HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Di sudut sempit belakang Masjid Awwalul Islam Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar, terdengar suara halus mesin jahit yang berulang. Cahaya sore menembus tirai jendela, memantulkan siluet perempuan di atas kursi yang tengah sibuk menjahit.
Ia bernama Andi Marlina (40), perempuan yang tubuhnya terbatas oleh disabilitas daksa, namun jiwanya tak pernah kehilangan daya cipta.
Saat ditemui harian.news, Marlina mengenakan jilbab warna pink, wajahnya bersih tanpa riasan, senyumnya tulus menyambut siapa pun yang datang.
Baca Juga : Ketimpangan Gender dalam Keluarga: Ketika Perempuan Selalu di Nomor Duakan
Di tangannya, selembar limbah plastik disulap menjadi tas kecil bermotif modern, hasil kolaborasi Rappo Indonesia.
“Dulu saya cuma bisa menjahit pakaian biasa,” ujarnya pelan. “Tapi setelah ikut pelatihan dari Rappo Indonesia, saya belajar menjahit plastik jadi barang yang bisa dijual. Alhamdulillah, banyak yang pesan.”

Andi Marlina (40) usai menjahit produk Rappo Indonesia. (Foto: Gita/HN)
Baca Juga : Kementan dan Kemen PPPA Sinergi Gerakkan Pekarangan Pangan Bergizi
Dari tas hingga tote bag dikerjakan Marlina sendiri dari dalam rumahnya yang sederhana. Keterbatasan fisik tak pernah menghalanginya menerima orderan.
“Saya tidak bisa kemana-mana, tapi barang-barang saya harus sampai ke mana-mana,” katanya sambil tersenyum.
Di situlah peran JNE masuk. Setiap kali ada pesanan dari luar kota, Marlina cukup menyiapkan kiriman dan petugas JNE datang menjemput.
Baca Juga : Astra Motor Sulsel Ajak Perempuan Muda Peduli Keselamatan Berkendara
Barang-barang jahitan Marlina melesat menuju berbagai tempat. Dikirim ke berbagai daerah dan dipesan oleh komunitas, hingga instansi pemerintahan yang tertarik pada produk ramah lingkungan.
“Lewat JNE, saya bisa kirim hasil jahitan ke berbagai tempat termasuk jika ada yang ingin memesan produk ramah lingkungan. Sat set, cepat sampai. Jadi pelanggan juga puas,” ucapnya.
Tak hanya soal karya, usaha Marlina juga berdampak nyata pada hidup keluarganya. “Penghasilan dari usaha menjahit bisa bantu biaya sekolah tiga anak saya,” ungkapnya. “Bisa beli seragam, alat tulis, bahkan bantu kebutuhan dapur sehari-hari.”
Baca Juga : ASPERINDO Sulsel Gelar Muswil ke III di Maros, Kepala Cabang Utama JNE Makassar Dijagokan Dua Periode
JNE bukan sekadar perusahaan logistik bagi Marlina, tapi jembatan antara mimpinya dan dunia luar. “Bagi saya yang gak bisa ke mana-mana, JNE itu seperti kaki saya. Mereka bantu bawa karya saya terbang ke berbagai tempat,” katanya lirih.
Di sudut ruang kerjanya, tergantung lembaran kain bekas. Setiap lembar bukan lagi limbah, tapi harapan untuk anak-anaknya, untuk hidup yang mandiri, dan untuk bumi yang lebih lestari.
Rahma dan Perjalanan Sat Set JNE
Sementara itu, di tempat lain, di pesisir kampung Untia Makassar, Rahma Tang (52) berdiri di depan lapak kecil. Sebuah meja kayu menjadi tempat puluhan tas hasil karya tangannya dan beberapa perempuan lain tertata rapi. Tas-tas ini dirangkai dengan beragam warna, lalu ditimpali berbagai macam motif yang terbuat dari sampah plastik yang sebelumnya nyaris tak dilirik siapa pun.

Rahma Tang (52) saat memperlihatkan produk Rappo Indonesia yang dijahitnya. (Foto: Gita/HN)
Wajah Rahma tampak tenang, tapi matanya berbinar bangga saat tangannya meraih satu tote bag warna biru dongker. Saat itu, Ia mengenakan kaos dan kerudung biru. Sesekali, ia tersenyum malu-malu saat diminta berpose dengan produk karyanya.
“Inilah hasil kerja tangan kami, dari sampah. Alhamdulillah, sekarang bisa jadi berkah. Berkat pelatihan yang diberi Rappo Indonesia,” ucapnya pelan.
Dulu, Rahma tak pernah membayangkan dirinya bisa menjahit. Ia hanya ibu rumah tangga biasa, tinggal di rumah kayu kecil bersama suami dan anaknya. Tapi perubahan datang saat kelompok perempuan pesisir Untia bekerjasama dengan Rappo Indonesia mengajaknya terlibat dalam pelatihan kerajinan dari limbah plastik.
Ia belajar cara memotong, menyulam, menjahit. Bersama ibu-ibu lain, Rahma mulai memproduksi tas, dompet, gantungan dan suvenir dari limbah yang dikumpulkan pemulung di sekitar Untia. Hasil kerajinan ini lalu dipasarkan secara daring, bahkan dipajang dalam berbagai pameran kreatif.
Tapi perjalanan produk mereka ke luar Untia tidak mungkin terjadi tanpa peran logistik yang cepat dan aman seperti JNE yang selalu melesat sat set, mengantarkan harapan tanpa batas.
“JNE itu penyambung hidup kami. Dulu kami hanya jual di sekitar sini. Sekarang, berkat pengiriman JNE, tas-tas kami sudah sampai ke Bali, ke Jakarta, bahkan dipakai pramugari,” tuturnya.
Dari hasil penjualan itu, perlahan Rahma bisa menabung. “Kami sisihkan sedikit demi sedikit, dari hasil pesanan tiap bulan. Alhamdulillah, tahun ini saya dan keluarga bisa beli rumah kecil. Dulu ngontrak terus, sekarang sudah punya halaman sendiri,” katanya.
Kolaborasi Rappo Indonesia dan JNE
Di kantor Rappo Indonesia Jalan Pengayoman Makassar, Akmal Idrus yang merupakan Founder dan CEO Rappo Indonesia menceritakan perjalanannya merangkul perempuan dan disabiltas untuk ikut berdaya lewat daur ulang sampah plastik sekaligus peran JNE yang membantu penjualan produknya.

Founder dan CEO Rappo Indonesia saat ditemui harian.news di kantor Rappo Indonesia Jalan Pengayoman Makassar. (Foto: Gita/HN)
Rappo Indonesia, merupakan unit usaha sosial yang lahir dari kepedulian terhadap lingkungan dan keinginan memberdayakan perempuan prasejahtera. Berangkat dari keresahannya melihat krisis sampah plastik yang kian menumpuk, Akmal menggagas ide mendaur ulang plastik menjadi produk modis dan fungsional.
Tak hanya fokus pada isu lingkungan, ia juga mengajak para ibu rumah tangga, termasuk penyandang disabilitas, untuk ikut memproduksi tas dan aksesori berbahan limbah melalui pelatihan yang digelar rutin.
“Dari situ, mereka mendapatkan keuntungan pribadi. Setidaknya membantu membiayai kehidupan mereka untuk lebih sejahtera,” ucapnya.
Akmal menyampaikan jika Rappo Indonesia mulai dibentuk pada Juni 2020, di tengah masa pandemi. Di saat banyak orang kehilangan pekerjaan, Akmal hadir membawa harapan.
Ia membangun Rappo Impact Centre di kawasan pesisir Untia, tempat ibu-ibu belajar menyulam, menjahit, dan merancang produk dari lembaran plastik yang telah dicuci bersih dan dipres menjadi bahan baku.
“Produk yang dihasilkan pun beragam, dari tote bag, dompet, gantungan hingga buku catatan dan lanyard dengan desain kekinian,” bebernya.
Setiap bulan, mereka bisa mengolah hingga 6.000 lembar plastik bekas. Produk mereka kini dipasarkan secara daring, dipajang di berbagai event nasional dan internasional, bahkan digunakan sebagai merchandise resmi di forum seperti WWF di Singapura dan Vietnam. Perempuan-perempuan yang sebelumnya tidak punya penghasilan kini mandiri dan bangga.

Aneka produk Rappo Indonesia. (Foto: Gita/HN)
Namun, semua upaya ini tak akan melesat sejauh ini tanpa bantuan jasa pengiriman. Di sinilah JNE hadir sebagai mitra yang menjadi kaki dan sayap bagi Rappo Indonesia.
Sejak 2023, Rappo Indonesia telah menjalin kerja sama korporasi dengan JNE untuk mendistribusikan semua produknya ke seluruh Indonesia, dari kota-kota besar hingga ke pelosok seperti Papua.
“Kami butuh logistik yang bisa bekerja cepat, aman, dan menjangkau semua tempat. JNE menjawab itu semua,” kata Akmal.
Menurutnya, kualitas pengiriman sangat memengaruhi persepsi konsumen terhadap produk. Ia mengaku, promosi lewat media sosial akan sia-sia jika pengiriman lambat atau tak sampai tujuan.
“Produk kami bisa sangat bagus, tapi kalau dikirim lama atau rusak, orang akan kecewa. Untungnya JNE bisa sat set. Cepat, aman, dan bisa diandalkan,” tambahnya.
Pelanggan Puas, JNE Bantu Produk Rappo Sampai Tepat Waktu
Dewi Sartika tak pernah menyangka pesanannya berupa gantungan kunci daur ulang dari Rappo Indonesia tiba lebih cepat dari perkiraan.
Hanya lewat ponselnya, ia memesan produk tersebut melalui Shopee, dan dalam waktu kurang dari dua hari, paketnya sudah sampai di depan rumah tepatnya di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng.
“Biasanya kalau kiriman dari Makassar ke Bantaeng butuh waktu, tapi kali ini saya kaget. JNE sat set banget, baru pesan kemarin, hari ini sudah diantar,” ujarnya.

Suvenir gantungan Rappo yang dipesan Dewi Sartika lewat Shoope dan diterima dari kurir JNE. (Foto: Gita/HN)
Dewi memegang gantungan kunci berwarna orange itu sambil tersenyum, kagum karena benda kecil itu bukan sembarang kerajinan, ia lahir dari limbah plastik hasil daur ulang.
Bagi Dewi, produk Rappo bukan sekadar aksesoris. Ia merasa sedang ikut mengambil bagian dalam gerakan menyelamatkan bumi, meski dari rumah.
“Saya bangga bisa punya karya lokal seperti ini. Saya jadi ingin pesan lagi, dan mungkin kasih hadiah ke teman-teman,” katanya.
Demi Percepatan Bisnis Kecil
Di tengah gempuran persaingan bisnis digital, JNE (PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir) tampil sebagai salah satu perusahaan jasa pengiriman yang konsisten memberi ruang dan dukungan nyata bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Komitmen itu diwujudkan melalui berbagai layanan yang ramah UMKM, mulai dari pengiriman cepat, aman, hingga terjangkau.
Kepala Cabang Utama JNE Makassar, Suci Indah Permatasari, menjelaskan bahwa JNE tak hanya berperan sebagai penyedia jasa kirim, tapi juga mitra strategis bagi pelaku usaha yang ingin memperluas pasar mereka.
“Kami punya beberapa layanan yang memang dirancang agar sesuai dengan kebutuhan UMKM, khususnya dari sisi efisiensi waktu dan biaya,” ujarnya.
Salah satunya adalah layanan OKE (Ongkos Kirim Ekonomis) dan Regular Service, yang memungkinkan pengiriman barang ringan dengan estimasi waktu tiba dua hingga tiga hari, tergantung tujuan. Cocok untuk UMKM dengan skala kecil-menengah yang ingin tetap menjaga margin keuntungan.
Ada pula JNE Trucking (JTR), solusi pengiriman dalam jumlah besar dengan harga kompetitif. Layanan ini banyak dimanfaatkan pelaku UMKM di Makassar yang rutin mengirim stok barang ke luar kota.
“Melalui JTR, mereka bisa menekan biaya operasional dan meningkatkan profit margin,” tambah Suci.
Tak hanya itu, JNE juga menawarkan sistem COD (Cash on Delivery) yang kini menjadi andalan pelaku usaha online. Pembeli bisa membayar barang dan ongkir di tempat, sementara penjual tak perlu repot menagih pembayaran. Bahkan JNE memberikan fleksibilitas kredit pengiriman yang bisa dibayar mingguan atau bulanan.
Yang tak kalah inovatif adalah kehadiran gudang fulfillment di JNE Makassar. Ini menjadi solusi cerdas bagi UMKM yang belum punya tempat penyimpanan atau sumber daya untuk menangani logistik sendiri. Barang disimpan di gudang JNE, sementara proses sortir dan pengiriman ditangani profesional.
“Pelaku usaha bisa lebih fokus ke peningkatan penjualan, karena distribusi sudah di-handle,” terang Suci.
Menurutnya, langkah ini bukan hanya soal logistik, tapi juga bagian dari visi besar JNE dalam merangkul UMKM agar bisa naik kelas. Dengan fasilitas dan dukungan yang terus dikembangkan, JNE ingin menjadi bagian dari perjalanan sukses pelaku usaha lokal.
“Misi kami bukan sekadar mengantar paket. Kami ingin mengantar mimpi para pelaku UMKM untuk tumbuh, berkembang, dan bersaing di pasar nasional hingga internasional,” pungkasnya.
Penulis: Gita Oktaviola
Baca berita lainnya Harian.news di Google News