HARIAN.NEWS, SINJAI – Bagi seorang anak yang tumbuh di keluarga petani di pedesaan, rasa minder kerap menjadi bayangan sehari-hari. Hidup sederhana sering membuatnya merasa tertinggal dibanding teman-teman sekolah yang memiliki fasilitas lebih baik. Namun kehadiran guru perlahan mengubah mindset, kata Arifudin Cake.
Lanjut anggota DPRD dari PAN itu mengatakan “Guru seperti malaikat baginya,” kenangnya. Tidak hanya mengajarkan ilmu, para guru juga membentuk karakternya memberinya keberanian untuk berdiri sejajar dengan teman-temannya. Rasa percaya diri yang dulu hilang, tumbuh kembali berkat sentuhan lembut pendidikan.
Namun dalam momentum Hari Guru tahun ini, kabar kurang menyenangkan mencuat. Seorang murid memukul gurunya sendiri. Peristiwa itu menyisakan keprihatinan bagi banyak orang, termasuk dirinya. Baginya, tindakan tersebut menunjukkan betapa sebagian anak bangsa mulai kehilangan rasa hormat yang dulu begitu dijaga.
Baca Juga : Mengenal Almarhumah Hj Sitti Siada Dg Siang, ‘ Sang Guru Yang Suka Berkhidmat, Melahirkan Keluarga Pengabdi
“Dulu, menatap mata guru saja kami sungkan. Bukan takut, tapi hormat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan oleh guru terhadap murid tentu tidak bisa dibenarkan.
Sekolah harus menjadi ruang aman bagi siapa saja. Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan bahwa kekerasan fisik maupun psikis tidak boleh terjadi dalam lingkungan pendidikan.
Namun ia menilai bahwa sebagian murid kini salah memaknai aturan tersebut, sehingga wibawa guru tidak lagi dihargai sebagaimana mestinya. Karena itu, ia menilai peran orang tua sangat penting untuk menguatkan kembali pemahaman bahwa guru adalah orang tua kedua bagi anak-anak.
Di Hari Guru ini, ia menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada para pendidik yang pernah hadir di hidupnya. “Tanpa guru, saya tidak akan menjadi diri saya hari ini,” ucapnya. ***
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
