HARIAN.NEWS, JAKARTA – – Presiden Terpilih RI periode 2024-2029, Prabowo Subianto mengatakan akan mempelajari soal program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang banyak menuai penolakan di masyarakat.
Dia berjanji akan mencari solusi terbaik terkait polemik iuran TAPERA yang memotong gaji karyawan.
“Kita akan pelajari dan kita cari solusi yang terbaik,” kata Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, dikutip dari liputan6, Kamis (6/6/2024).
Baca Juga : Dag Dig Dug Reshuffle Kabinet
Kendati begitu, Prabowo tak menjawab saat ditanya apakah kebijakan iuran TAPERA akan tetap dilanjutkan di era pemerintahannya.
Sebelumnya, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak tepat diterapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
“Kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat,” kata Presiden Partai Buruh yang juga Persiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (30/5/2024).
Baca Juga : Pemprov Minta Kepala Daerah Terpilih Alokasikan Anggaran untuk MBG di Sulsel
Padahal, kata Said pemerintah harusnya bisa memberikan jaminan sosial kepada buruh dan rakyat untuk mendapatkan rumah yang layak melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Said, selain membebankan buruh dan rakyat, ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini.
Alasan pertama, Partai Buruh menyoroti belum adanya kejelasan terkait dengan program TAPERA. Terutama, tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera.
Baca Juga : Pemkot Makassar Siap Dukung Program MBG dengan Anggaran BTT
Menurut Partai Buruh, jika program ini dipaksakan, bisa merugikan buruh dan peserta TAPERA.
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran TAPERAsebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” jelas Said.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News