HARIAN.NEWS, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution diperiksa selama 12 jam di gedung Kartika Kejaksaan Agung, pada Jumat (21/3/2025).
Pemeriksaan atas Alfian terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak Pertamina 2018-2023, yang sebelumnya telah ditetapkan 9 tersangka.
“Ditanya mengenai tugas-tugas pokok,” ujar Alfian, dikutip dari lama tempo.co, Sabtu (22/3/2025).
Baca Juga : Kejaksaan Agung Cegah Nadiem Makarim ke Luar Negeri
Sebagai informasi, di Pertamina, Alfian kini menjabat sebagai Direktur Logistik dan Infrastruktur PT Pertamina. Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Patra Niaga periode 2021-2023. Kejaksaan Agung sedang mengusut pengadaan impor minyak mentah dan BBM oleh Patra Niaga di periodenya.
Dirut Patra Niaga setelah Alfian, Riva Siahaan lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka di kasus ini bersama dengan 5 pejabat Sub Holding Pertamina lainnya. 3 tersangka lain dari pihak swasta.
Sebelum kejaksaan menjadwalkan pemeriksaan Alfian, mereka lebih dulu memeriksa Mantan Komisari Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Kamis, 13 Maret 2025. Saat itu Ahok menyebutkan nama Alfian agar diperiksa.
Baca Juga : Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu Resmi Laporkan Dugaan Mega Korupsi Perusahaan Ini
Kuasa hukum Alfian, Maydika Ramadani mengatakan, kliennya secara koperatif menghadiri panggilan jaksa untuk dimintai keterangan dan diminta menunjukkan sejumlah dokumen.
“Kami koperatif, dimintakan dokumen yang berkaitan ya kami hadirkan, ditunjukkan,” ujar Maydika, Jumat (21/3/2025).
Dalam kasus ini jaksa menemukan adanya kongkalikong antara Sub Holding Pertamina dan perusahaan swasta untuk menghindari tawar-menawar dalam memenuhi kebutuhan minyak mentah dan produk kilang dalam negeri. Akibat praktik ini negara harus mengeluarkan uang lebih tinggi untuk impor. Sementara pihak swasta mendulang untung lebih tinggi dengan melakukan ekspor.
Baca Juga : Profil Iwan Lukminto, Eks Dirut Sritex yang Ditangkap Kejagung
Modus tindak pidana lain yang ditemukan adalah, pembelian Ron 92 oleh Patara Niaga, namun yang datang justru Ron 90 atau di bawahnya. Terkait ini Alfian mengaku tidak ditanya soal itu.
“Nggak ada,” ujar dia.
Jaksa mengatakan, minyak mentah dan BBM yang diimpor tersebut ditampung dan diblending di PT Orbit Terminal Merak. Proses blending di perusahaan swasta ini disebut jaksa menyalahi aturan, harusnya blending dilakukan di PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), perusahaan milik negara.
Baca Juga : Ini Alasan Kejagung Tangkap Eks Dirut Sritex Iwan Setiawan
Selain itu ditemukan adanya markup dalam kontrak angkut pengadaan minyak mentah dan BBM tersebut. Jaksa mengatakan ada mark up sebesar 13-15 persen dalan kontrak. Perusahaan pengangkut itu adalah PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim. Saham dari ketiga perusahaan masih terhubung dengan Kerry Adrianto.
Kerry telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia merupakan anak dari bos minyak Mohammad Riza Chalid. Jaksa juga tengah mengusut ada tidaknya keterlibatan Riza dalam kasus yang menyeret putranya.
Sampai hari ini kejaksaan belum membeberkan, perusahaan mana yang memasok minyak mentah dan BBM yang diangkut oleh Kerry.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News