HARIAN.NEWS, MAKASSAR — Camat Panakkukang, Ari Fadli, mengungkapkan bahwa belakangan ini sejumlah pedagang di kawasan Car Free Day (CFD) Boulevard mempertanyakan kejelasan adanya kontribusi yang rutin mereka bayarkan setiap Minggu, sebagai pungutan rutin CFD
Ari menjelaskan, pertanyaan ini muncul sebab para pedagang merasa tidak ada transparansi dalam mekanisme pungutan iuran kebersihan di area CFD tersebut.
“Pungutan ini pada dasarnya bukan retribusi resmi dari pemerintah maupun kebijakan sepihak dari pengelola, tapi sebetulnya, muncul dari inisiatif para pedagang sendiri yang merasa kesulitan membersihkan lapaknya setelah berdagang,” ujar Ari, Rabu (30/4/2025).
Baca Juga : CFD Boulevard Terapkan Sistem Ganjil Genap Pedagang, Bagaimana Teknisnya?
Ari menjelaskan, Satgas Kebersihan Kecamatan hanya bertugas dari pukul 05.00 hingga 08.00 pagi, sementara aktivitas CFD biasanya berakhir sekitar pukul 10.00. Itulah, kenapa banyak pedagang yang tak mampu membersihkan lokasi usai berjualan.
“Rata-rata pedagang tidak lagi bisa membersihkan tempat setelah jam 9 pagi. Jadi muncul kesepakatan antara pengelola dan pedagang untuk membayar petugas kebersihan tambahan,” jelas Ari.
Ia menambahkan bahwa semangat dari kesepakatan ini bukanlah soal memungut biaya, melainkan bentuk tanggung jawab bersama terhadap kebersihan.
Baca Juga : Warga Antusias Hadiri Musrenbang Panakkukang: Banjir dan Drainase Jadi Keluhan Terbanyak
“CFD sejatinya bukan untuk berdagang, tapi karena terjadi aktivitas jual beli, maka otomatis timbul sampah. Harus ada yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Nominal iuran yang diberikan pun bervariasi, berdasarkan kesanggupan masing-masing pedagang. Beberapa menyumbang Rp 5.000, Rp 10.000, bahkan hingga Rp 50.000.
“Kalau dagangannya tidak laku, kami tidak paksa. Sifatnya sukarela,” ujar Ari.
Baca Juga : Lagi! Yasir Warning Jajaran soal Penggunaan Dana Kelurahan
Dari pantauan pihak kecamatan, rata-rata pendapatan pedagang saat cuaca cerah berkisar antara Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta.
“Kami hanya ambil sekitar satu persen dari pendapatan itu, jadi bukan bentuk pemerasan,” tambah Ari lagi.
Sementara itu, pengelola CFD, Ical, menyampaikan bahwa wacana pungutan ini berawal ketika CFD sempat ditutup, dan para pedagang justru datang sendiri menawarkan kontribusi untuk kebersihan.
Baca Juga : Hartono Minta Drainase Terintegrasi dan Transparansi Bansos Terwujud di Panakukkang
“Waktu itu CFD sempat ditutup. Tidak pernah kami tarik apa-apa. Tapi setelah ditutup, pedagang kumpul dan bilang ke saya: ‘Pak, biarmi saya bayar, karena saya kerja di sini dapat uang, tapi sampahnya saya tinggal,’” tutur Ical menirukan kalimat pedagang.
Ical juga menegaskan bahwa tidak ada penetapan nominal dalam iuran tersebut. Semuanya berdasarkan kemampuan masing-masing pedagang.
“Ada yang kasih Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, sampai R p50.000. Tidak ada yang kami tetapkan, semua sukarela. Bahkan kalau belum laku dagangannya, kami tidak minta,” jelasnya.
Meski demikian, Ical mengakui perlu adanya forum duduk bersama untuk membicarakan mekanisme iuran ini secara lebih terbuka dan tertata.
“Agar ke depan tidak menjadi persoalan,” tutupnya.
PENULIS: NURSINTA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
