HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Di sudut kampung yang asri di Borongtala, Gowa, Sulawesi Selatan, Darmawan Denassa menciptakan surga kecil bernama Rumah Hijau Denassa (RHD).
Sebuah lahan konservasi dan edukasi yang sejak 2007 terus tumbuh menjadi simbol cinta lingkungan dan harapan untuk masa depan.
Berawal dari keprihatinan melihat hilangnya tumbuhan lokal akibat penebangan hutan, Darmawan memilih meninggalkan profesinya sebagai dosen Universitas Hasanuddin demi menjaga keberlanjutan flora khas Sulawesi Selatan.
Baca Juga : Unibos Lepas 1.200 Mahasiswa KKN, Dorong Gerakan Makassar Bebas Sampah 2029
“Dulu, waktu kecil, saya sering menemukan jenis tumbuhan tertentu di kampung. Namun, saat kuliah, banyak dari mereka hilang. Itu yang membuat saya merasa harus pulang dan menyelamatkan tanaman tersebut,” ujarnya kepada harian.news saat ditemui di Sekolah Pascasarjana Unhas, Kamis (23/01/2024).
Keputusan besar itu membawa Darmawan kembali ke tanah kelahiran, membangun pondasi untuk generasi yang peduli lingkungan.
Darmawan Denassa Pendiri Rumah Hijau Denassa. (Foto: Gita/HN)
Baca Juga : Menjaga Kota, Menjaga Kehidupan
RHD awalnya berdiri di atas lahan seluas 1,1 hektare. Ia menanam 100 batang jati dan mahoni, memulai misinya dari langkah kecil.
Waktu berlalu, dan kini kawasan ini berkembang menjadi lima hektare dengan lebih dari 500 jenis tumbuhan, menjadikannya tempat hidup bagi flora dan fauna.
“Awalnya, banyak yang ragu untuk menanam pohon karena dianggap lama panen. Namun, saya meyakinkan mereka bahwa ini bukan hanya soal hasil ekonomi, tetapi juga investasi lingkungan dan ekowisata,” kenangnya.
Baca Juga : Kasus Korupsi Libatkan Ayah dan Anak
Bagi Darmawan, RHD bukan hanya soal pohon dan tanaman, tetapi juga anak-anak—generasi penerus yang menjadi inti dari misi besarnya.
Anak-anak dari berbagai desa datang ke RHD untuk belajar mengenal tumbuhan, memahami tradisi, dan belajar tentang pentingnya melestarikan lingkungan.
“Kami mengajarkan mereka membaca, menulis, dan berpikir kritis. Mereka perlu tahu bahwa masa depan yang baik hanya bisa dicapai jika mereka peduli pada lingkungan sejak dini,” jelasnya.
Baca Juga : Peduli Bumi, Mal Ratu Indah Diganjar Penghargaan Lingkungan dari Pemkot Makassar
Dalam program literasi yang diadakan secara rutin, anak-anak diajak untuk memahami nilai-nilai lokal yang hampir terlupakan.
RHD menjadi ruang yang hidup, tempat belajar tentang alam sekaligus mengenal identitas budaya.
“Anak-anak ini adalah harapan. Kalau kita ingin bangsa ini maju, mereka harus tumbuh dengan kebiasaan baik, cinta pada tanah dan lingkungannya,” tambah Darmawan.
Salah satu momen berkesan di RHD adalah ketika anak-anak diajak menanam tumbuhan langka, seperti bangore—tanaman yang dulu digunakan sebagai obat tradisional.
“Mereka belajar bahwa apa yang mereka tanam hari ini, suatu saat akan bermanfaat bagi orang banyak. Dari hal sederhana seperti ini, kita membangun kesadaran besar,” kata Darmawan.
Anak-anak diajarkan menanam padi. (Foto IG: rumah_hijau_denassa)
Darmawan percaya, kecintaan pada lingkungan tidak hanya diajarkan, tetapi juga dicontohkan. Anak-anak yang melihat bagaimana RHD menjadi oase hijau di tengah pemukiman belajar lebih dari sekadar teori.
“Mereka memahami bahwa melestarikan alam adalah bagian dari identitas mereka sebagai orang Sulawesi Selatan,” terangnya.
Bagi Darmawan, RHD adalah ruang harapan. Tidak hanya untuk tumbuhan yang diselamatkan, tetapi juga bagi anak-anak yang tumbuh dengan mimpi besar.
Ia bermimpi RHD menjadi model untuk desa-desa lain, tempat di mana anak-anak bisa belajar, tumbuh, dan mencintai lingkungan.
“Anak-anak ini bukan hanya pengunjung di RHD. Mereka adalah pewaris. Dari mereka, kita berharap lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang,” tutupnya penuh optimisme.
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
