Sulsel. Mereka yang direkrut berasal dari berbagai daerah, seperti Makassar, Bulukumba, dan Luwu, dengan berbagai latar belakang pendidikan, mulai dari lulusan sarjana hingga SMA/sederajat.
Disabilitas yang diterima ini ditempatkan sesuai dengan keahlian yang dimiliki, seperti dalam bidang pengajaran, administrasi, hingga layanan pelanggan. Andi Sudirman menyampaikan rasa syukurnya atas kebahagiaan para disabilitas yang mendapatkan kesempatan untuk bekerja.
“Alhamdulillah, turut senang dengan kebahagiaan para saudara-saudara kita difabel yang mendapatkan SK Non-ASN Pemprov Sulsel sebanyak 12 orang,” ucapnya dikutip dari sulselprov.go.id dengan judul berita 12 Difabel Direkrut Jadi Non ASN, Gubernur Andi Sudirman : Asas Keadilan dan Kesetaraan.
Namun, perekrutan ini, meskipun memberikan kesempatan bagi kelompok disabilitas untuk berkarier di pemerintahan, tampaknya lebih dimotivasi oleh kewajiban untuk memenuhi instruksi pemerintah pusat yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Kelompok Disabilitas, khususnya Pasal 53 Ayat (1), yang mengharuskan Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan kesempatan bagi disabilitas paling sedikit 2 % dari jumlah pegawai atau pekerja dan swasta sebanyak 1%.
Sehingga, meskipun ini merupakan langkah positif, program ini lebih terkesan sebagai pemenuhan kewajiban hukum daripada sebagai bagian dari upaya proaktif untuk pemberdayaan kelompok disabilitas.
Ketua Perdik Sulsel Nur Syarif Ramadhan, memberikan pandangannya tentang dua pasangan calon gubernur yang bertarung, terutama terkait dengan upaya mereka dalam memenuhi hak-hak disabilitas selama masa jabatan sebelumnya.
“Visi dan misi yang disampaikan oleh kedua pasangan calon cenderung kurang konkret, khususnya dalam hal kebijakan terkait disabilitas,” ucapnya saat dikonfirmasi via WhatApp, Selasa (26/11/2024).
Nur Syarif mengakui bahwa dirinya tidak mendalami visi-misi kedua calon secara mendalam. Ia hanya sempat membaca selebaran visi-misi dari salah satu pasangan calon, namun menurutnya, selebaran tersebut tidak menawarkan informasi yang substansial dan justru terkesan tidak mengungkapkan langkah-langkah konkret terkait isu disabilitas.
Bahkan, ia menyebutkan bahwa beberapa kata-kata yang tercantum di dalamnya terasa sangat umum dan tidak menggambarkan kebijakan yang jelas. Dalam debat publik, ia merasa isu disabilitas juga hampir tidak muncul, kecuali pada sesi penutupan ketika salah satu kandidat menyebutkan hal tersebut secara singkat.
Terkait dengan rekam jejak kedua calon gubernur, Nur Syarif menilai bahwa baik Danny Pomanto maupun Andi Sudirman Sulaiman memiliki beberapa langkah terkait disabilitas selama masa jabatan mereka.
Danny Pomanto, yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Makassar, memang cukup responsif terhadap kebijakan nasional terkait disabilitas. Salah satu prestasinya adalah menjadikan Makassar sebagai salah satu kota pertama di Indonesia yang memiliki Rencana Aksi Daerah Disabilitas untuk periode 2021–2024. Namun, meskipun langkah tersebut diakui, Nur Syarif menilai implementasi kebijakan tersebut belum sepenuhnya optimal.
Di sisi lain, Andi Sudirman Sulaiman memiliki langkah konkret dengan mengangkat 12 tenaga kerja non-ASN dari kalangan disabilitas menjelang akhir masa jabatannya. Langkah ini diapresiasi oleh sebagian kalangan, meski masih ada kritik bahwa inisiatif tersebut lebih bersifat pribadi dan bukan kebijakan yang berkelanjutan.
Nur Syarif juga menyebutkan bahwa setelah masa jabatan Andi Sudirman berakhir, masa depan tenaga kerja disabilitas tersebut menjadi tanda tanya besar, mengingat tidak ada kejelasan mengenai keberlanjutan program tersebut.
Dalam pandangannya, Nur Syarif juga menilai bahwa Pemerintah Provinsi Sulsel belum menunjukkan komitmen yang signifikan dalam mengarusutamakan isu disabilitas. Sebagian besar program yang ada lebih banyak datang dari inisiatif mitra internasional, seperti Australia-Indonesia Health Security Partnership (HIA) yang mengakomodasi vaksinasi untuk kelompok disabilitas. Program-program semacam ini dianggap belum mencerminkan inisiatif pemerintah daerah yang serius dalam memajukan hak-hak disabilitas.
Jika dibandingkan dengan kota Makassar, yang telah memiliki unit layanan disabilitas di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan, pemerintah provinsi Sulsel dinilai masih jauh dari harapan. Nur Syarif menilai bahwa pemprov harus segera mengambil langkah lebih konkret, seperti membentuk unit layanan disabilitas di sektor-sektor terkait dan memastikan bahwa kebijakan disabilitas menjadi bagian dari agenda pembangunan jangka panjang daerah.
Sebagai penutup, Nur Syarif menekankan bahwa isu disabilitas perlu dijadikan prioritas oleh siapa pun yang terpilih menjadi Gubernur Sulsel. Ia berharap agar hak-hak disabilitas tidak hanya menjadi isu yang dibicarakan saat kampanye, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan yang berkelanjutan.
“Ketika mitra-mitra pembangunan yang mendukung program ini sudah tidak ada, apakah pemerintah provinsi akan tetap melanjutkan program-program ini? Itu adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh pemimpin baru nanti,” tutupnya.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
