HARIAN.NEWS, MAKASSAR – Pemerintah Kota Makassar kini tengah mengevaluasi perjanjian kerja sama dengan PT Melati Tunggal Inti Raya (MTIR) terkait pengelolaan Pasar Sentral.
Belakangan, perjanjian dinilai tidak menguntungkan ini dianggap perlu diperbaiki agar lebih sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Perumda Pasar Makassar Raya, Syamsul Bahri, mengungkapkan bahwa kerja sama ini bermula dari perjanjian yang ditandatangani pada 26 Juli 1991 dan telah mengalami beberapa kali adendum.
Baca Juga : Warga Nilai Sidak Forkopimda Sinjai di Pasar Sentral Tidak Berpengaruh
“Perjanjian awal lahir pada 1991, kemudian ada empat kali adendum antara 1991 hingga 1995. Setelah kebakaran besar yang melanda Pasar Sentral pada 2011, muncullah adendum baru pada 2012,” ujar Syamsul saat RApat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi B DPRD kota Makassar, Selasa (25/3/2025).
Menurutnya, kerja sama ini berangkat dari keputusan Pemerintah Kota Ujung Pandang (sekarang Makassar) yang menyerahkan sebagian aset sebagai modal bagi Perusahaan Daerah (Perusda) Pasar. Salah satu aset yang dikelola adalah Pasar Sentral, yang kini dikenal sebagai Makassar Mall.
Namun, seiring berjalannya waktu, regulasi mengenai kerja sama antara BUMD dan pihak ketiga mengalami perubahan, terutama setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tentang BUMD serta Permendagri 2018 yang mengatur tata kelola, rencana bisnis, dan evaluasi kerja sama.
Baca Juga : Polemik Pasar Sentral dan PPDB SMP Jadi Sorotan Ombudsman, Begini Respons Appi!
“Kita melihat ada kekurangan dalam regulasi daerah kita. Seharusnya, setiap kerja sama dengan pihak ketiga mendapatkan persetujuan Wali Kota setelah rekomendasi dari dewan pengawas. Tetapi dalam perjanjian 2017, ada aspek yang tidak sesuai, dan ini yang menjadi perhatian kami,” tegas Syamsul.
Perjanjian 2017 Dinilai Merugikan Pemkot Makassar
Syamsul menyebutkan perjanjian terbaru antara Perumda Pasar Makassar Raya dan PT MTIR yang ditandatangani pada 30 Maret 2017 setelah dievaluasi, justru sangat merugikan Pemerintah Kota Makassar.
Berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perjanjian tersebut dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak memiliki dokumen persetujuan prinsip dari Wali Kota Makassar dan Badan Pengawas Perumda Pasar Makassar Raya.
Baca Juga : Temui Munafri, Ombudsman Sulsel Soroti Polemik Pasar Sentral dan Persiapan PSB
“Dalam perjanjian awal, semua tenant di dalam Pasar Sentral menjadi tanggung jawab Perumda Pasar. Tetapi di perjanjian 2017, hak penagihan hanya berlaku untuk aset yang diserahkan, yaitu area basement,” ungkapnya.
Syamsul menegaskan bahwa perjanjian ini sangat merugikan Pemkot karena tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan PT MTIR untuk mengkaji ulang perjanjian yang dibuat pada 2017. Menurutnya, ada sinyal positif dari perusahaan tersebut untuk membahas perubahan perjanjian setelah pertemuan yang dilakukan.
Baca Juga : 700 Kios Kosong di Pasar Sentral Makassar, Dewan Desak Pengelola Aktif Cari Solusi
“Kami sudah berdiskusi dengan pihak PT MTIR, dan mereka menunjukkan keterbukaan untuk melakukan revisi perjanjian. Ini langkah awal yang baik untuk memastikan pengelolaan Pasar Sentral lebih transparan dan menguntungkan semua pihak, terutama masyarakat Makassar,” tutupnya.
PENULIS: NURSINTA
Baca berita lainnya Harian.news di Google News
