Logo Harian.news

Oleh: Pemred Harian.News, IGA Kumarimurti Diwia

Lolly Kundang

Editor : Rasdianah Jumat, 27 September 2024 12:31
Nikita Mirzani bersama anak pertamanya, Lolly. Foto: Ist
Nikita Mirzani bersama anak pertamanya, Lolly. Foto: Ist

HARIAN.NEWS – Memang tidak mudah membesarkan anak sebagai single parent, kompleks dan rumit.

Perseteruan ibu dan anak remaja sedang dialami pemengaruh, Nikita Mirzani (Nikmir) dengan anak gadisnya bernama Lolly (16). Beredar di media bagaimana Lolly meluapkan kemarahan melalui video ke ibu kandungnya membuat geram, hingga netizen memberi julukan Lolly Kundang.

Kata-kata tidak pantas dan penuh penghakiman untuk seorang ibu yang melahirkan dianggap durhaka, tidak elok bagi masyarakat Timur.

Baca Juga : Ditahan, Nikita Mirzani Merasa Dizalimi

Fenomena perilaku dan kenakalan remaja tersebut tidak hanya terjadi pada keluarga artis tapi banyak dijumpai pada keluarga lain. Mereka bahkan tidak ragu melakukan kekerasan kepada orang tuanya seperti baru-baru ini di Makassar. Seorang anak gadis menebas Ibunya berkali-kali dengan parang.

Judul di atas bukan tentang penghakiman atau sanksi sosial anak remaja, namun lebih kepada pembelajaran bagi orang tua. Sekilas banyak dijumpai anak remaja yang hidup bebas di jalan, pernahkah kita mencoba memahami mengapa mereka seperti itu?

Apa kita tahu cerita yang mereka sembunyikan? Kita tidak bisa menghakimi seseorang tanpa kita tahu seberapa dalam luka batinnya. Masih bisa bertahan dan tidak mengakhiri hidupnya saja sudah luar biasa.

Hakikat cinta bagi seorang anak akan berbeda dengan cinta seorang ibu, apalagi cinta seorang pacar.

Tidak adil rasanya menjadi mereka dalam persoalan takaran dan cara mencintai. Rasa yang tidak bisa dirasakan orang lain akan bias jika mempersepsi dengan cara kita. Remaja yang boleh dikatakan emosinya belum stabil dan dalam pengambilan keputusannya juga masih labil membutuhkan contoh dari orang dewasa.

Perspektif remaja itu akan merasa bahwa di semua hal dia merasa paling benar dan tepat menurut daya pikir otaknya saat itu, yang memang belum berkembang baik. Orang tualah yang bertanggung jawab mendampingi dan juru selamatnya. Memastikan anak tidak salah langkah, dan menjaga emosi agar hubungan darah tetap akur. Hati boleh panas tetapi pikiran harus terjaga demi kebaikan anak.

Situasi yang boleh dikatakan darurat kesehatan mental remaja membutuhkan dukungan dan kerja sama semua pihak. Harus disikapi dengan serius dan berkelanjutan.

PENULIS: IGA K
KPU

Baca berita lainnya Harian.news di Google News

Redaksi Harian.news menerima naskah laporan citizen (citizen report). Silahkan kirim ke email: redaksi@harian.news atau Whatsapp 081243114943

Follow Social Media Kami

KomentarAnda