Logo Harian.news

Soroti Kebijakan KDM, Al Araf: Apa Hubungannya Anak Nakal di Sekolah dengan Militer?

Editor : Redaksi Jumat, 23 Mei 2025 14:09
Dr. Al-Araf (kiri). Dok. Ist
Dr. Al-Araf (kiri). Dok. Ist

HARIAN.NEWS, JAKARTA – Pengamat Pertahanan dan Militer, Dr. Al Araf menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi atau akrab KDM soal pengiriman siswa yang dianggap nakal ke barak TNI untuk pembinaan karakter dan kedisiplinan.

Ia menilai kebijakan tersebut tidak tepat karena kenakalan siswa tidak berhubungan dengan tugas kemiliteran.

“Stop langkah-langkah yang tidak strategis. Di tengah dinamika begitu global, tiba-tiba Dedi Mulyadi menyuruh anak-anak nakal latihan di barak militer. Menurut saya, ke mana ya hubungannya?,” ujar Al Araf saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 21 Mei 2025, dikutip pada Kamis (22/5).

Menurut Al Araf, barak militer merupakan tempat yang dikhususkan untuk latihan perang dan menjaga pertahanan negara. Sehingga barak militer mempunyai ekosistem yang berbeda dengan masyarakat sipil atau siswa yang nakal.

“Tidak tepat mereka dikirim ke barak-barak militer, karena bukan tempatnya. Prajurit di situ benar, pertahanan di situ benar, pelatihan benar di situ, tapi anak-anak ini tidak di situ,” kata dia.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan publik setelah mengirim siswa bermasalah ke barak TNI sejak Senin, 5 Mei 2025. Siswa yang duduk dibangku SMP dan SMA sederajat itu ditempatkan di dua barak, yakni Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III Siliwangi, Kabupaten Bandung, dan di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalion Armed 9, Kabupaten Purwakarta.

Kebijakan tersebut menuai banyak kritikan pro dan kontra dari berbagai pihak, bahkan dilaporkan oleh salah satu wali murid ke Komnas HAM. Namun Dedi
tak bergeming dan tetap melanjutkan program tersebut.

Al Araf menjelaskan, sekolah memiliki kurikulum tersendiri dalam mendidik siswa-siswa berkelakuan buruk, misalnya dengan pengajaran guru Bimbingan Konseling (BK), serta pembinaan melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, olahraga dan rekreasi.

“(Cocoknya) ke ruang pendidikan yang memang membangun aspek kognitif untuk mengubah karakter seseorang menjadi karakter yang benar-benar menerima perbedaan, perubahan, membangun keberagaman, kedisiplinan, itu ada di ruang sekolah,” kata dia dalam siaran rilis yang dikirim di grup “Pers NUSANTARA”.

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya itu mengatakan bahwa kedisiplinan merupakan bagian dari aspek kognitif yang bisa diperoleh dalam sistem pendidikan di sekolah maupun di lingkungan keluarga.

“Siapa yang bisa membangun itu? Sistem pendidikan dari SD, SMP,
SMA, maka harus dikembalikan ke ruang pendidikan. Kedua, ke ruang keluarga karena bagaimanapun keluarga menjadi pertahanan paling awal buat anak. Dan saya percaya orang tua punya cara, punya langkah mendidik mereka,” ucapnya.

Peneliti senior Imparsial itu berharap pemerintah meninjau kembali kebijakan itu dan mempercayakan pendidikan bagi anak ke pihak sekolah. “Kalau ada problem di sekolah terkait anak nakal, yang disalahkan pertama Kementerian Pendidikan bagaimana sikapnya?,”
kata dia.

“Kalau dunia pendidikan menjadi sesuatu yang menyenangkan, tidak perlu lagi barak-barak militer. Sistem pendidikan ini harus dibangun dengan lebih baik,” ucapnya menambahkan.

Merespons pernyataan Al Araf, Eddy Wijaya mengajak semua pihak untuk memberikan kesempatan penerapan program siswa masuk barak. “Kita lihat dulu KDM (Kang Dedi Mulyadi) punya sistem berhasil apa enggak? Diberi waktu sekian bulan misalnya,” kata dia.

Eddy menjelaskan, program tersebut diselenggarakan karena mencontoh negara China yang sukses mendidik anak sekolah melalui program serupa. “Tapi memang ini masih pro kontra
dan ada positif negatifnya yang orang tuanya ada yang setuju dan ada yang malah menggugat ke Komnas HAM,” ucapnya.

Program Transfer of Technology Militer Indonesia Hanya Formalitas

Pengamat Pertahanan dan Militer, Al Araf menekankan pentingnya Transfer of Technology (TOT) dari negara lain dalam industri pertahanan nasional. Hal itu karena TOT merupakan prasyarat yang telah tertuang dalam Undang-undang (UU) Industri Pertahanan Nomor 16 Tahun 2012.

“Tapi faktanya TOT hanya menjadi formalitas. Yang penting sudah dilatih, udah, pulang,” ujar Al Araf kepada Eddy Wijaya menggambarkan keadaan latihan militer antara Indonesia dengan negara lain.

“TOT Indonesia ini adalah TOT ala Indonesia. Akhirnya saya bingung,
TOT dan kue onde-onde jadi beda-beda tipis,” katanya menambahkan.

Ketua Badan Pengurus Centra Inisiatif itu mengatakan, TOT merupakan suatu program yang bagus untuk meningkatkan teknologi bidang kemiliteran di Indonesia. “Tapi problemnya, TOT itu sesuatu yang indah, tapi dalam praktiknya apakah negara-negara itu mau (melepaskan teknologinya)?,” ujar Al Araf.

Oleh karena itu, Al Araf berharap Komisi I DPR RI berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi mengenai kerja sama Indonesia dengan negara lain dalam industri pertahanan nasional. Utamanya persoalan yang dihadapi industri pertahanan seperti PT. PAL, PT. Dirgantara Indonesia, dan PT. Pindad.

“Seringkali mereka takut berbicara, karena mereka bagian dari BUMN, ngeri-ngeri sedap lah untuk berbicara apa adanya. Tapi ini menjadi soal yang serius. Buat saya, kemandirian pertahanan memang hal yang penting, tapi pada saat bersamaan kita tidak cukup baik untuk membangun industri pertahanan di Indonesia. saya sih kasihan,” ucapnya. []

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: [email protected]

Follow Social Media Kami

KomentarAnda