Logo Harian.news

Sulsel di Ambang Krisis: Bencana Iklim Ancam Kehidupan dan Mata Pencaharian

Editor : Gita Kamis, 24 Oktober 2024 17:54
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Sejumlah organinasi masyarakat sipil di Sulsel yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Sulsel, Walhi Sulsel, SP-AM, Aji Makassar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), WALHI Nasional, dan Yayasan Pikul mengusung penerapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim.

Hal tersebut dilakukan karena melihat saat ini bumi dan manusia tengah berada di tengah krisis akibat perubahan iklim. Krisis ini bukan sekadar ancaman di masa depan, namun sudah terbukti secara ilmiah dan sudah terjadi sekarang.

Dari data yang disampaikan Panel Ahli Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2023, kenaikan suhu bumi yang aman tidak boleh melampaui 1.5°C pada akhir abad ini. Faktanya, suhu bumi telah meningkat sebesar 1.1°C, dan diperkirakan akan melampaui batas 1.5°C pada awal dekade 2030. Ini berarti bumi sudah berada dalam kondisi tidak aman.

Baca Juga : Kelompok Rentan Hadapi Beban Berlapis Akibat Krisis Iklim, CSO: Sahkan RUU Keadilan Iklim

Dampak dari perubahan iklim sudah tidak terhindarkan, seperti yang dilaporkan dalam laporan sintesa IPCC 2023. “Oleh karena itu, langkah mitigasi dan adaptasi harus dilakukan secara simultan dan mendalam, tidak hanya sebagai pilihan, melainkan sebagai kewajiban,” jelas Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Selatan, Rizki Anggriana Arimbi di Hotel Royal Bay Makassar, Kamis (24/10/2024).

Indonesia, sebagai negara kepulauan, menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak oleh krisis iklim. Dalam 10 tahun terakhir (2013-2022), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 28.471 kejadian bencana terkait cuaca dan iklim, menyebabkan 38.533.892 orang menderita, lebih dari 3,5 juta orang mengungsi, dan lebih dari 12 ribu orang terluka, hilang, atau meninggal dunia. Bahkan, Bappenas memprediksi kerugian ekonomi sebesar Rp. 544 triliun selama 2020-2024 akibat dampak perubahan iklim.

Dampak Krisis Iklim di Sulawesi Selatan

Baca Juga : Jaga Pilkada Tetap Damai, Jangan Ada Isu-isu Provokasi Memicu Konflik

Menurut Kiki sapaan Rizki Anggriana Arimbi, di Sulawesi Selatan, dampak perubahan iklim terasa sangat signifikan. Pada tahun 2023, beberapa daerah di Sulsel mengalami kekeringan yang berdampak pada para petani, menyebabkan gagal panen. Beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) mengering, menyebabkan kekurangan air irigasi bagi pertanian.

Di awal Mei 2024, banjir dan longsor melanda sejumlah kabupaten di Sulsel, termasuk Luwu, Wajo, Sidrap, Soppeng, Enrekang, Pinrang, Toraja, dan Bulukumba. Banjir ini dipicu oleh kerusakan hutan di Gunung Latimojong akibat aktivitas pertambangan.

Kiki menegaskan bahwa banjir dan longsor yang terjadi merupakan dampak langsung dari krisis iklim yang diperparah oleh kerusakan lingkungan.

Baca Juga : Survei Indikator Soal Elektabilitas Cagub Sulsel: ASS-Fatma 63%, Danny-Azhar 17%

“Aktivitas ekonomi elit, yang mengeluarkan emisi Gas Rumah Kaca dalam jumlah besar, menjadi penyebab utama krisis ini,” ucapnya.

Ironisnya, kelompok masyarakat yang paling rentan justru menanggung beban terberat dari dampak perubahan iklim, mulai dari ancaman kelaparan, penyakit, hingga kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal.

RUU Keadilan Iklim sebagai Solusi

Baca Juga : Listrik Hijau PLN Mampu Tekan Biaya Operasional Petani di Sulsel hingga 83 Persen

Selanjutnya, Salman Azis perwakilan LBH Makassar menyampaikan jika, dalam konteks krisis iklim yang semakin memburuk, sejumlah organisasi masyarakat sipil terus mendorong lahirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim.

RUU ini diharapkan mampu menjadi solusi dalam menghadapi tantangan krisis iklim di Indonesia, dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang paling rentan serta mendorong kebijakan yang berorientasi pada mitigasi dan adaptasi krisis iklim.

Salman juga menyoroti bahwa solusi krisis iklim harus adil dan tidak menambah ketimpangan yang sudah ada. Upaya mitigasi dan adaptasi yang dilakukan perlu memastikan bahwa masyarakat yang paling terdampak mendapatkan perlindungan yang layak.

“Perubahan iklim tidak hanya krisis lingkungan, tetapi juga krisis keadilan sosial. Kita harus bergerak bersama untuk menghadapi tantangan ini dan memastikan bahwa upaya yang dilakukan benar-benar adil bagi semua,” tegas Kiki.

Dengan adanya RUU Keadilan Iklim, diharapkan Indonesia dapat lebih siap menghadapi dampak krisis iklim yang semakin nyata, terutama di wilayah-wilayah yang rentan seperti Sulawesi Selatan.

KPU
KPU

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi@harian.news atau Whatsapp 081243114943

Follow Social Media Kami

KomentarAnda