HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Mulai tahun 2025, pembuatan Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) telah mengalami penyesuaian sesuai dengan PMK 131 Tahun 2024.
Faktur Pajak, atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, wajib dibuat untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Aturan ini tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 PMK tersebut, bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan serta mempermudah proses administrasi pajak.
Baca Juga : Soal Tarif, Prabowo Diyakini Bisa Manfaatkan Jeda 90 Hari dengan Negosiasi Trump
Nah, untuk mengetahui pembuatan Faktur Pajak PKP yang telah disesuaikan, simak penjelasan berikut.
1. Kewajiban Mengisi Faktur Pajak
Sesuai peraturan yang telah dirilis DJP yang dikutip Selasa (07/01/2024), Faktur Pajak wajib diisi dengan benar, lengkap, dan jelas.
Informasi yang harus dicantumkan meliputi identitas penjual dan pembeli, detail transaksi, nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), hingga jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut.
Baca Juga : Lapor SPT Sebelum 31 Maret, Wali Kota Makassar Minta ASN Jadi Teladan Pajak
Namun, terdapat kelonggaran bagi PKP pedagang eceran. Faktur Pajak untuk transaksi kepada konsumen akhir dapat dibuat tanpa mencantumkan identitas pembeli serta tanda tangan penjual. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan proses bagi pelaku usaha ritel.
2. Periode Transisi Penerapan Faktur Pajak
Pada periode 1 Januari hingga 31 Maret 2025, berlaku ketentuan khusus untuk pembuatan Faktur Pajak yang mencantumkan tarif PPN 12% atau 11% berdasarkan DPP sepenuhnya.
Faktur Pajak ini tetap dianggap sah selama memuat informasi sesuai ketentuan lain dalam undang-undang perpajakan. Penyesuaian ini memberikan fleksibilitas selama masa transisi penerapan tarif baru.
3. Ketentuan Khusus untuk BKP Mewah
Baca Juga : PHRI Sulsel Curhat ke Wali Kota: Okupansi Hotel Anjlok, Pajak Hiburan Mencekik
Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah, berlaku perhitungan khusus selama Januari 2025. PPN dihitung dengan tarif 12%, namun Dasar Pengenaan Pajak menggunakan nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual. Mulai Februari 2025, tarif 12% akan diterapkan langsung atas harga jual. Peraturan ini tidak berlaku untuk BKP mewah yang dijual oleh PKP pedagang eceran, seperti yacht atau balon udara.
4. Penanganan Kelebihan PPN
Jika terjadi kelebihan pemungutan PPN akibat pencantuman DPP yang tidak sesuai, pembeli dapat meminta pengembalian kepada penjual. Penjual sebagai PKP kemudian harus melakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak untuk menyesuaikan jumlah yang dipungut. Prosedur ini bertujuan untuk melindungi hak pembeli dan memastikan kepatuhan pada aturan perpajakan.
5. Pengakuan Dokumen Tertentu
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak juga diakui sah, meskipun belum mencantumkan DPP berupa nilai lain sesuai Pasal 3 ayat (3) PMK 131 Tahun 2024. Asalkan dokumen tersebut memuat keterangan lain yang relevan, PKP tetap dianggap memenuhi kewajiban perpajakannya selama masa transisi.
6. Pentingnya Kepatuhan Pajak
Baca Juga : Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Tembus Rp32,32 Triliun
PKP yang tidak mematuhi ketentuan ini dapat dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Oleh karena itu, memahami dan menerapkan ketentuan PMK 131 Tahun 2024 menjadi keharusan. Kepatuhan tidak hanya membantu kelancaran bisnis, tetapi juga mendukung tata kelola perpajakan yang lebih baik.
Melalui aturan ini, pemerintah berupaya menciptakan sistem perpajakan yang lebih terstruktur dan transparan. Dengan kepastian hukum yang diberikan, diharapkan PKP dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan lebih efektif, mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News